Lihat ke Halaman Asli

Kisah Kapten Baron

Diperbarui: 4 Februari 2017   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu semuanya terlihat merah. Angin sedikit bising menjilat-jilat kepala hingga lutut hingga dingin menerpa. Matahari tengah menunggu sesuatu sepertinya, sebelum ia membenamkan diri di ujung barat. Lautan memanggil-manggil. Ikan-ikan bersembunyi. Di atas geladakutama kapal, Kapten Baron berdiri gelisah sambil memegang erat senapan kebangaannya. Senapan itu ia beri nama “Khon”.

Suara tiang layar berderit-derit, kesusahan memanggul tali serta kain layar tua yang lapuk. Kapten Baron berjalan maju mendekati haluan kapal. Kapten Baron berhenti. Tersenyum memandangi laut.

“matahari belum juga tenggelam Khon. Hal Ini terasa lebih lama dari biasanya”

Kapten baron memperlebar senyumannya. Raut wajahnya memperlihatkan kesenangan lama yang serasa telah hadir kembali. Dia tetap memegang Khon dengan keras, sambil menghirup nafas panjang. Sangat panjang dan lama.

Tiba-tiba Kapten Baron terbatuk, sambil memegang dadanya sampai tersandar ke badan kapal. “aku tidak lagio muda Khon. Mengirup nafas panjangpun aku kini tak sanggup”. Lalu ia tertawa keras, sampai membuat Didi, sang awak yang setia berlari keluar dari kabin hendak melihat kondisi kaptennya.

“jangan kau sinari aku dengan senter tua itu Didi. Aku bukanlah pembajak ulung yang ingin merampas kapalku sendiri”.

“kapten!? Kenapa tidak beristirahat? Lihat, kapten jadi tidak sehat kelihatannya”.

“jangan cemaskan aku Didi. Kaptenmu ini tidak akan bisa di takhlukan oleh makhluk apapun”. Masih tertawa.

“tapi kapten ditakhlukan oleh batuk, dan batuk akan takhluk oleh obat batuk. Kapten, minumlah obatmu segera. Saya akan segera ambilakan”. Didi bergegas berdiri. Tapi langkahnya di hentikan oleh perintah kapten. “aku minta kamu berhenti Didi, batuk ini bukanlah makhluk. Jadi wajar saja aku kalah olehnya. Kamu jangan cemas, aku membawa air putih”. Kapten berdiri perlahan. “aku yakin, air putih sanggup menolak kematianku”

Didi tersenyum kagum melihat semangat kaptennya, sentak berdiri tegap sambil memberikan hormat. “hidup di atas samudera, mati berkubur laut”.

“hidup di atas samudera, mati berkubur laut”. Jawab Kapten baron sambil mengangkat senapannya tinggi ke udara. Didipun kembali ke kabin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline