Di tahun politik ini, berbagai cara dilakukan para pihak yang bertarung dalam perhelatan pilpres 2019, bisa duduk dalam kursi kekuasaan. Di masa kampanye seperti sekarang ini, timses harus kerja keras, agar paslon yang diusungnya bisa mendapatkan tempat di hati para calon pemilih.
Berbagai janji berterbaran, berharap agar masyarakat di era milenial ini bisa memilih di hari pencoblosan. Namun pada kenyataannya, tidak sedikit juga diantara para timses ini menyebarkan hoax untuk tujuan politik. Hoax semacam ini umumnya digunakan untuk menurunkan elektabilitas pasangan calon.
Kasus Ratna Sarumpaet, yang saat ini masih saja ramai diperbincangkan, bisa jadi merupakan contoh yang tepat untuk menggambarkan hoax politik dan politisasi hoax. Sampai saat ini, tidak ada yang mengetahui apa maksud dan tujuan Ratna yang sempat membuat pengakuan bohong tentang penganiayaan tersebut.
Dan apa pula maksud para elit politik langsung merespon secara reaktif, dengan menggelar konferensi pers. Bahkan tidak sedikit yang turut menyebarkan informasi bohong tersebut. Mungkin hal ini tidak langsung berhubungan dengan politik, namun reaksi para elit yang cenderung berlebihan itulah yang bisa membuat hoax ini dipolitisir.
Hal serupa juga terjadi setelah pengakuan Ratna. Setelah para elit membuat permohonan maaf telah menyebarkan berita bohong tersebut, politisasi hoax tetap saja masih terjadi. Ironisnya, politisasi ini banyak dilakukan oleh kedua belah pihak.
Baik itu pihak oposisi ataupun petahana. Perseteruan ini begitu nyata di dunia maya. Semuanya saling memperdebatkan, saling mencaci, saling menjatuhkan, saling mengklarifikasi, dan saling yang lain, tentang hoax Ratna.
Kenapa mereka sibuk memperdebatkan hoax? Kenapa mereka tidak memperdebatkan tentang program? Atau mungkin membahas isu paragames yang sekarang ini sedang berlangsung? Atau isu lain yang jauh lebih mempunyai manfaat bagi masyarakat.
Mari kita sudahi perdebatan soal hoax ini. Mari gunakan masa kampanye ini, untuk mendiskusikan hal-hal yang sifatnya positif. Saling beradu dalam tataran ide dan gagasan. Janganlah saling beradu kebencian antar sesama.
Percuma kita berlomba mendapatkan pemimpin yang amanah, tapi kondisi masyarakat dibawah saling berseteru hanya untuk kepentingan sesaat. Jika semua pihak, termasuk kita semua yang ada dibawah ini, mendiskusikan atau saling ada program, pemimpin yang lahir pun akan jauh lebih bermutu. Kenapa? Karena timses dan seluruh masyarakat mendorong lahirnya ide dan gagasan baru.
Ingat, Indonesia saat ini masih berduka karena gempa dan tsunami di Palu, Sigi dan Donggala. Lombok pun juga masih dalam proses recovery. Semestinya, para elit politik, timses, atau pihak-pihak lain yang terlibat dalam perhelatan pilpres ataupun pileg, juga aktif dalam mendorong masyarakat yang sadar bencana misalnya.
Bagaimana program pemerintah kedepan, agar daerah yang rawan bencana ini tidak banyak menimbulkan korban jiwa ketika terjadi bencana. Bukankah diskusi semacam ini jauh lebih bermanfaat dari pada memperdebatkan soal hoax politik atau politisasi hoax?