Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Ricky Perdana

gemar travelling, fotografi dan menulis

Yuk Saling Introspeksi, Stop Menebar Kebencian dan Provokasi

Diperbarui: 18 Mei 2019   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stop Provokasi - kompasiana.com

Tak terasa kita sudah menjalani hampir separuh ibadah bulan suci Ramadan. Tak terasa sebenar lagi kita kembali akan menjalani hari raya idul fitri. Dalam menjalani ibadah di bulan suci, dan dalam rangkap menyambut datangnya hari yang fitri, kita harus menyiapkan diri secara fisik dan lahir. Untuk menyambut semua itu, kita harus membersihkan pikiran, ucapan dan perilaku kita dari segala bentuk perbuatan yang tidak terpuji. Salah satunya adalah bibit kebencian, yang dimiliki hampir semua manusia yang ada di bumi ini.

Mengendalikan kebencian agar tidak menjala kemana-mana, merupakan jihad yang sesungguhnya. Berawal dari kebencian, semua ucapan dan perilaku negative bisa terjadi. Mari kendalikan kebencian itu agar tidak menyebar. Dan bulan Ramadan merupakan momentum bagi kita, untuk bisa belajar mengendalikan kebencian agar tidak berubah bentuk menjadi provokasi dan persekusi. 

Ramadan ibarat sebuah sekolah, yang menuntut kita untuk belajar. Dan puasa merupakan salah satu bentuk dari pembelajaran itu sendiri. Dalam kehidupan nyata, puasa tidak hanya belajar menahan lapar, tapi juga harus bisa belajar tidak menyebar provokasi dan kebencian. Karena di era milenial ini, penyebaran provokasi, kebencian dan kebohongan sudah begitu massif.

Ketika memasuki tahun politik, pada 2018 hingga 2019 ini, penyebaran kebencian dan kebohongan terus saja terjadi. Awalnya aktifitas itu dilakukan di dunia maya, pelan-pelan berlanjut ke dunia nyata. Praktek ini kemudian berlanjut dalam keseharian. Seseorang sangat mudah sekali menyampaikan kebenciannya di dunia maya. 

Bibit kebencian inilah yang tanpa disadari, telah mendekatkan banyak orang pada bibit radikalisme dan intoleransi. Ketika radikalisme dan intoleransi sudah masuk dalam pikiran, makan bibit terorisme sudah berada di depan mata.

Jika kita melihat hari ini, penyebaran kebencian dan kebohongan masih saja terjadi. Demi kepentingan politik, Ramadan yang semestinya diisi dengan ucapan dan perilaku baik, justru diwarnai dengan saling benci satu dengan yang lain. Bahkan provokasi demi provokasi juga masih terus dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. 

Provokasi mengajak masyarakat untuk tidak mempercayai hasil pilpres dilakukan. Bahkan ada juga tokoh yang mengajak masyarakat untuk tidak membayar pajak ke negara. Contoh ini semestinya tidak dilakukan oleh para tokoh masyarakat, tokoh agama ataupun tokoh politik, yang memang ikut terlibat dalam kepentingan politik

Disisi lain, dibalik hiruk pikuk politik di bulan Ramadan, nampaknya semakin jadi. Di bulan yang semestinya diisi dengan berbagai kebaikan, justru semakin banyak provokasi. Tersangka demi tersangka mulai ditetapkan oleh polisi atas dugaan makar yang dilakukan oleh sejumlah tokoh. Mari kita sudahi semua ini. 

Mari kita jadikan Ramadan sebagai momentum untuk melakukan introspeksi diri. Mari kita menjadi pribadi yang terhindar dari segala pengaruh buruk. Mari kita habiskan Ramadan yang tersisa, dengan kebaikan. Mari saling menghargai, belajar menerima kekalahan atau kemenangan, dan belajar menjadi pemimpin yang baik bagi negeri ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline