Ahad pagi, 4 Februari 2024. Istri mengajak ziarah ke Mazar, Sangiang Lembang Gede Rancaekek Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Saya mengendarai motor butut. Berangkat pagi dan santai. Jalur yang ditempuh melalui Pasar Gordon Buah Batu kemudian jalan Sapan. Tiba daerah Sapan, ada penutupan jalan karena pembangunan jembatan Tegal Luar.
Orang-orang mengarahkan saya ke jalanan sempit, becek, dan bergantian dengan kendaraan dari arah berlawanan. Dalam hati muncul pembenaran rencana awal pakai kereta api. Sempat mau balik lagi. Dalam hati bergumam: kapan lagi ke mazar, lanjut saja mumpung bulan penuh berkah, rajab. Akhirnya lanjut dengan penelusuran jalan yang tidak saya kenali. Sampai pada jalan yang dulu pernah dilewati manakala jalan kaki menuju Mazar tahun lalu. Ditempuh jalur tersebut hingga tiba pintu Mazar.
Penjaga pos tampak lagi tiduran. Saya sapa dan terbangun. Karena sudah kenal, saling tanya kabar kemudian masuk area Mazar. Saya ucap salam untuk semua penghuni kubur. Simpan tas dan buka alas kaki kemudian wudhu dan ambil buku Yaasiin. Mulai membacakan Alquran dan shalawat yang dihadiahkan kepada Almharhumin di Mazar dan Allahyarhamhuma Orangtua. Saya ikuti panduan bacaan ziarah dari buku, menyempatkan berfoto dan langsung pamitan.
Sekadar diketahui pada kompleks Mazar dikebumikan Allahyarham Mahaguru, penulis ternama dan cendekiawan Muslim Sunda yang punya daya tarik untuk pengagumnya dan daya tolak untuk mereka yang tidak mengaguminya. Tampaknya mereka ini tidak nyaman dengan pemikiran, mazhab, dan karya Allahyarham. Dianggapnya sesat dan membahayakan umat. Demikian lontaran mereka yang disematkan kepada Allahyarham.
Kalau dilacak, siapa itu umat? Ya, dimaksud umat adalah mereka yang masih belum tercerahkan secara ilmu dan belum kokoh imannya sehingga tidk mau melakukan dialog atau diskusi dengan Allahyarham. Karena itu, hate speech dan isu sesat disebarkan mereka via corong masjid dan medsos.
Banyak kalangan intelektual yang heran dengan sikap mereka: mengapa takut dengan pemikiran kritis, gagasan dahulukan akhlak, Islam Madani dan Pluralisme serta kecintaan kepada Keluarga Rasulullah Saw? Mengapa takut dan sampai bilang sesat! Itu yang tidak habis pikir dari laku lisan dan lampah mereka.
Saya sendiri enjoy dengan pemikiran dan gagasan Allahyarham. Menambah insight dan meluaskan cakrawala berpikir saya dari aneka buku-bukunya, ceramah dan diskusinya, bahkan obrolan personal dengan Allahyarham. Saat ada kesempatan jumpa Allahyarham, saya manfaatkan tanya tentang isi buku-bukunya dan konfirmasi atas ceramahnya.
Enak dan mencerahkan bincang dengannya. Low profil dan seperti kawan saja kalau sudah asyik ngobrol keilmuan. Saat ke rumahnya kali pertama pun langsung diajak makan dan ngobrol tentang buku yang dibacanya. Benar-benar mencerahkan dan mengenyangkan.
Tidak hanya pertemuan fisik, pertemuan online via email pun Allahyarham merespons atas apa yang saya sampaikan dan ajuan pertanyaan saya atas mazhab yang diikutinya. Cukup puas diskusi dengan Allahyarham meski via online dan sesekali jumpa fisik. Hatur nuhun Allahyarham. Sosoknya tidak tergantikan.
Pulang dari Mazar, jalur yang diambil jalan raya menuju Cileunyi, Cibiru dan Soekarno Hatta hingga Kopo. Tentu jarak tempuh cukup jauh ini membuat pinggang makin terasa sakit. Maklum kini tak lagi muda usia. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H