Manusia mempunyai kemampuan nalar untuk mengetahui suatu hal dengen alasan-alsan yang logis. Berfikir, daya ingat, dan pemahaman adalah elemen daripada nalar manusia. Penggunaan nalar ini juga membawa manusia untuk menuju kehidupan yang lebih baik dari zaman ke zaman dengen kemajuan perangkat kehidupan. Semakin nalar itu digunakan tau diasah dengan baik, maka kecerdasan dan intelektualitas seseorang akan semakin meningkat.
Kemajuan teknologi saat ini adalah salah satu dari kumulasi hasil penalaran daya pikir seseoarang dari masa ke masa. Kemajuan yang sangat pesat, yang dulunya manusia sangat bergantung pada kondisi alam menjadi bisa membuat rekayasa atas keadaan alam itu sendiri dengan bantuan teknologi.
Dan ketika manusia telah merasa mampu mengendalikan dunia, dia mempertanyakan eksistensi tuhan berdasarkan rasionalitas penalaran yang sifatnya adalah materialistis. Dia mencoba menalar keberadaan tuhan hingga mencari partikel-partikel wujud daripada tuhan, yang tentunya tidak akan pernah dia temukan dalam wujud tersebut.
Perlu digaris bawahi, bahwa nalar juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan inheren atau bawaan yang mana tidak jarang mengarahkan kapada kekeliruan. karena kemampuan nalar seseorang itu tunduk dan terbatas pada kontruksi pemahaman dan pengalaman keilmuan dan kondis sosial yang juga terbatas pada sekat ruang dan waktu.
Cukup konyol jika memaksakan hasil nalar kita untuk dijadikan acan kebenaran bersama yang absolut. Baniak sekali hal-hal di dunia ini yang belum kita ketahui, dan sering kita menemui kejadian-kejadian diluar nalar kita, tidak bisa dilogikakan untuk secara empiris. Akan terapi harus dilogikakan dengan pendekatan spiritual keimanan dengan petunjuk dari firman tuhan.
Terbukti banyak ide-ide logis panda suatu masa yang belum bisa diterima secara pasional dan terlihat bodoh, akan tetapi pada suta masa kemuadian hal itu bisa dibuktikan dengan nalar dan logika kebenarannya. Misklnya adalah komunikasi dapat terjadi melintasi dunia daam hitungan detik. Statement terse but tidak rasional pada masa teknologi belum ditemukan. Tapi sekarang hal itu sandat mudah untuk diterima kebenarannya.
Untuk mengetahui tuhan itu ada, sebenarnya bisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan asumsi logika yang sering kita gunakan mehari hari. Untuk mengetahui tuhan itu ada, tidak harus bertemu dengan tuhan. Kita bisa melihat dari tanda-tanda dan sifat-sifat tuhan yang bertebaran disekeliling kita. Contoh analogi sederhana daam kehidupan mehari-hari. Kita melihat ada meja di dalam rumah kita, apakah meja itu ada yang membuat tau meja itu terbuat dengan sendirinya tanpa ada yang membuat? Jawabannya pasti ada yang membuat.
Nah, sama halnya pengan alam seresta dan seisinya ini apakah ada yang membuat (menciptakan) atau dengan sendirinya tercipta? Kalau dengan sendirinya tercipta maka itu akan sangam mengerikan, berarti setiap partikel yang menyusun alam seresta ini mempunyai kekuatan dan kehandak sendiri dan bisa saling menyerangu satu sama lain. Kalau tercipta dengan sendirinya kenapa alam semesta ini seimbang? Dan planet-planet tidak bertabrakan sera mempunyai garis edarnya sendiri-sendiri? Sangatlah aneh jika memaksakan klaim bahwa alam seresta ini tidak ada yang menciptakan alias tercipta dental sendirinya.
Sebenarnya sangat sederhana untuk melogikakan bahwa ada tuhan pencipta alam seresta ini, dengan memperhatikan ciptaannya saja seharusnya sudah bisa membuat seseorang mengakui keberadaan sang pencipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H