Di sebuah media, Ali Fauzi, adik dari terpidana bom Bali, menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara damai. Indonesia merupakan negara yang penuh dengan keanekaragaman. Karena Indonesia negara damai, maka tidak dibenarkan jihad dengan cara kekerasan di lakukan di Indonesia.
Tidak dibenarka berbagai aktifitas teror dilakukan di ruang lingkup NKRI. Bahkan, mantan instruktur perakitan bom Jamaah Islamiyah ini, kemudia mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian, sebuah yayasan yang didirikan dan beraganggotan mantan napi terorisme dan kombatan.
Umar Patek, terpidana 20 tahun, juga pernah menegaskan hal yang sama. Karena Indonesia negara damai, tidak ada alasan melakukan serangkaian aksi teror di Indonesia. Karena itulah, Umar memutuskan kembali ke pangkuan NKRI. Bahkan, mantan buronan Amerika Serikat, Filipina dan Indonesia ini, selalu mengibarkan bendera merah putih setiap peringatan 17 Agustus 1945.
Pengakuan mantan teroris paling dicari itu, semestinya menjadi contoh bagi sebagian masyarakat, yang saat ini masih memilih jihad dengan cara melakukan jalan teror. Seperti kita tahu, penyebaran paham radikalisme dan terorisme, saat ini terus terjadi di Indonesia. Tidak hanya dilakukan dengan cara konvensional, tapi juga dengan cara memanfaatkan kecanggihan teknologi. Media sosial yang saat ini digemari oleh generasi muda, dipilih sebagai alat untuk menyebarkan propaganda, merekrut anggota, hingga mencari dana. Dan hasilnya, banyak generasi muda kita yang terpapar paham kekerasan.
Indonesia merupakan negara besar, dengan keanekaragaman suku dan budaya. Indonesia membutuhkan generasi yang toleran, demi terciptanya negeri yang damai. Pada kenyataannya, keberagaman di Indonesia saat ini mulai ada yang mengganggu. Tindakan intoleran meningkat, seiring semakin masifnya propaganda kelompok radikal. Paham radikalisme dan terorisme, terus berkembang mempengaruhi generasi penerus. Hal itulah yang kemudian bisa berpotensi pada kehancuran bangsa yang besar ini jika terus dibiarkan.
Keragaman di Indonesia saat ini adalah fitrah yang tidak bisa dihindari. Keragaman tersebut ibarat dua sisi mata pedang bilamana dikelola dengan baik akan menjadi modal penting membangun Indonesia yang damai. Sebaliknya, keragamaan akan menimbulkan perpecahan dan keruntuhan bangsa ini. Dalam keragaman itulah, kita dituntut untuk tidak terus mengedepankan ego. Kita dituntut untuk tidak saling bertikai dan mengumbar kebencian.
Dalam QS Al-Hujurat ayat 13, disebutkan, "Wahai sekalian manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian kami jadikan kamu bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paing mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa".Ayat diatas menegaskan bahwa keberagaman sejatinya merupakan anugerah dari Allah SWT. Manusia tidak bisa menghindari takdir yang telah diberikan Sang Maha Pencipta. Kalau kita bisa melihat secara positif, hikmah dari keberagaman ini mengantarkan kita agar saling mengenal satu dengan yang lain, seperti yang dijelaskan dalam Al Qur'an.
Sebagai masyarakat yang tinggal di Indonesia, merawat keberagaman merupakan keharusan. Karena negeri ini memang mempunyai tingkat keberagama yang tinggi. Untuk itulah, diperlukan toleransi dan saling menghormati yang tinggi, agar tidak saling membenci. Karena jika kebencian masih belum bisa dihilangkan, dikhawatirkan bisa berpotensi mengganggu kerukunan antar umat yang selama ini sudah terjalin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H