Lihat ke Halaman Asli

Ahmad RickyArdiansyah

Mahasiswa/Prodi Sejarah : Pendidikan Sejarah/Universitas Negeri Malang

Gotong Royong dalam Proses Nampangin di Desa Sidodadi, Kabupaten Probolingo

Diperbarui: 8 Maret 2023   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Desa Sidodadi yang berada di Kecamatan Paiton ialah kawasan yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Profesi petani ini sudah diturunkan dari zaman dulu dari orangtua kepada anaknya. 

Persawahan atau lahan sawah yang terdapat disana sebagian besar masih dikerjakan oleh si pemilik lahan, baik dari ketika penanaman bahan pangan, hingga saat panen. 

Namun saat panen tentu saja mereka akan dibantu oleh tetangga mereka tanpa harus membayar melainkan cukup dengan memberi makan orang yang telah membantu. Dalam setahun akan terjadi rolling atau pergantian bibit yang ditanam mulai dari padi, kemudian jagung, selanjutnya tembakau. 

Padi akan dipanen 3 bulan sekali sama halnya dengan jagung dan tembakau setiap 6 bulan sekali. Setiap panen memiliki keunikan sendiri dalam cara memanen, kegiatan setelah panen, hingga saat diolah atau dijual. Nah disini yang akan kita bahas ialah pada tanaman tembakau yang mana keunikannya terletak pada saat ia telah selesai dipanen dan akan dijual yang mana kemudian akan diolah menjadi rokok batangan.

Pemanenan tembakau dilakukan dengan cara memotong daunnya dari batang tembakau ketika telah berwarna kuning, yang mana apabila terkena tangan maka akan membuat tangan berwana hitam, maka dari itu mayoritas petani menggunakan sarung tangan ketika memanen tembakau. 

Kemudian setelah dipanen, daun tembakau tersebut akan dilipat atau di Madura biasa disebut dengan “nampe” atau melipat daun tembakau  yang hasil akhir dari lipatan ini akan berbentuk persegi atau belah ketupat. 

Setelah daun tembakau selesai dilipat, kemudian akan dibiarkan selama 3 – 4 hari agar menguning sempurna, setelah menguning maka daun tembakau tersebut telah siap dipasat atau dipotong. Kebanyakan wilayah lain ketika saat pemotongan ini menggunakan mesin, namun di Desa Sidodadi masih menggunakan cara tradisional yang mana manusia sebagai penggerak atau komponen utamanya.

Hampir setiap pada saat “masat” atau pemotongan ini dilakukan tengah malam, dengan tujuan esok hari dapat langsung di jemur. Pada saat kegiatan pemotongan tembakau ini, para tetangga sudah berkumpul di tempat orang yang akan melakukan hal tersebut, dan hampir tidak pernah terjadi tabrakan antara tetangga yang satu dengan tetangga yang lain ketika akan menjemur tembakaunya, jadi hal ini menyebabkan seisi desa membantu satu orang untuk menyelesaikan hajatnya tersebut. 

Setelah daun tembakau dipotong menjadi tipis, super duper tipis maka akan diletakkan di sebuah media, biasa disebut “bidik”  yang terbuat dari anyaman bambu. Proses meletakkan ini kerap disebut nampangin, nampangin ini dilakukan oleh seluruh warga desa atau tetangga yang berdekatan yang mana mayoritasnya ialah perempuan. 

Menurut sepengetahuan saya ada alasan tersendiri mengapa proses ini dilakukan oleh perempuan , karena tingkat ketebalan serta jarak dari setiap untaian potongan harus pas agar nantinya daun tembakau tersebut dapat kering dengan sempurna. 

Menurut saya hal ini merupakan sebuah keunikan atau ciri khas dari Desa Sidodadi yang mana belum banyak menggunakan teknologi pada proses dari panen hingga selesai panen, serta sikap gotong royong antar tetangga yang masih terjaga hingga saat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline