Rusia merupakan negara ex-Uni Soviet yang memegang kekuasaan terbesar dan masih menjadi negara superpower yang selalu bersaing dengan Amerika Serikat. Rusia masih anti dengan hal-hal yang berbau Eropa apabila menyangkut ex-kekuasaan Uni Soviet, hal tersebut yang menimbulkan invasi Rusia atas Ukraina tahun 2022. NATO dianggap hendak memperluas pengaruhnya sampai ke negara yang dulunya merupakan bagian Uni Soviet yaitu Georgia dan Ukraina. Kondisi memanas ketika Rusia tanpa bicara Panjang lebar langsung melancarkan serangan ke Ukraina setelah berita Ukraina hendak masuk ke NATO.
Keagresifan Rusia Sebagai Negara Adikuasa Ex-UniSoviet
Secara implisit tindakan Putin menginvasi Ukraina merupakan kelalaian pihak Barat mengingat sejarah interaksi Barat dengan Rusia setelah perang dingin sangat bersifat kontroversial dan juga kompleks. Bukan menjadi perdebatan siapa yang kalah dari Rusia saat agresi melainkan ini merupakan kegagalan Negara Barat untuk menangani Rusia yang menginvasi Ukraina. NATO tidak pernah berinisiasi untuk mengajak Ukraina sebagai anggotanya melainkan itu adalah ambisi dari Zelensky sendiri yang telah lama dicita-citakan untuk Ukrainan masuk NATO yang beberapa kali gagal dan tidak ada perkembangan karena terdapat syarat-syarat menjadi anggota NATO.
KTT Bucharest NATO April 2008 menurut Gates yaitu provokasi monumental secara acuh mengabaikan apa yang dianggap Rusia sebagai kepentingan nasional yang vital bagi Rusia, Rusia masih mencita-citakan untuk mengembalikan kejayaan Uni Soviet. Akhirnya menengahi Keputusan itu dibuat larangan untuk NATO melakukan ekspansi ke timur lebih jauh karena itu adalah teritori Rusia sebagai negara terbesar mantan Uni Soviet. Kelalaian negara Barat dengan respon NATO yang terlalu berlebihan maupun terlalu kurang, NATO tidak seharusnya melakukan penerimaan maupun ajakan dan sebagaimana bentuknya terhadap negara bekas pecahan Uni Soviet.
Dasar Kepercayaan Diri Rusia
Kenyataannya Rusia gagal untuk dikacaukan perekonomiannya karena beberapa negara juga bergantung pada impor barang dari Rusia sehingga boikot tidak berjalan sesuai rencana untuk menekan perekonomian Rusia disaat ekonomi perang. Uni Eropa dan AS merasakan dampak pemboikotan tersebut yaitu tidak ada pasokan energi mentah maupun siap pakai dari Rusia yang dibutuhkan untuk keseharian sebelum invasi Ukraina. Meskipun apabila Rusia tidak diboikot, Rusia tetap akan membatasi ekspor sehingga sumber daya negara lain yang bergantung pada Rusia tidak dapat terpenuhi, Eropa sangat ketergantungan terhadap pasokan dari hasil bumi Rusia sehingga ini jauh lebih merugikan bagi negara-negara Eropa.
Keputusan negara Barat untuk mengirim pasokan senjata ke Ukraina dan juga dana yang dikeluarkan NATO untuk Ukraina mengahdapi krisis Krimea di kritik kurang tepat karena Ukraina yang belum siap namun pendapat ahli strategi perang AS bermunculan bahwa itulah yang terbaik pada saat itu untuk pihak manapun. Intinya strategi itu tidak mempan melawan Rusia karena Rusia oleh Putin tahu benar bahwa 40% pasokan sumber daya hasil bumi Rusia adalah sumber kehidupan Uni Eropa, sehingga hal tersebut membuat Putin berpikiran bahwa mereka tidak akan bisa menekan Rusia karena mereka lah yang membutuhkan Rusia.
Pihak Jerman berandai seharusnya melakukan perlawanan yang lebih cepat dan lebih agresif terhadap agresi Rusia dengan menyatukan pertahanan Jerman dan NATO. Namun pendapat itu lagi-lagi dipatahkan dengan pernyataan pasokan nikel Jerman adalah dari Rusia yang mana menimbulkan perdebatan penyebab tidak dapat dicegahnya agresi Rusia ke Krimea sebagai gagalnya politik Jerman Russlandpolitik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H