Oleh : Rendra, Pemerhati Budaya/Peneliti/Kurator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan.
Di tengah arus modernitas, Katupat Kandangan tetap menjadi primadona dalam berbagai acara, mulai dari syukuran keluarga hingga perayaan hari besar keagamaan. Makanan ini seolah menjadi benang merah yang menghubungkan masyarakat Hulu Sungai Selatan dengan warisan nenek moyang mereka.
Apa yang membuatnya begitu istimewa? Selain rasa, proses pembuatan Katupat Kandangan juga sarat akan nilai-nilai kearifan lokal. Dari pemilihan bahan hingga elemen-elemen pendukungnya, Katupat Kandangan menyimbolkan bagaimana dulu nenek moyang orang Kandangan bijak dalam memanfaatkan sesuatu yang ada (terkait hal ini akan kita bahas khusus pada paragraf lain).
Secara historis Katupat Kandangan tidak lepas dari perkembangan kota Kandangan itu sendiri yang merupakan sebuah district di wilayah Afdeling Hulu Sungai yang pada masa lalu menjadi pusat perkebunan kelapa dan penghasil kopra. Sulit untuk melacak sejak kapan tepatnya ada warung Ketupat Kandangan pertama muncul.
Massifnya penyebaran warung ketupat Kandangan sudah sejak lama terjadi bahkan sampai ke luar kawasan Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang dibawa oleh diaspora masyarakat Kandangan, contohnya seperti ungkapan Atma Prawira (turunan diaspora masyarakat Kandangan di Banjarbaru), dulu nenekny yang hijrah dari Kandangan ke Banjarbaru membawa resep ketupat Kandangan dan membuka warung Katupat Kandangan mungkin yang pertama di kota Banjarbaru sekitar tahun 60-an.
Lain lagi dengan Hasan dan Husin yang mengatakan neneknya yang sudah membuka warung ketupat Kandangan di dekat kampung Parincahan yang diperkirakan pada masa kolonial Hindia-Belanda.
Katupat Kandangan memang diduga kuat mulai hadir dan berkembang pada saat era kolonial Hindia-Belanda yakni ketika Clapperculture atau perkebunan kelapa mulai digalakan di Kandangan. Kopra yang menjadi primadona ekspor dari Kandangan, jumlahnya sangat melimpah. Ketersediaan dan melimpahnya bahan baku dari pohon kelapa inilah yang pada gilirannya mendorong pemanfaatannya oleh masyarakat di kota kandangan.
Unsur "kelapa" dalam katupat Kandangan sangat begitu dominan. Mulai dari anyaman ketupatnya yang terbuat dari daun kelapa, kuahnya yang terbuat dari santan kelapa, tusukan ikan haruannya, bahkan dahulu untuk memangang ikan untuk lauknya masih terbuat dari pelepah pohon kelapa. Bahkan sabut dan tempurungnya pun digunakan untuk bahan bara pembakarnya.
Katupat Kandangan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia tahun 2022 silam. Kepopuleran Ketupat Kandangan bahkan mungkin melampaui "Soto Banjar". Katupat Kandangan bisa saja tak se-populer Soto Banjar jika di luar Kalimantan. Namun Katupat Kandangan merajai pangsa kuliner lokal di Kalimantan Selatan khususnya untuk kelas makanan berat seperti Soto Banjar dan Gangan Paliat dari Kalua .
Tidak seperti Soto Banjar, Katupat Kandangan massif menyebar bersama diaspora orang Kandangan ke berbagai daerah di Kalimantan Selatan, Timur dan Tengah bahkan di Banjarmasin yang merupakan tuan rumah dari kuliner Soto Banjar itu sendiri, warung Katupat Kandangan juga tak kalah menancapkan pengaruhnya di daerah Kuala Banjar apalagi dengan adanya koloni diaspora orang-orang Kandangan di wilayah Gambut dekat Banjarmasin.