Epistemologi Tasawuf adalah karya tulis Haidar Bagir. Buku tersebut selesai dan tuntas dibaca. Hanya sekedar baca. Tebalnya 186 halaman. Diterbitkan Mizan. Cetakan kedua, tahun 2018. Jarang sebuah buku bertema agama dan bernuansa akademik (filsafat dan sufistik) bisa laku sampai masuk cetakan dua.
Apalagi buku tersebut bagian dari disertasi, sehingga lumayan mesti paham dengan istilah dan idom yang digunakan dalam buku tersebut. Saya sendiri merasa tak mampu mencernanya. Tentu ini karena saya termasuk orang biasa saja.
Sekadar info buku "Epistemologi Tasawuf" terdiri tiga bab. Dilengkapi dengan tambahan uraian berupa ungkapan terima kasih dan lampiran.
Apa yang saya dapat dari buku "Epistemologi Tasawuf?" Yang saya dapatkan adalah pengetahuan tentang filsafat Mulla Shadra, mistik Suhrawardi, dan mistik Ibn Arabi. Uraian buku dominan terkait dengan Shadra, hikmah muta'aliyah. Sama seperti buku-buku filsafat Shadra yang ditulis Nasr, Morris, Rahman, Muthahhari, Kholid Al-Walid, dan lainnya yang sulit dicerna dan dipahami. Juga buku karya Haidar Bagir ini pun sulit dicerna. Beda dengan dua buku sakunya terdahulu: Buku Saku Filsafat Islam dan Buku Saku Tasawuf. Sangat mudah dipahami dan sistematik sehingga saya memahami konstruksi khazanah pemikiran Islam dalam konteks historis.
Dan buku EPISTEMOLOGI TASAWUF ini, teuas sareng sesah. Rupina teu aya anu nyangklung dina uteuk. Sanajan saderhana basana, anggeur bae simkuring teu ngarti. Naon anu teu ngarti? Eta perkawis "pengetahuan" sareng "kehadiran" anu teu ka harti keur naon fungsi na dina kamanusiaan? Tah sakitu bae... Insya Allah bade teras maosan buku sapertos anu dibahas ku Haidar Bagir.
Dan ini beberapa cuplikan dari buku Epistemologi Tasawuf, yang layak direnungkan ulang: (1) " ... pengetahuan yang meyakinkan, secara sempurna, tidaklah dapat diperoleh kecuali dengan mengikuti para nabi, menempuh suluk mereka yang benar, dan jalan mereka yang lurus" (hal.154); dan (2) "Bila sumber pengetahuan telah terjernihkan oleh hakikat taqwa, tersucikan dari keruh-keruh hawa nafsu, niscaya ia terciprati oleh Kalimat-kalimat Allah yang air lautan sekalipun tak akan cukup untuk menuliskannya" (hal.157). *** (Ahmad Sahidin, pegiat keagamaan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H