Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Rodia

Seorang mahasiswa IAIN Ponorogo Jawa Timur

Menjelajahi Keindahan Desa Ngancar Plaosan Magetan

Diperbarui: 27 Agustus 2024   09:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) merupakan kegiatan wajib yang harus ditempuh para mahasiswa IAIN Ponorogo yang telah menyelesaikan perkuliahan hingga semester 6 dalam rangka melaksanakan salah satu Tri Dharma perguruan tinggi, yakni pengabdian. Kegiatan ini mengharuskan para mahasiswa untuk terjun langsung ke dalam kehidupan bermasyarakat sembari menerapkan dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya dengan harapan akan dapat membantu mengatasi segala problematika serta dapat memberdayakan segala potensi yang ada dalam masyarakat. Selain itu, para mahasiswa juga diharapkan dapat melatih dirinya sendiri dalam bergaul dengan masyarakat serta mengembangkan kemampuan, keahlian, dan keilmuan yang dimilikinya demi mempersiapkan kehidupannya di masa yang akan datang.

Kegiatan KPM yang merupakan nama lain dari KKN yang sudah umum dikenal ini terdiri dari beberapa jenis, seperti KPM Mono disiplin, Multi Disiplin, Tematik Inisiatif Mandiri (TIM), Responsif, dan Kompetitif. Setiap jenis tersebut memiliki ketentuan-ketentuan tersendiri yang disesuaikan dengan keadaan, kemampuan, dan keinginan para mahasiswa yang ditentukan semenjak berakhirnya perkuliahan semester 6. Penulis sendiri memilih jenis KPM TIM sesuai keinginan pribadi karena menurut penulis, jenis ini lebih jelas dan terarah tujuannya karena semenjak awal telah dirumuskan dan dimusyawarahkan bersama anggota kelompok lainnya terkait lokasi, kebutuhan, dan apa saja yang akan dilakukan di desa tujuan KPM berlangsung. Dengan begitu, penulis rasa jenis ini sangat unggul dibanding dua jenis lainnya.

Lokasi yang telah disepakati bersama anggota kelompok lainnya ialah desa Ngancar, kecamatan Plaosan, kabupaten Magetan, Jawa Timur. Lokasi ini dipilih sebagai opsi kedua setelah lokasi pertama yang bertempat di desa Alastuwo, kecamatan Poncol, Magetan gagal karena telah terlebih dahulu direncanakan sebagai lokasi KPM Mono-Multi Disiplin. Maka dari itu, disepakatilah desa Ngancar yang berada sedikit lebih ke atas dari Alastuwo sebagai lokasi KPM TIM 102.

Desa Ngancar ini menjadi salah satu opsi pilihan kami tentunya bukan tanpa sebab. Dari penelusuran terhadap data-data yang ada, kami menemukan beberapa permasalahan penting yang sejalan dengan tema yang kelompok kami ambil, yakni terkait “Ramah Anak dan Gender”. Salah satu permasalahan yang kami sorot ialah terkait banyaknya kasus stunting yang terjadi di desa Ngancar tersebut. Setidaknya lebih dari 15 anak terjangkit kasus stunting yang tersebar mulai dari dusun Geyong yang paling bawah hingga Cemoro Sewu yang paling atas. Selain itu, kasus bullying juga masih banyak terjadi, terutama dalam lingkup Sekolah Dasar. Kasus seperti ini tentu menjadi topik yang paling sesuai untuk diselesaikan demi menciptakan desa yang ramah anak. Namun dalam essay ini, penulis tidak akan membahas kasus ini, melainkan hanya menceritakan bagaimana keindahan dari sebuah desa yang berada di kaki gunung Lawu ini.

MENGENAL DESA NGANCAR

Desa Ngancar merupakan salah satu desa yang terletak di sebelah selatan kaki gunung Lawu serta berada di perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Desa ini masuk dalam wilayah kecamatan Plaosan, Magetan dan berada tepat di bawah Telaga Sarangan. Cukup melakukan perjalanan menanjak selama 5 menit, maka kita sudah bisa sampai ke pinggir telaga. Meskipun cukup dekat, namun perjalanannya tak semudah yang dibayangkan. Medan jalan yang sangat ekstrem cukup membuat setiap orang yang melewatinya merasa waswas. Jalan yang sempit dengan lebar hanya sekitar 1,5 meter, tanjakan yang sangat curam menyusuri jurang, serta tikungan yang terpatah-patah membentuk pola zigzag sangat menguji kemampuan berkendara bagi setiap orang yang melaluinya. Tak jarang pula jalur tersebut memakan korban. Bahkan dari anggota KPM kelompok 102 sendiri, setidaknya sudah ada 2 unit motor yang sampai harus mendapatkan perbaikan serius di bengkel. Maka dari itu, banyak dari masyarakat dan bahkan perangkat desa sendiri tidak berani untuk melewati jalur itu meskipun terdesak. Mereka lebih memilih untuk mencari jalan memutar melalui desa Dadi dan Ngerong di bawah yang lebih aman daripada melalui jalur atas, meskipun harus memakan waktu yang jauh lebih lama, yaitu sekitar 30 menit bahkan lebih.

Desa Ngancar terbagi menjadi 3 dusun, yakni dusun Geyong yang paling selatan, dusun Ngancar di tengah, dan dusun Cemoro Sewu di utara. Terdapat sedikit keanehan dari pembagian ini, yakni jarak dusun Cemoro Sewu yang cukup (bahkan sangat) jauh terpisah dari Ngancar. Perjalanannya sendiri untuk menuju ke sana bahkan mencapai lebih dari 30 menit dengan melintasi Sarangan terlebih dahulu, padahal Sarangan ini tidak termasuk wilayah dari Ngancar. Menurut informasi dari mbah Kamituwo Cemoro Sewu, dusun tersebut masuk ke dalam wilayah teritori desa Ngancar dikarenakan suara kentongan ketika dibunyikan maka yang berasal dari Ngancar dapat terdengar oleh penduduk Cemoro Sewu, sedangkan kentongan dari Sarangan tidak terdengar. Hal ini dikarenakan medan di daerah tersebut yang berada di atas Ngancar dan tertutup gunung-gunung Maka dari itu, dusun Cemoro Sewu akhirnya lebih memilih untuk mengikut desa Ngancar dibanding Sarangan yang lebih dekat sehingga menyebabkan wilayah desa Ngancar menjadi sangat luas.

Secara geografis, desa ini dikelilingi oleh pegunungan dan lahan pertanian yang subur, memberikan pemandangan yang menakjubkan serta sumber daya alam yang melimpah. Letak strategisnya di lereng Gunung Lawu menjadikan Desa Ngancar memiliki iklim yang sejuk, dengan curah hujan yang cukup tinggi, mendukung pertanian sayur-sayuran seperti kubis, wortel, tomat, cabe, dll sebagai mata pencaharian utama penduduknya. Medan yang berupa pegunungan ini menjadikan desa Ngancar memiliki pemandangan yang sangat indah. Terdapat banyak sekali destinasi wisata yang ada, seperti Air Terjun Tirtosari, Pundak Kiwo, kawasan perbukitan Botoh, Jenggrik, Bulak, dan lain sebagainya. Tak hanya itu, bahkan setiap sisi desa pun sudah cukup indah untuk menjadi tempat healing bagi setiap orang yang melewatinya. Puncak gunung Lawu, dataran rendah pulau Jawa yang mencakup Magetan, Madiun, dan bahkan Ponorogo dapat disaksikan langsung dari beberapa titik di desa ini.

Desa Ngancar berada pada ketinggian sekitar 800-1200 meter di atas permukaan laut, yang membuat suhu udara di sana relatif sejuk, berkisar antara 20-25 derajat Celsius. Keberadaan sungai kecil yang bersumber langsung dari gunung Lawu dan mengalir di sekitar desa juga berkontribusi pada kesuburan tanah. Selain itu, desa ini dikelilingi oleh hutan-hutan yang menjadi habitat berbagai flora dan fauna serta berfungsi sebagai penyangga ekosistem. Topografi yang berbukit-bukit memberikan tantangan tersendiri bagi penduduk dalam menjalankan aktivitas pertanian, namun juga menciptakan keindahan alam yang menawan.

Mata pencaharian utama penduduk Desa Ngancar adalah pertanian dengan fokus pada budidaya sayur-sayuran dan beberapa buah seperti stroberi. Tanaman sayuran seperti cabe, tomat, kubis, dan sayuran hijau lainnya tumbuh subur di lahan pertanian desa ini. Hasil pertanian dari Desa Ngancar kemudian dikumpulkan oleh pengepul lokal, kemudian dicuci di pencucian sayur milik desa, dan dikirim untuk mengisi kebutuhan pasar lokal maupun regional mulai dari Magetan, Ponorogo, Wonogiri, hingga Pacitan. Selain pertanian, beberapa warga juga berjualan berbagai macam kuliner di Telaga Sarangan seperti sate kelinci dan stoberi. Biasanya mereka berjualan di hari-hari tertentu saja seperti sabtu dan minggu. Hanya sebagian saja yang berjualan setiap hari dengan menerapkan sistem shift dengan beberapa karyawan maupun keluarga yang dimilikinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline