Ramadhan kali ini istimewa. Mengapa? Sebab menjalaninya tanpa keceriaan buka puasa bersama, tanpa shalat fardu jamaah dan tanpa shalat tarawih berjamaah di masjid, serta akan tanpa shalat idul fitri berjamaah. Kemudian tanpa berkunjung ke kampung halaman.
Ini yang membuat saya sedih karena tidak bisa mengunjungi makam orangtua untuk ziarah dan silaturahim dengan keluarga orangua. Tahun kemarin tidak mudik karena faktor biaya dan waktu yang tidak cukup. Kini terhalang juga karena wabah Covid19.
Saya memahami dan menerima keadaan ini dengan penuh kesabaran dan sadar diri dengan dampak dari virus bahaya tersebut. Bukan takut mati, tetapi ini bagian dari takdir yang mesti dijalani untuk menghindari penyakit sebagai bentuk pemeliharaan raga dan jiwa.
Yang terpenting adalah upaya memutus rantai sebaran dengan tidak mudik dan kumpul dalam jumlah di atas empat orang. Kabarnya sentuhan tangan dan nafas yang terhirup pada hidung menjadi sebab masuknya virus dalam tubuh. Mari taat pada ketetapan pemerintah.
Dengan merebaknya Covid19, seluruh ibadah dan kegiatan agama yang melibatkan banyak orang dihentikan. Aktivitas kebersamaan yang menghimpun orang banyak dilarang (sementara) untuk pencegahan penyebaran virus Covid19. Acara kebudayaan, hajat pernikahan, seminar, pentas seni, lomba-lomba, dan olahraga yang melibatkan orang banyak pun dihentikan sekarang ini.
Covid19 ini memang mengubah segalanya. Mulai dari pendidikan dan pekerjaan pun berubah. Urusan pekerjaan ini problematika yang luarbiasa. Ada karyawan yang dipecat dengan jumlah ribuan. Tukang ojek berkurang pendapatannya.
Penjual kaki lima dan orang-orang kecil makin tercekik dengan jumlah pembelinya yang berkurang, bahkan tidak ada karena aneka faktor dan lainnya. Meski ada bantuan sosial, ternyata tak merata dan banyak yang terkena dampak dari sisi ekonomi. Ini masalah, yang saya sendiri tidak mampu memecahkannya. Hanya doa saja untuk mereka agar Tuhan mencukupi rezeki mereka.
Lagi-lagi soal kesadaran manusia diminta untuk empati dengan nasib saudara, keluarga, tetangga dan teman. Untuk mereka yang terkena dampak maka seharusnya diberi bantuan oleh kita sekedar yang mampu.
Biarkan pemerintah dan aparat daerah bekerja dengan kapasitasnya. Saya merasa sedih saat ada kabar di media tentang orang yang diusir karena tak bayar kontrakan dan harus tidur pos ronda bersama anak istri. Ada yang kelaparan sampai pingsan.
Ada yang bunuh diri karena tak tahan dengan kondisi yang sulit. Memang kebutuhan dasar harian manusia ini cukup penting dan tidak bisa ditunda. Mari lakukan semampunya dan libatkan kawan yang peduli dengan urusan sosial kemanusiaan. Dan tentu memanjatkan doa juga harus dilakukan oleh kita semua kepada Tuhan agar masalah wabah ini cepat hilang dan hidup kembali normal.
Terkait dengan pendidikan, program online pun dibuat. Untuk murid-murid yang berlokasi di kota besar tinggal menyesuaikan, bahkan para guru harus berjibaku untuk membuat bahan ajar berbasis online. Yang menarik, para orangtua pun berperan dan ikut merasakan sulitnya mengajari anak. Ini dijalani sampai sekarang.