Kecamatan Sungai Manau lama yang sudah dipecah atau sudah mekar menjadi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Sungai manau, Kecamatan Pangkalan Jambu dan Kecamatan Renah Pembarab banyak yang sudah beralih profesi yang dulunya sebagai petani dan penyadap getah karet menjadi pencari emas dikarenakan hasil tani yang dirasa tidak menjanjikan dan hasil mencari emas yang bisa diharapkan.
Namun, penambang emas skala kecil atau penambang emas tradisional di kecamatan sungai manau lama ini umumnya, baik itu penambang resmi maupun illegal masih menjadi penyumbang yang besar terhadap B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) berupa limbah merkuri. Mereka menggunakan merkuri tersebut untuk menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari butir-butir bebatuan. Endapan Hg (hydrargyrum) ini disaring menggunakan kain untuk mendapatkan sisa emas. Endapan yang tersaring kemudian diremas-remas dengan tangan. Air sisa-sisa penambangan yang mengandung Hg dibiarkan mengalir ke sungai dan dijadikan irigasi untuk lahan pertanian.
Selain itu, komponen merkuri juga banyak tersebar di karang, tanah, udara, air, dan organisme hidup melalui proses fisik, kimia, dan biologi yang kompleks. Merkuri dapat terakumulasi dilingkungan dan dapat meracuni hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Acidic permukaan air dapat mengandung signifikan jumlah raksa. Bila nilai pH adalah antara lima dan tujuh, maka konsentrasi raksa di dalam air akan meningkat karena mobilisasi raksa dari dalam tanah. Setelah raksa telah mencapai permukaan air atau tanah dan bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa Hg organik oleh mikroorganisme (bakteri) di air dan tanah. Senyawa Hg organik yang paling umum adalah methyl mercury, suatu zat yang dapat diserap oleh sebagian besar organisme dengan cepat dan diketahui berpotensi menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf pusat.
Persoalan penggunaan merkuri ialah persoalan serius yang dihadapi Indonesia, hal ini tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Jeratan hukum bagi pelaku PETI yang mencemari sungai, setiap orang dilarang untuk membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup terdapat pada Pasal 69 ayat (1) huruf f UU PPLH, selanjutnya bagi penambang emas yang membuang limbah B3 ke sungai dapat dikategorikan kedalam perbuatan dumping (pembuangan), yang mana maksudnya adalah kegiatan membuang, menempatkan dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu Pasal 59 ayat (1) dan (4) UU PPLH jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XII/2014. Apabila dumping limbah ke sungai dilakukan tanpa izin, penambang emas melanggar Pasal 60 UU PPLH. Akibatnya, setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar. Selain itu Pasal 103 UU PPLH menyebutkan setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H