Lihat ke Halaman Asli

Catatan-catatan Kisah, Si Senyum Teratai...

Diperbarui: 8 Juni 2023   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : @fallsonata 

Sinar-sinar lampu di jalan-jalan pelosok kampung, ramai menghiasi gelapnya yang kelam. Kala itu, Aku sedang berada disitu. Ditepi jalan yang ada sebuah tiang listrik dan menyandarkan diri, seusai kegiatan sehari-hariku berjualan di pasar malam.

Kebetulan saat itu, ramai pembeli tidaklah seperti biasanya. Akan tetapi, begitulah mekanisme dalam hal mencari uang. Ada masa dimana berkelimpahan atau istilah lainnya ramai pembeli, namun ada juga masa-masa dimana harus menyisakan barang, karena pembeli tak banyak.

Aku berdiam diri disana, menyaksikan Orang-orang kumuh nan lesu berjalan kesana-kemari. Tak lama kemudian, dalam saku bajuku, ku keluarkan sebuah lembaran foto yang tersimpan dan selalu bersamaku dimanapun diriku pergi.

Foto itu, adalah pujaan hatiku yang selalu kuharap-harapkan untuk memilikinya. Seorang Perempuan yang begitu rajin. Sosoknya selalu tak pernah kenal lelah. Kecantikan itu memang sifatnya relatif. Namun, melihat sikapnya yang demikian, kupikir Ia sudah tak pantas lagi dikatakan perempuan cantik yang hanya sebatas relatif.

Jamak sudah kulihat, Orang-orang yang ekonomi berkecukupan bahkan lebih, hidup dalam kemewahan dan menutup dirinya untuk bersosialisasi pada Orang-orang seperti diriku yang dhu'afa. Tetapi tidak dengan dia. Walau hidupnya yang mapan, sikap rendah hati itu begitu memukau.

Mula-mula, Aku hanya sebatas menjalin tali pertemanan sebagai sesama pedagang saja dan tidak pernah berpikir untuk lebih daripada itu. Namun, takdir selalu mempertemukan kita secara terus menerus seolah-olah bagaikan tanpa henti.   

Disebabkan takdir yang berjalan sistematis seperti itulah, benih-benih rasa itupun akhirnya tumbuh. Tumbuh, bagaikan Bunga mawar yang merekah. Merekah, menebar wangi dan ke-indahannya. Dan keindahan itu, bersatu lalu menyatu dalam perasaan cintaku yang tulus untuk selalu menginginkannya.

Buku diary-ku sudah sampai dihalaman ke-70. Tanpa harus dielakkan dan dikesampingkan, perasaan yang begitu mendalam ini pun lantas kutuliskan didalamnya. Perempuan itu, namanya Ayu. Dan, tanpa harus ditafsirkan, nama tersebut memang sudah senantiasa menyelimuti paras serta karakternya.

Kalau banyak Orang berkata bahwa "Pujaan Hatiku Hanyalah Kamu." Maka, teruntuk diriku, sudah pasti adalah dirinya. Saat ini, itulah yang kurasa. Ironisnya, perasaan ini tak pernah kusampaikan kepadanya. Foto itu, Aku mengambilnya dari saku celananya yang terjatuh, ketika Ia mengambil sesuatu dari dalamnya.

Ketika genggaman tanganku menyimpan fotonya, Ia pun pergi bersama kedua adik yang selalu membantu dirinya dalam hal berusaha tersebut. Pasar pun menjadi sunyi. Semua teman-teman pengais rezeki uang-uang receh para dermawan, telah beristirahat. Tetapi Aku, singgah disitu untuk masih tetap ingin memandangnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline