Lihat ke Halaman Asli

Meluruskan Pemahaman Sesat Tentang Inflasi

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14007118491201391804

Inflasi memang menjadi momok bagi perekonomian moderen. inflasi memiliki dampak yang sangat luas baik bagi pengusaha, rumah tangga, pemerintah, maupun eksportir. Inflasi sangat berdampak buruk bagi daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa. Nilai uang menjadi turun dibandingkan periode sebelumya. Tidak hanya disitu, inflasi juga menggerus nilai riil dari tabungan masyarakat. Uang yang mati-matian dicari dan ditabung oleh masyarakat harus berkurang nilainya seiring berjalannya waktu akibat inflasi.

Banyak yang beranggapan bahwa inflasi disebabkan oleh kurangnya pasokan barang dan jasa atau kurangnya produksi di dalam perekonomian. Anggaplah jika anggapan tersebut benar. Jika anggapan tersebut benar maka seharunya harga barang dan jasa tersebut akan kembali ke harga semula jika pasokan barang dan jasa melimpah pada saat musim panen terjadi.

Misalkan harga daging ayam meningkat ketika bulan ramadhan tiba Karena biasanya konsmusi ruah tangga meningkat. Tapi logikanya harga daging ayam akan turun kembali setelah ramdhan dan bulan-bulan berikutnya. Sehingga secara logika harga-harga barang dan jasa akan kembali ke tingkat sebelumnya dalam jangka panjang. Tapi benarkah demikian?. Jika kita lihat grafk.1 di bawah, harga tiga kebutuhan poko penting seperti: beras, daging ayam dan minyak goreng misalkan tak pernah turun ke level harga sebelum tahun 2014.

Sumber: Departemen Perdagangan,2014. *Data diambil Perbulan Mei

Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga-harga kebutuhan pokok tersebut tidak disebabkan pada masalah produksi semata tetapi jauh dari pada itu disebabkan oleh uang yang terus menerus dicetak oleh bank sentral dan sistem perbakan. Dengan uang yang terus menerus dipasok ke dalam sitem perekonomian maka daya beli masyarakat meningkat secara “semu” karena mereka memegang jumlah uang yang lebih banyak. Hal ini dapat dilihat pada Grafik.2 di bawah..

14007121821153803782

Sumber: Bank Indonesia, 2014

Bagi orang kebanyakan mungkin mengira bahwa jumlah uang yang beredar adalah kertas dan logam yang sering mereka pegang dan lihat atau mereka simpan di dalam dompet. Sejatinya uang yang beredar di dalam sebuah perekoomian tidak hanya berupa uang kertas dan logam tersebut tetapi juga uang elektronik yang diciptakan oleh sistem perbankan.

Data M1 di atas merepresentasikan jumlah uang kertas dan logam ditambah demand deposit serta checking account .  jumlah uang yang beredar bahkan jauh lebih besar dari M1 tersebut. Jika kita jumlahkan M1 dengan sejumlah aset cair seperti sertifikat deposito dan aset-aset cair yang ada di pasar uang atau money market maka kita akan dapati nilai M2 di atas yang sejatinya juga dipergunakan layaknya seperti uang.

Untuk lebih mudah kita memahami bagaimana sistem perbankan moderen bekerja secara sadar maupun tak sadar sedang mencetak uang di dalam perekonomia, maka mari kita lihat ilustriasi pada bagan.1 di bawah:

14007122761919758048

Mari kita asumsikan bahwa hanya ada  satu perbankan komersial di Indonesia katakanlah Bank X . misalkan si A menyimpan tabunganya di bank X sebesar 100 juta dan 100 juta ini adalah jumlah total dari uang kertas yang beredar di dalam perekonomian. Disebabkan regulasi bank sentral maka setiap tabungan yang disimpan di bank umum atau komersial harus menyisihkan 10 % dari nilai tabungannya di Bank sentral sebagai cadangan minimum.

Dengan demikian tabungan si A disisihkan sebesar 10 juta sebagai cadangan. Selebihnya 90 juta dapat dipinjamkan. Misalkan uang 90 juta tadi dipinjamkan ke si B untuk membeli rumah si C. kini situasinya si B berhutang terhadap bank X sebesar 90 juta dan si C kini memiliki kas sebesar 90 juta. Si C lantas menyimpan uang tersebut kembali ke Bank X. kini si C memiliki tabungan sebesar 90 juta di Bank X. Selanjutnya bank dapat meminjamkan ke si D sebesar 81 juta dengan 9 juta sebagai cadangan yang disimpan di bank sentral.

Sekarang misalkan si A yang memiliki 100 juta uang tadi ingin menariknya sebesar 100 juta dan dibelanjakan rumah yang dijual si C. bagaimana Bank X menghadapi hal ini padahal uang kas tak lagi cukup karena sudah dipinjamkan 81 juta ke si D? bagi perbakan sekarang sangatlah mudah. Bank X hanya perlu menaikan tabungan si C sebesar 100 juta dan mengurangi tabungan si A menjadi nol. Si C pun merasa yakin bahwa uangnya meningkat sebesar 100 juta setelah si A mentrasfer uangnya. Padahal sejatinya uang riil yang ditransfer kepadanya tak pernah ada karena bank x sudah meminjamkan tabungannya tadi ke si D.

Dengan demikian maka uang pada transaksi ini tak lagi kertas dan logam tetapi sebuah angka digital maya yang ada di neraca bank X. pada saat itu juga bank X sedang menciptakan uang. Hal ini terus menerus berlanjut sehingga jumlah uang yang terbentuk melebihi jumlah kertas dan logam yang ada di dalam sistem perekonomian seperti yang terlihat jelas pada grafik.2 di atas.

Siapa yang paling diuntungkan dengan sistem ini?

Sistem perbankan yang dijelaskan di atas merupakan sistem perbankan yang kita kenal sebagai fractional reserve banking. Sistem perbankan ini secara alamiah menciptakan inflasi karena memberi kemampuan kepada bank umum secara tidak langsung untuk menciptakan uang. Sistem fractional reserve banking ini tidak akan bekerja dengan baik tanpa dibantu dengan fiat money atau uang kertas dan logam sebagai penyanggahnya.

Bayangkan jika suku bunga pinjaman 10 perse katakanlah dengan total uang yang dipinjamkan perbankan tadi maka pasti uang kertas dan logam yang ada tak akan cukup untuk melayani hutang bank. Dengan demikian bank sentral secara tidak langsung dipaksa untuk mencetak uang kertas dan logam lebih banyak untuk menghindari gagal bayarnya para penghutang.

Lantas jika kita bertanya siapa yang paling diuntungkan dari praktek perbankan ini? Jelas yang paling diuntungkan dari praktek perbankan ini adalah pemilik modal perbankan tersebut terutama bank-bank berskala besar serta para pemilik tabungan dengan nominal yang besar. Dengan sistem ini perbankan yang mereka miliki mampu memberikan pinjaman melebihi jumlah uang kertas dan logam yang ada ditambah dengan biaya bunga yang dikenakan terhadap setiap rupiah uang yang mereka pinjamankan.

Inilah yang menjadi faktor utama penyebab inflasi sebenarnya. Dengan inflasi maka orang-orang berpendapatan tetap seperti buruh, karyawan kantor biasa, serta pegawai neger sipil harus menanggung beban yang meningkat setiap tahunya. Dengan demikian keuntungan yang didapat dari para pemilik modal bank ini sejatinya adalah beban yang ditanggung oleh masyarakat yang merasakan inflasi. Selain itu, inflasi yang terus menerus terjadi menyebabkan semakin tak terjangkaunya aset- aset yang memang secara alamiah terbatas seperti rumah dan tanah.

Hal ini membuat masyarakat terpaksa harus mencari pinjaman kembali ke bank untuk bisa mendapatkkan aset-aset tersebut. Sehingga sistem ini memang menciptakan sebuah perangkap hutang bagi masyarakat.

Solusi

Untuk menghadapi sistem fractional reserve banking dan fiat money yang sudah mengakar di dunia ini maka  ada cara yang mungkin bisa digunakan bagi masyarakat yaitu mendenominasikan atau mensadarkan gaji serta harga penjualan berdasarkan pada suatu aset riil seperti emas dan perak. Misalkan persatuan atau sarikat buruh bisa meminta kontrak gaji tetap dalam Rupiah tapi didasarkan atas nilai pasar emas dan perak. Misalkan rata-rata upah di Jakarta adalah 3 juta rupiah dan harga satu gram emas setara dengan 500 ribu rupiah katakanlah. Maka upah buruh setara dengan 6 gram emas setiap bulannya.

Dengan demkian sarikat buruh dapat meminta kontrak agar gaji mereka dibayar dengan uang Rupiah yang setara dengan 6 gram emas untuk setiap tahunnya. Sehingga sarikat buruh dan pengusaha tidak perlu setiap tahun menjadwalkan ulang berapa nominal yang pantas untuk gaji para buruh dan karyawan. Gaji buruh dan pegawai negeri sipil akan bervariasi setiap bulannya mengikuti perkembangan harga emas yang harus dibayar setara dengan 6 gram emas tadi.

Hal serupa juga dapat diterapkan oleh para produsen barang dan jasa. Mereka dapat mendasarkan harga jualnya bedasarkan emas dan perak seperti gaji buruh tadi. Mereka tetap bisa menggunakan rupiah sebagai alat transaksi dengan mendasarkan harga jual barang dan jasa pada satuan gram emas dan perak.

selain kedua hal tersebut tentunya kita dapat memilih emas dan perak sebagai strategi tabungan jangka panjang kita dengan menyimpan emas batangan atau logam mulia serta perhiasan. hal ini dapat menghindari hilangnya nilai riil dari tabungan kita.

Dan tegakkanlah timbangan itu dgn adil & janganlah kamu mengurangi neraca itu.

Dan betulkanlah cara menimbang itu dengan adil, serta janganlah kamu mengurangi barang yang ditimbang. - Ar-rahman ayat 9 -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline