Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Riddi Gazali

Panggil saja Riddi

PETI yang Menghasilkan Limbah B3 di Kecamatan Sungai Manau, Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin

Diperbarui: 19 Mei 2021   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Kecamatan Sungai Manau lama yang sudah dipecah atau sudah mekar menjadi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Sungai manau, Kecamatan Pangkalan Jambu dan Kecamatan Renah Pembarab banyak yang sudah beralih profesi yang dulunya sebagai petani dan penyadap getah karet menjadi pencari emas dikarenakan hasil tani yang dirasa tidak menjanjikan dan hasil mencari emas yang bisa diharapkan.

Namun, penambang emas skala kecil atau penambang emas tradisional di kecamatan sungai manau lama ini umumnya, baik itu penambang resmi maupun illegal masih menjadi penyumbang yang besar terhadap B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) berupa limbah merkuri. Mereka menggunakan  merkuri tersebut  untuk  menangkap  dan  memisahkan   butir-butir   emas   dari   butir-butir   bebatuan.   Endapan   Hg (hydrargyrum)   ini   disaring   menggunakan  kain  untuk  mendapatkan  sisa  emas.  Endapan  yang  tersaring  kemudian diremas-remas  dengan  tangan.  Air  sisa-sisa  penambangan  yang  mengandung  Hg  dibiarkan  mengalir  ke  sungai  dan  dijadikan  irigasi  untuk  lahan  pertanian.

Selain  itu,  komponen  merkuri  juga  banyak  tersebar  di  karang,  tanah,  udara,  air,  dan  organisme  hidup melalui proses fisik, kimia, dan biologi yang kompleks. Merkuri dapat terakumulasi dilingkungan dan dapat meracuni hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme.  Acidic  permukaan  air  dapat  mengandung  signifikan  jumlah  raksa.  Bila nilai pH adalah antara lima dan tujuh, maka konsentrasi raksa di dalam air akan meningkat  karena  mobilisasi  raksa  dari  dalam  tanah.  Setelah  raksa  telah  mencapai  permukaan  air  atau  tanah  dan  bersenyawa  dengan  karbon  membentuk  senyawa  Hg  organik  oleh  mikroorganisme  (bakteri)  di  air  dan  tanah.  Senyawa  Hg  organik  yang  paling umum adalah methyl mercury, suatu zat yang dapat diserap oleh sebagian besar organisme  dengan  cepat  dan  diketahui  berpotensi  menyebabkan  toksisitas  terhadap  sistem saraf pusat.

Persoalan penggunaan merkuri ialah persoalan serius yang dihadapi Indonesia, hal ini tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Jeratan hukum bagi pelaku PETI yang mencemari sungai, setiap orang dilarang untuk membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup terdapat pada Pasal 69 ayat (1) huruf f UU PPLH, selanjutnya bagi penambang emas yang membuang limbah B3 ke sungai dapat dikategorikan kedalam perbuatan dumping (pembuangan), yang mana maksudnya adalah kegiatan membuang, menempatkan dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu Pasal 59 ayat (1) dan (4) UU PPLH jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XII/2014. Apabila dumping limbah ke sungai dilakukan tanpa izin, penambang emas melanggar Pasal 60 UU PPLH. Akibatnya, setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar. Selain itu Pasal 103 UU PPLH menyebutkan setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline