Lihat ke Halaman Asli

Awas, Kapitalisasi terhadap Kaum Mustadh'afin

Diperbarui: 19 Maret 2019   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Manusia lahir dengan kebutuhan dan keinginan yang tak terbatas, kebutuhan dan keinginan manusia selalu berkembang sesuai kebutuhan dan kondisi zaman. 

Dalam pemenuhan kebutuhan manusia yang tidak terbatas, manusia dituntunt selalu memproduksi segala hal guna memenuhui kebutuhannya. Produksi sendiri merupakan kegiatan untuk menambah nilai guna suatu barang untuk keperluan orang banyak.(Arif, 2017: 209). 

Abduraman Yusron Ahmad dalam bukunya "Muqoddimah Fi'ilm Al Iqtishad Al Isalmiy" menjelaskan bahwa dalam proses produksi hal yang paling penting adalah nilai manfaat (maslahah) dan kehalalan proses serta hasil produksi tersebut. 

Dengan definisi tersebut tidak semua proses penambahan nilai guna bisa disebut dengan proses produksi. Proses Produksi harus mengaplikasikan nilai-nilai untuk mencapai manfaat yang maksimalkan, karena perbedaan ekonomi syariah dengan perusahaan non islam tidak hanya pada tujuannya, tapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi peemasarannya. (metwally1992), nilai-nilai produksi yang relevan dengan islam ialah sebagai berikut.(P3EI, 2014: 252)

  • Berwawasan jaga panjang, yaitu berorientasi pada akhirat.
  • Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkungan internal dan eksternal
  • Memenuhi takaran, ketetapan dan kebenaran
  • Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis
  • Menghindari jenis produksi yang diharamkan dalam islam

Penerapan nilai tersebut  bukan saja menguntungkan produsen, namun konsumen pun akan di utungkan dengan nilai-nilai tersebut.

Dalam proses produksi guna memeuhi kebutuhan tersebut, manusia dituntut untuk mandiri dan tidak merampas sesuatu yang bukan haknya, Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam hadisnya sebagai berikut:

  :

Dari Miqdam, dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda, "tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan hasil kerja (produksi)nya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud AS mengkonsumsi dari hasil kerjanya sendiri." HR Bukhari

Dari hadis tersebut, ada dua point penting yang bisa kita jadikan pelajaran, yaitu:

  • Manusia dituntut mandiri guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
  • Tidak merampas harta ( hasil kerja orang lain).

Saat ini kemandirian dalam memenuhi kebutuhan harus juga di dukung dengan kerja sama antar individu atau golongan, karena menurut Adam Smith, manusia adalah mahkluk sosial yang berarti manusia menjadi sahabat sailing membutuhkan bagi manusia lainnya. 

Bahkan, Adam Smith juga menyebut manusia sebagai makhluk ekonomi (homo economicus), makhluk yang cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan yang bervariatif itualah manusia membutuhkan pihak lain untuk memnuhinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline