Lihat ke Halaman Asli

Ketika Warga Sipil Menjadi Target: Refleksi Atas Kasus Penembakan di Papua

Diperbarui: 28 November 2024   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.merdeka.com/peristiwa/kkb-semakin-brutal-polda-papua-ubah-pola-operasi-jadi-penegakan-hukum.html

Kabar duka kembali menyelimuti Tanah Papua. Dua perantauan asal Sulsel yang berkerja sebagai tukang ojek bernama Imran (23) dan Asrun Eko Putra (24) tewas ditembak oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) setelah mengantar penumpangnya di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, pada Kamis (21/11) sekitar pukul 16.55 WIT. Peristiwa ini menjadi sorotan nasional, tidak hanya karena kekejaman yang dilakukan, tetapi juga karena para korban adalah warga sipil yang hanya berusaha mencari nafkah di tengah situasi konflik yang berkepanjangan. Sementara itu, Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz-2024, Kombes Pol Bayu Suseno mengatakan, saat itu saksi berinisial TT melihat KKB Papua kelompok Kalenek Murib dengan anggota KKB Papua lainya sedang melakukan pembunuhan terhadap 2 masyarakat sipil. KKB Papua membunuh dua tukang ojek ini dengan cara menembak dan membacok korban menggunakan parang.

Indonesia, sebagai negara yang telah meratifikasi berbagai instrumen HAM internasional seperti International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), menjunjung tinggi perlindungan atas hak hidup, keamanan, dan perlakuan manusiawi bagi setiap warga negara. Pelanggaran terhadap hak-hak ini, termasuk pembunuhan warga sipil dalam situasi konflik, bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam Konstitusi UUD 1945 Pasal 28A dan Pasal 28I. Dalam konteks Papua, permasalahan pelanggaran HAM sering kali muncul, baik terkait tindakan dari kelompok bersenjata maupun operasi keamanan oleh negara. Hal ini menuntut adanya pendekatan yang komprehensif untuk melindungi warga sipil, mengingat mereka sering kali menjadi korban utama dari konflik yang berkepanjangan.

Di daerah seperti Puncak Papua, tukang ojek memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Jalanan yang sulit dilalui kendaraan besar membuat jasa ojek menjadi andalan untuk transportasi barang dan orang. Para tukang ojek bekerja keras di medan berat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarga. Namun, pekerjaan ini juga membawa risiko tinggi, terutama di wilayah-wilayah yang menjadi zona konflik. Seperti yang dialami dua tukang ojek ini, mereka menjadi korban kekerasan yang tak ada hubungannya dengan kehidupan mereka.

KKB yang aktif di beberapa wilayah di Papua sering menggunakan kekerasan untuk menyebarkan ketakutan. Serangan terhadap warga sipil, termasuk tukang ojek, menunjukkan bahwa kelompok ini tidak pandang bulu dalam memilih target. Kekerasan seperti ini tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga merusak rasa aman masyarakat Papua. Dalam kasus ini, dua tukang ojek tersebut ditembak mati tanpa alasan yang jelas. Dugaan sementara adalah mereka menjadi korban karena dicurigai bekerja sama dengan pihak aparat keamanan. Tuduhan ini seringkali menjadi alasan KKB untuk menyerang warga sipil, meskipun tidak ada bukti yang mendukung klaim tersebut.

Tukang ojek yang tewas dalam kasus ini adalah warga sipil yang tidak terlibat dalam konflik. Dalam HHI, mereka memiliki perlindungan khusus sebagai non-kombatan. Penyerangan terhadap mereka merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip distinction (pembedaan), yang mewajibkan pihak yang berkonflik untuk membedakan antara kombatan dan non-kombatan. Tindakan KKB yang menargetkan warga sipil dapat dianggap sebagai kejahatan perang, karena melanggar prinsip perlindungan warga sipil dalam konflik bersenjata. Menurut HHI, aturan yang berlaku tergantung pada sifat konflik. Konflik di Papua sering dikategorikan sebagai konflik bersenjata non-internasional, karena melibatkan kekerasan antara kelompok bersenjata non-negara (seperti KKB) dan pemerintah. Dalam konteks ini, hukum humaniter yang relevan mencakup ketentuan dalam Pasal 3 bersama Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan II. Pasal 3 bersama menyatakan bahwa dalam konflik non-internasional, semua pihak harus memperlakukan orang-orang yang tidak ambil bagian dalam permusuhan dengan manusiawi. Termasuk di dalamnya adalah larangan atas:

  • Pembunuhan dengan sengaja;
  • Penyiksaan atau perlakuan kejam;
  • Penyanderaan; dan
  • Serangan terhadap warga sipil.

Pemerintah Indonesia juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi warga sipil di wilayah konflik. Ini termasuk memastikan adanya keamanan yang memadai di daerah rawan seperti Puncak Papua. Jika tidak ada upaya yang cukup untuk mencegah kekerasan atau memberikan keadilan bagi korban, maka pemerintah dapat dianggap gagal memenuhi kewajiban hukumnya di bawah hukum nasional maupun internasional. Kasus ini menuntut perhatian serius dari perspektif hukum humaniter:

  • Investigasi menyeluruh harus dilakukan untuk mengungkap pelaku, motif, dan kondisi di sekitar insiden.
  • Peradilan transparan dan adil perlu diterapkan untuk menindak pelaku sesuai hukum, baik hukum nasional maupun standar internasional.
  • Upaya pencegahan harus ditingkatkan untuk melindungi warga sipil dari kekerasan di masa depan.

Negara memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi hak-hak masyarakat Papua, memastikan pelaku dihukum, serta menciptakan kondisi yang memungkinkan penghormatan dan perlindungan HAM bagi semua orang di wilayah konflik. Tindakan tegas terhadap pelanggaran ini harus diimbangi dengan pendekatan damai dan dialog yang inklusif untuk mengakhiri konflik di Papua dan mengurangi pelanggaran HAM di masa depan. Tragedi ini meninggalkan luka mendalam, tidak hanya bagi keluarga korban, tetapi juga bagi masyarakat Papua secara keseluruhan. Warga sipil menjadi semakin takut untuk menjalani aktivitas sehari-hari karena ancaman kekerasan bisa datang kapan saja. Sementara itu, kasus seperti ini menambah panjang daftar pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Masyarakat yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban dari konflik berkepanjangan yang belum menemukan solusi damai.

Tragedi pembunuhan terhadap dua tukang ojek di Puncak, Papua Tengah, mencerminkan tantangan kompleks dalam melindungi warga sipil di tengah konflik berkepanjangan di Papua. Kasus ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip hukum humaniter internasional, khususnya prinsip distinction, yang mengharuskan semua pihak yang berkonflik untuk membedakan antara kombatan dan non-kombatan. Penyerangan terhadap warga sipil, seperti tukang ojek yang hanya berusaha mencari nafkah, adalah kejahatan yang tidak dapat dibenarkan dalam situasi apa pun. Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk melindungi hak-hak dasar setiap warga negara, termasuk hak hidup dan keamanan. Hal ini mencakup upaya serius untuk memastikan keadilan bagi para korban melalui investigasi yang menyeluruh, peradilan yang transparan, dan penindakan tegas terhadap pelaku. Selain itu, perlindungan preventif harus ditingkatkan di wilayah-wilayah rawan, termasuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap aparat keamanan.

Namun, solusi jangka panjang terhadap konflik di Papua memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan dialog damai, pembangunan berkelanjutan, dan penanganan akar masalah seperti ketidakadilan sosial dan ekonomi. Kekerasan, baik oleh kelompok bersenjata maupun melalui operasi keamanan yang tidak terukur, hanya akan memperburuk siklus pelanggaran HAM. Kasus ini bukan hanya sebuah tragedi bagi keluarga korban, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya memperjuangkan perdamaian dan penghormatan HAM di Papua. Pemerintah, masyarakat sipil, dan semua pihak terkait harus bekerja bersama untuk menciptakan kondisi di mana masyarakat Papua dapat hidup dengan aman dan bermartabat, tanpa rasa takut akan kekerasan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline