Eko Tampati Tmt dalam status FBnya menulis
"Petani sawit selalu jadi korban pesta demokrasi (pileg dan pilkada). Janji seorang pemimpin yang dulu, hanya sebuah suara yang keluar dari mulut. Wajar jika masyarakat. Berfkir siapa pun jadi pemimpin di negeri ini hidup kita akan tetap seperti ini, bahasanya orang Minang.
"Siapo pun nan ka jadi bupati iduik awak ka cando iko jo nyo". Hilang nya kepercayaan masyarakat. Kepada pemimpin disebabkannya janji seorang pemimpin yang tidak di tepati.Jadi siapa pun yang mengikuti pesta demokrasi jangan terlalu banyak mengumbar janji kepada masyarakat.
"ukua tagak jo bayang-bayang, jan gadang lo ota dari pado badan". Pesan dari bapak itu 'jagan pilih caleg yang terlalu banyak mengumbar janji, karna janjinya hanya sebatas mencari suara"
#diskusi malam bersama petani sawit
#jeritan petani sawit
#korban pesta demokrasi
#pesisirselatan
#Rp.450,00/kg
Persoalan harga buah sawit dan industri pendukung pengolahan CPO, kemudian menjadi minyak goreng yang digunakan oleh ibu-ibu adalah persoalan ekonomi sektor riil. Ekonomi masyarakat berprofesi sebagai petani. Kawasan pesisir selatan beberapa dekade berkembang dengan penanaman sawit secara massif.
Sawit menjadi tumpuan kesejahteraan bagi petani. Anton salah satu mahasiswa UBH dapat menikmati pendidikan perguruan tinggi dari hasil perkebunan sawit. Termasuk juga banyak dari mahasiswa dari Pasaman dan Pasaman Barat, Dharmasraya dan Kab. Sijunjung.
Kebijakan pemanfaan B20 (Biodisel) 20% dari minyak nabati. Belum sampai pada tingkat petani mandiri. Bila ditelusur harga Tandan Buah Segar (TBS) ditingkat petani bergantung banyak faktor.
Pertama, faktor kualitas randemen sawit. Pada tingkatan petani randemen sawit tergolong rendah dan cendrung tidak merata. Pengelolaan standar perusahaan yang memegang HGU dan memiliki SDM tinggi tidak menular kepada masyarakat petani sawit mandiri.
Kedua, faktor tata niaga sawit. Jamak ditemui petani bergantung kepada tata niaga toke. Petani sawit tidak memiliki kemampuan untuk mengorganisis dalam Koperasi dan menjadi kuat secara bersama. Pembinaan Koperasi yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah sampai Pusat belum menyentuh akar persoalan ditingkat petani.
Ketiga, faktor kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah pada dasarnya memiliki kemampuan untuk melakukan perbaikan tata kelola pertanian sawit dan juga tata niaga sawit. Cakupan ini berupa terdapatnya Dinas tanaman pangan, Dinas Industri dan Dinas Koperasi dan UKM. Semuanya berpulang kepada Bupati sebagai ambasador masyarakat.