Lihat ke Halaman Asli

Perspektif Remaja, dan Pola Hidupnya

Diperbarui: 25 Mei 2023   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: kibrispdr.com 

Kebahagiaan dan berkat terbesar daripada karunia Tuhan, khususnya kita sebagai sepasang sejoli (suami-istri) yang selalu ingin, dan kita damba-dambakan agar senantiasa mengalaminya; adalah tentunya diamanahi keturunan atau lebih tepatnya kehadiran seorang Anak.

Sebab, bila hanya dengan hadirnya anak-anak dalam kehidupan rumah tangga-lah, kita selaku orang-tua menyadari tentang hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Hakikat untuk mengasihi, menyayangi, mengayomi, mendidik, merawat, dan juga membesarkan. Seperti halnya Dia Yang Maha Kuasa, yang selalu memancarkan kasih dan rahmatNya, pada kita pastinya selaku hamba.

Atas dasar persepsi itulah; didalam rangka Orang-Tua menjalankan kedudukan, tugas, dan fungsi hal tersebut, Kami mencoba untuk memaparkan gaya-gaya hidup yang biasa dilakukan para anak-anak, terkhusus tatkala usia remaja sudah mulai menginjaknya.

Para sahabat, Kita tentu berharap dan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menjadikan Anak-anak kita agar dapat tumbuh menjadi individu-individu yang berguna untuk masa depan. Kata lain daripada istilah "berguna" tersebut, adalah "Ultimate-Gold" atau "Masa depan yang cerah" pastinya. Bisa juga diistilahkan menjadi "Generasi Emas" dan asumsi-asumsi terpuji lainnya.

Impian ini, normal dimiliki seluruh Orang-Tua di seluruh Dunia, yang memang sangat mencintai anak-anaknya. Terlebih lagi, manakala kehadirannya tergenapi tatkala usia lanjut, sudah menyertai kita.

Ambillah salah satu contoh pada diri seorang Nabi Ibrahim. Menilik sejarahnya, Nabi Ibrahim dikaruniakan anak bernama "Ismail" kala usia Beliau sudah menginjak 86 tahun. Kemudian anak keduanya yaitu "Ishak" yang terlahir ketika usianya genap 100 tahun.

Maka dari besitan-besitan pada benak pikir perihal tersebut, lantas membuat kita para Orang-Tua lalu menjadi agak egaliter dalam mengayomi Anak didalam rumah. Dan juga di satu sisi, pendidikan formalitas sontak menjadi semacam tolak ukur yang kita jadikan sumber harapan tadi.

Oleh karenanya, disinilah asbabun nuzul sesungguhnya terkait proses-proses perkembangan yang "berawal" atau paling "fundamental" akan aksioma ini. Seperti yang sudah diketahui, tingkat kenakalan para pemuda atau remaja pada akhirnya tidak kunjung menurun secara perbuatan.

Fenomena ini jamak dan kita dapat menjumpainya dimana-mana. Tetapi kami, sungguh merasa sangat ironis. Mengapa? Karena Orang-orang khususnya kita selaku Orang-Tua, hanya mampu untuk megkritiknya saja tanpa ada sedikitpun kerja keras menyelamatkan mereka dari keterpurukan ini.

Suatu waktu, ada seseorang yang pernah berkata kepada kami. "Gak papa, gak masalah nakal. Nakal muda itu "Lebih Baik" dibanding nanti pas dirimu nakal ketika Usia Tua." Para sahabat pastinya sudah dapat membayangkan betapa buruknya kalimat atau paradigma tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline