Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Rajul Dinul

Habis Gelap Terbitlah Terang

Bharatayudha Materialisme dan Cinta (Philosophia) di Kurusethra Masa Kini

Diperbarui: 7 September 2021   18:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh : Ahmad Rajul D

Materialisme menurut pengertian saya adalah sebuah faham yang menganggap sesuatu benar-benar ada bila sesuatu itu bersifat materi. Konsekwensi dari hal tersebut, materialis hanya menganggap ada terhadap sesuatu, bila sesuatu itu bisa ditangkap oleh panca indera. Kata lainnya adalah bila sesuatu itu tiada bisa diterima oleh panca indera, maka sesuatu itu dianggap tiada oleh materialis. Semua yang terjadi adalah manifestasi dari benda-benda materi saja.

Konsekwensinya materialis menilai manusia hanya dari segi biologi, sama seperti organisme lainnya (hewan) yang memiliki organ, jaringan, sel, unit-unit di dalam sel seperti inti sel (nucleus), sitoplasma, kromosom, DNA, RNA, protein, basa nitrogen dan seterusnya. Dipandang dari sudut kimia, manusia juga sama dengan organisme lainnya yang hanya berupa senyawa, zat, molekul dan lain sebagainya.

Hal itu tentu menimbulkan sebuah kritik. Eksistensialis yang menganggap bahwa manusia adalah pusat dari semuanya, berbeda dengan hewan karena hal imateri, pasti tidak bersepakat atas konsep itu. Sebetulnya materialis ada benarnya (tidak salah 100%). Hal yang salah dan menuai kritik adalah ketidakercayaan terhadap imateri.

Pada diri manusia ada hal-hal yang tidak bisa diukur sebagaimana mengukur panjang, berat, keluasan, gaya dan lain sebagainya. Semisal rasa takut. Pada diri manusia juga terdapat hal imateri yang memiliki peran sangat sentral dan tidak bisa diukur, yakni "CINTA".

Kendati cinta adalah sebuah hal yang imateri, tidak bisa diterima oleh panca indera dan dirasakan oleh orang lain, tetapi output atau efek dari cinta bisa dirasakan. Tidak jarang seseorang mahu untuk berjihad membela yang tertindaa, motifnya adalah "Aku ingin mengarungi jalan cinta dan jihad inilah jalan cintaku". Jalan cinta kepada siapa? 

Bisa jadi kepada Tuhan. Seorang suami yang membanting tulang mencari nafkah, juga dalam rangka menyusuri jalan cinta yang selain daripada cinta kepada Tuhan (katena mencari nafkah adalah perintah agama), juga jalan cinta kepada istri dan keluarganya. Bahkan seorang Rahwana kepada Sang Dewi Sinta, atau Bandung Bondowoso yang membangun 999 candi kepada Roro Jonggrang.

Belakangan kaum materialis diartikan sebagai kaum yang memandang hanya dari segi materi atau kebendaan saja semisal harta, uang dan sebagainya. Jumlahnya kian banyak di jaman ini. 

Kaum materialis menilai orang juga hanya dari segi materi saja. Sehingga semua tujuannya hidup di dunia ialah mengejar materi dan gebyar-gebyarnya hidup. Bukan sebuah esensi. Hanya berhenti pada menjadi kaya, banyak uang, banyak kendaraan, menjadi orang berpengaruh dan sebagainya.

Hal itu sangat bertolak belakang dengan bahasan agama semisal. Dalam Islam, nikmat yang paling berharga adalah nikmat berupa Iman, dengan itu manusia hidup dan dengan itu manusia mati. Iman merupakan hal yang imateri.

Pada Padang Kurusethra, panggung kehidupan di masa kini, peperangan atau Bharatayudha antara materialis melawan kaum cinta menjadi tidak terelakkan. Siapakah yang akan menang? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline