"Tren Tawuran #3: Meredam Tawuran Dengan Langkah Konkret Untuk Menurunkan Angka Kekerasan di Kalangan Remaja"
Setelah membahas fenomena kemunculan geng-geng di Indonesia dan faktor-faktor penyebab tawuran dalam artikel pertama, serta urgensi penuangan fenomena ini ke dalam produk hukum beserta interpretasi hukum terhadap pelaku tawuran di artikel kedua, kini saatnya kita beralih pada Langkah-langkah konkret dalam menekan angka tawuran di Indonesia. Pada tulisan kali ini, akan dijelaskan berbagai solusi yang dapat diterapkan untuk meredam tingginya angka kekerasan antar kelompok remaja, dengan fokus pada pendekatan dari berbagai aspek yang melibatkan peran pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat luas.
Mencari sebuah solusi guna memecahkan sebuah masalah tentu sangatlah penting. Apalagi jika masalah tersebut sudah berhubungan dengan orang banyak dan menimbulkan dampak negatif secara nyata. Tujuannya tentu saja untuk mencegah dampak negatif tersebut menyebar lebih luas. Dalam ranah ilmu sosial, mencari solusi bukan hanya tentang bagaimana meredakan gejolak api sesaat, namun berkaitan dengan menciptakan perubahan yang bersifat positif secara berkesinambungan. Tanpa adanya upaya untuk mencari solusi, maka bisa berakibat masalah tersebut akan berkembang semakin besar, memasuki ranah-ranah lainnya, dan secara kausalitas akan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar juga.
Dan salah satu contoh situasi dimana kemudian pencarian atas solusi tersebut menjadi urgent, adalah guna mengatasi "tren tawuran" di Indonesia. Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada tulisan sebelumnya, bahwa tawuran telah berkembang sebagai sebuah ancaman yang serius dalam beberapa tahun ke belakang, ini disebabkan oleh beberapa faktor pemicu. Jika ini dibiarkan terus berlanjut tanpa adanya perhatian yang serius, maka sebagaimana yang dijelaskan dalam ranah sains, ancaman tersebut bisa berubah menjadi sebuah bencana ataupun krisis. Dan secara otomatis skalanya pun akan meluas, baik bagaimana ancaman tersebut dipengaruhi maupun bagaimana ia berpengaruh terhadap ranah-ranah lainnya.
Menurut Barry Buzan, pakar politik asal London, mengemukakan bahwa sebuah ancaman harus dianggap serius dan direspons sebagai masalah keamanan jika tidak ingin berkembang menjadi krisis yang lebih parah. Ancaman yang diabaikan berisiko memperburuk situasi, sehingga memerlukan langkah-langkah keamanan yang lebih mendesak. Buzan juga menyatakan bahwa kegagalan dalam menanggapi ancaman sejak awal dapat menyebabkan destabilisasi sistem sosial dan politik.
Salah satu alasan utama mengapa tawuran harus diredam, yaitu untuk mencegah kerugian korban jiwa serta materil. Dikarenakan sebagaimana yang kita semua ketahui dan sering saksikan, seringkali tawuran yang terjadi berakhir dengan korban yang mengalami luka parah, baik itu dari pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak. Apalagi dengan data tawuran yang terus meningkat sepanjang 2024 ini, sebagaimana yang dikatakan Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, bahwa kasus tawuran di Jakarta Timur trennya terus meningkat sejak tiga bulan terakhir, "Berdasarkan data statistik, sejak tiga bulan terakhir kasus tawuran meningkat. Pada Juni 2024 terdapat tujuh kasus, Juli 12 kasus dan Agustus 2024 hingga hari ini sebanyak 16 kasus," ujarnya (antaranews.com, 2024).
Peningkatan Tren tawuran selama 3 bulan terakhir sebagaimana yang dikemukakan oleh Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly juga sejalan dengan data milik Polda Metro jaya, Berdasarkan data Polda Metro Jaya, setidaknya ada 111 kasus tawuran dalam waktu tiga bulan terakhir di tahun 2024 ini. "Ada 111 tawuran dalam 3 bulan terakhir," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi (kompas.com, 2024).
Dan tidak hanya di Jakarta, Polrestabes Semarang mengungkap 83 kasus tawuran antargangster yang terjadi dalam kurun waktu Januari hingga September 2024 (jateng.antaranews.com, 2024). Bahkan, tren tawuran ini juga memasuki Yogyakarta yang sering disebut sebagai kota pelajar. Sebagaimana dikutip bahwa Polresta Yogyakarta mencatat sebanyak 5 aksi tawuran atau bentrokan antardua kelompok terjadi di Kota Yogyakarta sepanjang Januari hingga Agustus 2024 (jogja.polri.go.id, 2024).
Seluruh keterangan di atas meskipun berbeda dalam penggunaan struktur kata, tetapi memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama menyatakan bahwa intensitas dari tren tawuran ini terus mengalami peningkatan selama 2024 ini, utamanya selama 3 bulan terakhir. Data ini sekaligus mempertegas bahwa tawuran tidak lagi bisa dikategorikan sebatas kenakalan remaja saja, namun ia sudah masuk ke tingkat ancaman yang bisa membahayakan lingkungan masyarakat serta kehidupan bernegara.
Oleh sebab itu, penulis yang didasari beragam sumber telah merangkum berbagai solusi yang bisa digunakan guna menekan angka tawuran di Indonesia. Penggunaan kata "menekan" dalam konteks tersebut bukan tanpa alasan, mengingat bahwa merupakan sebuah kesalahan berpikir untuk mengharapkan hilangnya tren tawuran secara total di negeri ini. Tawuran memiliki akar yang kompleks dan mendalam dalam ranah sosial-budaya serta dalam faktor-faktor psikologis yang melibatkan individu dan kelompok. Oleh karena itu, solusi yang dirancang perlu berfokus pada pengurangan intensitas dan frekuensi tawuran terlebih dulu. Dan diharapkan dengan solusi tersebut, berbagai aspek yang mendorong perilaku tawuran dapat diatasi secara bertahap. Solusi ini tentunya harus mencakup berbagai aspek, seperti: pendidikan karakter di sekolah, peningkatan pengawasan dan keterlibatan masyarakat, serta pelibatan lembaga penegak hukum dalam berbagai tahapan upaya. Melalui kerjasama antara keluarga, sekolah, dan komunitas, solusi ini bertujuan untuk menciptakan sistem dukungan yang kuat bagi remaja agar dapat menyelesaikan konflik tanpa kekerasan dan mengembangkan sosial yang terstruktur.