Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Mujiyarto

sedang belajar

Jauh-jauh ke Jakarta Hanya Jadi Tukang Becak..Takdirkah?

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

# 2. Tukang Becak yang Bisa Menyekolahkan Kelima Anaknya

Jakarta, 09 september 2005

Pagi buta, matahari masih tampak sayup menampakkan cahaya,tapi langit Jakarta seolah telah terang benderang. Gedung-gedung yang angkuh penuh congkak berdiri megah memamerkan kesombongannya pada sisi gubuk-gubuk kumuh,kumal,tak terurus memperlihatkan perlawanan yang sengit. Semua orang punya kepentingan dan kepentingan orang kaya dan sombonglah yang akan selalu menang.

Roda bus terhenti pada sebuah agen pemberhentian, Tari yang hanya berbekal alamat pamannya yang bernama Slamet dan nomor handphonnya, Tari berusaha mencari wartelagar bisa mengabari pamannya kalau dia sudah sampai di Jakarta.

Sayup-sayup matanya yang masih lelah, karena hampir disepanjang perjalanan dia tidak memicingkan matanya dari melihat dunia baru, dunia nyata yang akan dia hadapi. Membayangkan pekerjaan apa yang akan dia geluti,membayangkan dekapan hangat ibunya, membayangkan Hasbi dan Syaiful adik-adiknya,membayangkan masa depannya yang begitu suram. Aahh….tidak bisa membuat mata terpejam semalaman.

Dengan bertanya pada tukang ojek bajai,yang mangkal dekat dengan agen pemberhentian bus, Taribertanya

maaf pak’e,ada wartel dimana ya..?”Tari bertanya dengan logat bahasanya yang masih medok.

oh ayo tak terke,nek neng kene no ora enek..(oh..ayo saya antarkan,kalau disini tidak ada)..” bapak tukang bajai yang tahu Tari masih medok bahasanya,menimpali dengan logat asli jawa.

bapak’e tiang jawi to..( bapak orang jawa to)?” Tari yang heran,dalam benaknya orang Jakarta itu tidak bisa ngomong dengan bahasa daerah.

oalah..mbak-mbak, Jakarta ki isine wong jowo kabeh, coba to nek pas bodho lak Jakarta sepi nyenyet.(Jakarta itu isinya orang jawa semua,coba kalau pas lebaran pasti Jakarta sepi)” bapak tukang bajai menerangkan, suaranya yang keras terkadang hilang kalah dengan suara deru bajai yang memekakkan telinga.

Sejenak Tari terdiam yang ada hanya terdengar suara bajai yang memecahkan kesunyian pagi. Menggiringnya pada roda nasib yang siap akan mengubah nasib hidupnya.

***

“Pak lek..ini Tari saya sudah sampai di Jakarta, sekarang sedang di wartel yang dekat dengan rumah susun”

Tak berselang lama,

Datanglah seorang laki-laki bertubuh gempal,hitam berminyak, dengan kumis sedikit tebal menghiasi wajah garangnya, meskipun sudah kurang lebih dua tahun Tari tidak bertemu dengannya, Tari tidak lupa dengan pamannya itu.

pak lek slamet, gimana kabarnya….?” Tari menjabat tangan kekar pamannya.

baik-baik, Ini bener Tari..?,kok sudah gadis to, ayu pisan…” Pamannya menerima jabatan keponakannya dengan perasaan yang tidak karuan,dan setengah tidak percaya. Keponakannya yang dahulu diwaktu kecil sering dia timang dan minta dibelikan mainan, kini beranjak menjadi gadis remaja yang matang dan memancarkan kecantikan alami.

iya bener to pak lek, saya saja tidak pangling sama pak lek.. ”

pak lek bener-bener pangling lho nduk(sebutan untuk anak gadis)…”

“yo sudah sekarang ayo ke kontrakane pak lek, sini barangnya paklek bawakan..

Dengan menaiki becak yang biasa digunakan pamannya Slamet mencari penghidupan sebagai pengayuh becak selama bertahun-tahun, Tari tertegun dan memikirkan nasib pamannya, becak inilah yang bisa menyekolahkan kelima anaknya. Meski orang dikampung sana tidak tahu, betapa perjuangan pamannya yang sangat keras demi mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk masa depan anak dan keluarganya. Sungguh sangat berlawanan dengan apa yang Tari lihat di kampung halaman sana. Jauh-jauh ke Jakarta hanya jadi tukang becak, ah..sekali lagi inilah takdir,takdir yang akan selalu menyertai setiap perjalanan hidup manusia.

Apakah paklek Slamet merasa menyesal, jika jauh-jauh dari kampung halaman sana, ke Jakarta hanya jadi tukang becak?, atau ada orang yang lebih parah dengan kondisi paklek slamet, yang dengan bersusah payah dari kampung datang ke Jakarta tapi tak punya arah dan tujuan,gambaran banyak orang yang sudah pernah ke Jakarta, cari uang di sini itu mudah, tapi kenyataanya…menyesakkan dada. Sekali lagi hidup itu adalah pergiliran takdir,yang sudah tersimpan rapi di mega server Lauhul mahfudz.

Entah baik atau buruk, takdir tetaplah harus di jalani. Baik dan buruk akan selalu menjadi teman yang setia, dalam perjalanan hidup manusia. Manusia sudah diberikan paket pilihan oleh Tuhan Yang Maha Adil, tinggal manusia yang bebas memilihnya.

Tari khusyuk larut dalam sholatnya, meski terkadang mulai terganggu dengan suara bising keramaian pagi yang sudah mulai menggeliat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline