Munir dalam Kenangan
Sumber: www.satuharapan.com
Isu penuntasan kasus kematian seorang aktivis HAM : Munir Said Thalib kembali menguat di publik. Seperti yang diberitakan oleh salah satu media massa klik disini.
Munculnya isu untuk melakukan penyelidikan kembali dan memberikan kejelasan hukum pada Kasus Munir terangkat kembali setelah Presiden Jokowidodo pada saat masa kampanye Pilpres lalu memberikan janji akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Indonesia,salah satunya kasus kematian Munir.Kini, janji manis itu ditagih oleh mereka yang mengatasnamakan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM).Mereka ingin kasus munir yang sudah 10 tahun mengambang tanpa kejelasan segera diusut kembali dan diberikan kejelasan hukum yang sejelas-jelasnya.Dalam tuntutannya, KASUM ingin Pemerintahan Jokowidodo mampu menangkap dalang dibalik kematian Munir.
Kematian dan Kontroversi Hukum
Munir Said Thalib meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia tujuan Amsterdam,Belanda. Beliau meninggal setelah menengak senyawa arsenikum yang dicampur ke dalam minumannya. Sampai sekarang yang mencampurkan racun ke minumnya ,belum diketahui siapa pelakunya.
Jika Presiden Jokowidodo ingin menyelesaikan kasus Munir, dibutuhkan lebih dari sekedar keberanian. Dibutuhkan ‘nyali’ yang besar agar siapa-siapa yang dibalik pembunuhan Munir,bisa terungkap dan diadili. Karena dalam pembunuhan Munir sangat berbau politis. Kita tahu Munir adalah seorang Aktivis HAM yang dikenal berani dan lantang ketika memperjuangkan HAM di indonesia.Seperti pada tahun 1997-1998,Munir dengan gigih mengusut hilangnya para aktivis-aktivis pada saat itu.Ketika itu,dia membela para aktivis-aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus.Setelah Soeharto jatuh,penculikan itu menjadi alasan kuat pencopotan Danjen Kopassus : Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota Tim Mawar.Jadi,dibelakang kasus pembunuhan Munir akan ada nama-nama besar dengan sederet pangkat dilengan yang merasa dirugikan karena sikap Munir yang ‘tak pandang bulu’ dalam mengusut kasus pelanggaran HAM.
Dalam 10 tahun terakhir,kasus Munir belum ada kepastian hukum.Meskipun pada tanggal 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto (seorang pilot Garuda yang sedang cuti dan satu pesawat bersama Munir) dijatuhi vonis 14 tahun karena keterlibatannya dalam pembunuhan Munir. Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr (seorang sahabat dekat Prabowo Subianto) ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya.Namun, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa.Tahun-tahun selanjutnya,kasus Munir meredup dan hilang ditelan ‘apatisme’ penegak hukum di negeri ini.
Hukum yang Kacau-Balau
Munir bukanlah satu-satunya korban ‘ketidak-becusan’ aparat hukum dalam menangani kasus pelanggaran HAM. Mereka yang hilang pada tahun 1997-1998 juga mengalami nasib yang sama. Kejelasan nasib 13 Aktivis apakah masih hidup atau mati ( kemungkinan besar sudah meninggal) belum juga ada titik temunya. Hanya sekali mereka dibicarakan seperti pada masa kampanye Pilpres lalu.Tapi kemudian juga meredup dan hilang.
Negara yang bertanggung jawab adalah Negara yang mampu melindungi rakyatnya dengan Supremasi Hukum.Indonesia adalah Negara Hukum ( Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 ). Tapi, itu hanya sekedar pasal-pasal ‘sakral’ yang berpuluh-puluh tahun ada di Kitab UUD 1945,yang pada kenyataannya masih banyak kasus-kasus yang masih tanpa kejelasan dan kepastian hukum. Kita pun tentu tidak akan kaget atau heran jika para masyarakat Indonesia sering mengeluh bahwa,” Hukum di Indonesia adalah barang dagangan.Siapa yang punya duit,dia akan menang di depan pengadilan”. Kacau-balaunya hukum di Indonesia sudah mengakar sekali,sampai rakyat menyakini hukum adalah sama dengan komoditi yang bisa dijual-beli kan kapan pun.
Hukum di Indonesia hanya sebuah pasal dan slogan yang tidak pernah menyentuh di kalangan akar rumput. Karena,kebenaran di Indonesia tidak berada pada pasal/ayat yang terkandung di undang-undang.Tapi,”Kebenaran di Indonesia hanya ada di langit”.
Mendobrak Presiden Jokowidodo
Harapan dan asa bagi keluarga Munir adalah seorang Presiden Jokowidodo semata.Presiden yang sekarang dielu-elukan itu (mungkin) menjadi perjuangan terakhir istri Munir : Suciwati yang sejak dulu tak pernah lelah memperjuangan nasib suaminya.Dan kasus Munir dijadikan sepak terjang Pemerintahan Jokowidodo untuk membuktikan janji-janji yang pernah dibuatnya. Bila Pemerintahan Jokowidodo mampu memberi kepastian hukum pada Kasus Munir dan menangkap penjahat HAM,kita harus mengacungkan ‘dua jempol’ karena keberanian dan konsistensi-nya. Akan tetapi,jika Pemerintahan Jokowidodo tidak mampu melakukannya,dengan berat hati kita akan memasukan Jokowidodo ke dalam daftar hitam panjang ‘Para Politisi yang Jago Ingkar Janji’. Kita juga akan makin percaya bahwa kebenaran di Indonesia ‘benar-benar’ hanya ada di langit.
[1] Biografi Munir Said Thalib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H