"Jangan baca. Berat. Kamu gak akan ngerti. Biar Aku saja." (Risani, 2018)
Meskipun agak terlambat, tapi tak apa. Biarlah tulisan ini mendedah Dilan dari sisi yang berbeda. Novel karya Pidi Baiq ini akhirnya di filmkan. Dan seperti biasa, setelah dirilis dan viral dimana-mana, sampailah pada suatu waktu ketika sebuah karya banyak dikritik, dinyinyiri, diparodikan, dan yang terpenting diulasi. Saya, juga akan melakukan itu, dengan cara saya.
Berlatar di Bandung tahun 1990, Film ini membuat saya berhitung: kira-kira ayah saya sudah kenalan belum yah sama ibu? Sementara tiga tahun berikutnya saya dilahirkan dan di tahun 2000 naik kelas 2 SD. Dan, di tahun 2018, ketika film ini rilis, saya masih jomblo di usia seperempat abad.
Dr. Muhammad Faisal dalam bukunya 'Generasi Phi', membantu saya untuk menjelaskan perihal reuni antar generasi ini. Anak muda seangkatan dengan Dilan di era 90-an, disebut generasi Omega. Yaitu mereka yang remaja dikisaran tahun 90-an. Anak-anak 90-an dikenal kreatif, dan pemain penting dalam membangun tren popculture yang nantinya akan menjadi inspirasi generasi setelah mereka.
Generasi Omega ini, saya sebut paleo-milenial. Sementara generasi Phi yaitu mereka yang remaja di era-2000-an, adalah milenial pertengahan (meso-milenial). Sebelum akhirnya masuk ke generasi Neo-alpha, bisa dikatakan masuk kategori Neo-Milenial, yaitu anak muda yang lahir pertengahan 90-an. Jadi saat Dilan remaja, generasi phi baru mau lahir (misalnya saya dan teman-teman seusia saya), dan generasi Z (mendekati generasi neo-alpha), yang lahir sekitar 5-10 tahun setelah saya lahir.
Kota Bandung, tempat Dilan dibesarkan identik dengan kota trendsetter dan creative embrio yang cukup mempengaruhi trend anak muda di Indonesia. Bersama Jakarta, kota ini patokan dalam memberi warna bagi tumbuh kembang anak-anak muda di negeri ini. Tapi kita tak akan bahas soal Bandungnya. Kita akan fokus pada gelombang generasinya saja. Dimana Dilan 1990 adalah generasi Omeganya.
Eksistensi generasi Omega ini lebih kokoh ketimbang generasi setelahnya, dengan alasan jiwa survival mereka telah teruji saat beradu eksistensi dengan orde baru. Mereka adalah leader bagi generasi setelahnya.
Penonton film Dilan terbagi menjadi dua kelas, pertama kelas dewasa adalah anak muda generasi phi, yang sebetulnya di tahun 2000-an jadi anak Sekolah Dasar dan Menengah. Pada generasi ini, misalnya musik, mereka lebih kenal Peterpan dan Nidji ketimbang Jamrud atau Pure Saturday. Barangkali lagu pertama yang mereka hafal 'Mimpi Yang Sempurna' atau 'Hapus Aku'. Di dunia perfilman, generasi omega remaja diwakili oleh sosok Rangga, seorang pria misterius tapi romantis, dan selalu bertanya: Ada Apa Dengan Cinta?
Kelas kedua, mereka yang sering kita bully sebagai micinersdan kaum alay di media sosial. Mereka memang benar-benar lahir saat dunia media maju pesat. Gajet dan internet bukan saja sebagai gaya hidup. Tapi alasan mereka dilahirkan. sebagai nativeusers.
Generasi ini adalah neo-alpha yang saya maksud. Mereka, meminjam istilah Dr. Muhammad Faisal, disebut thetruthseeker. Berada diantara titik konservatif dan modernitas.
Ini generasi terbaru dari kelompok anak-anak muda Indonesia. Mereka menyaksikan langsung era dimana boyband menjamur dan runtuh dalam rentang waktu kurang dari 5 tahun eksis. Mereka juga lebih menikmati band indie ketimbang band-band label pada umumnya. Di dunia film, sosok Keenan dalam Perahu Kertas, cukup mewakili sifat anak-anak gen Z yang lepas dan memiliki minat yang kuat pada passion. Seperti Keenan yang bersikeras untuk menjadi seorang seniman lukis.