Alhamdulillah parantos rengse maos buku "Penyebaran Islam di Daerah Galuh sampai dengan Abad ke-17". Sayangnya buku karya ilmiah riset doktor bidang sejarah ini baru saya dapatkan tahun 2017. Padahal terbitnya 2010. Dan saya baru membacanya sekarang ini.
Harus diakui saya benar-benar tidak rajin menelusuri referensi dan tidak akses informasi akademik. Dan sesal karena saat kuliah pada mata kuliah Sejarah Islam di Tatar Sunda yang diampu Prof Sobana tidak mengetahui ada buku riset disertasi di UIN Jakarta karya Apipudin. Kalau saat kuliah saya mengetahuinya, pasti jadi bahan diskusi yang asyik di kelas. Meski telat mengetahui, tetapi saya masih bisa membacanya hingga tuntas.
Tebal bukunya 380 halaman. Diterbitkan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jakarta (pusat). Buku Penyebaran Islam di Daerah Galuh sampai dengan Abad ke-17 merupakan karya ilmiah yang dijadikan bahan bacaan, khususnya untuk orang yang ingin mengenal penyebaran Islam di Tatar Sunda.
Dan saya kira karya Apipudin ini merupakan buku sejarah. Terbukti pada bagian pendahuluan sudah menunjukkan metode penelitian yang digunakan adalah riset sejarah: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Bahkan sumber yang digunakan pun menggunakan naskah dan buku-buku yang terkait dengan tema kajian serta karya ilmiah dari para sejarawan dan dokumen kolonial Belanda yang sudah berbentuk buku. Memang demikian untuk riset sejarah, harus banyak menghimpun sumber sehingga dalam rekonstruksi sejarah benar-benar kuat dan bisa dipertanggung jawabkan secara akademik.
Terbagi dalam enam bab. Yang pertama terkait dengan latar belakang dan tujuan beserta metode serta rancangan historiografi. Dalam karya ilmiah bagian pendahuluan ini merupakan kunci sekaligus dasar pemikiran dari "bangunan" karya yang disusun oleh seorang peneliti. Dan penyusun disertasi (Apipudin) telah menyajikannya dengan cukup mudah dipahami dan tergambar secara garis besar dari disertasi yang dibuatnya.
Bab dua sampai bab lima meliputi: kajian geografis dan kawasan Galuh sebelum Islam masuk, proses kedatangan Islam, perkembangan Islam, dan perubahan sosial budaya di Galuh saat Islam menjadi agama yang dianut penguasa dan masyarakat. Dan bab enam adalah kesimpulan.
Model rekonstruksi sejarah yang dimunculkan masih terkait dengan sejarah kekuasaan Sunda dari masa pra Islam hingga abad 17, agama dan kepercayaan yang dianut, tokoh-tokoh penguasa di Sunda, dan memasukan mitos-mitos yang dirujuk dari manuskrip (filologi) berupa babad dan cerita lisan. Bagian ini memang tak bisa diabaikan untuk orang yang meriset sejarah kesundaan; karena hingga kini yang tersedia hanya sumber berupa historiografi tradisional yang faktanya masih bercampur dengan dongeng.
Meski demikian karya ilmiah susunan doktor Apipudin ini lengkap dari informasi kesejarahan dan kronologis dari rekonstruksi sejarah. Pola Islamisasi ke Galuh yang disajikan oleh Apipudin memang tidak baru. Masih seperti riset sejarah terdahulu, yaitu Islam masuk dibawa pedagang, diterima di pesisir Cirebon dan Banten, masuknya orang-orang dari kalangan istana (kerajaan Sunda) abad 14-16 Masehi dan peranan mubaligh (ulama) dari India, Campa, dan Gujarat.
Kemudian penyebaran agama Islam secara perlahan bergerak masuk istana dan sesuai dengan kultur masyarakat tradisional bahwa agama yang dipeluk oleh raja atau penguasa maka akan diikuti oleh masyarakat. Sehingga cukup masuk Islam dari orang-orang kerajaan, maka Islam sudah menjadi agama masyarakat Sunda: khususnya kawasan Galuh meliputi Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Bogor, Sukabumi, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Sumedang, Bekasi, dan wilayah Banten. Kawasan tersebut berada dalam kekuasaan raja-raja Islam yang berkedudukan di Ceribon, Banten, dan Sumedang.
Setelah membaca tuntas buku Penyebaran Islam di Daerah Galuh sampai dengan Abad ke-17, ada aspek yang menurut saya kurang saat diungkap. Di antaranya tentang corak mazhab Islam yang awal pertama masuk di Galuh. Sebab mitos pertemuan tokoh-tokoh Sunda dengan Sayyidina Ali bin Thalib ra dan masuk Islam kemudian menyebarkan Islam di Tatar Sunda; mungkin bisa diasumsikan Islam Mazhab Syiah yang dibawa oleh tokoh Sunda dalam mitos Islamisasi.
Meski tokoh Sunan Gunung Jati, Syaikh Datuk Kahfi, Syekh Nurjati, Syekh Idofi, Syekh Quro, Syekh Abdul Muhyi dan lainnya disebut kaum sufi, dan oleh Apipudin dilekatkan pada Mazhab Ahlussunah, tetapi tak ada ruang kajian yang detail dan tidak menyebutkan sumber maupun bentuk nyata dari ajaran Ahlussunah yang dipraktekkan oleh para wali tersebut.