Oleh: Ahmad Marzuki, S.H, Ryan Bianda, M.Hum, Nur Hasan, M.A
Persoalan kemiskinan senantiasa menarik untuk dikaji karena merupakan masalah serius yang menyangkut dimensi kemanusiaan. Karena sudah berlangsung lama dan menjadi kenyataan saat ini di masyarakat, kemiskinan terus menjadi masalah yang tidak bisa dianggap mudah diatasi.
Dengan kata lain, kemiskinan merupakan kenyataan abadi dalam kehidupan manusia. Dalam konteks ini, ketimpangan sosial ekonomi dan isu-isu terkait semakin mendapat perhatian. Ajaran Islam telah menawarkan solusi untuk masalah yang dimiliki orang satu sama lain. Tetapi karakter individu sebetulnya adalah faktor yang dapat memberi jalan keluar terhadap masalah moralitas sosial itu sendiri seperti kemiskinan, keadilan sosial, dan hak asasi manusia.
Menurut Abdurrachman dalam bukunya berjudul Zakat (Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial) menjelaskan bahwa salah satu cara menanggulangi kemiskinan adalah dukungan orang yang mampu untuk mengeluarkan harta kekayaan mereka berupa dana zakat kepada mereka yang kekurangan.
Zakat merupakan salah satu dari lima nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya. Zakat merupakan salah satu rukun Islam, ia merupakan pilar utama ajaran islam keempat setelah dua kalimat syahadat, shalat dan puasa. Ditinjau dari segi manfaatya, zakat merupakan salah satu bentuk ibadah yang dikenal dengan istilah maliyah, yang meliputi hubungan manusia dengan sesamanya maupun dengan Allah SWT. Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan.
Zakat, di sisi lain, adalah frasa yang digunakan untuk merujuk pada sejumlah aset tertentu yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Allah, yang diberikan kepada orang-orang yang memenuhi syarat untuk menerimanya dalam keadaan tertentu. Pengertian zakat secara literal adalah bahwa setiap harta yang dikeluarkan oleh muzakki akan diberkati, tumbuh, dan suci. Dengan kata lain, zakat akan mensucikan orang yang mengeluarkannya sekaligus meningkatkan kemaslahatan dan berkah bagi mustahik. Disamping itu, selain hati dan jiwanya yang bersih, kekayaanNya juga akan bersih.
Dalam konteks Ekonomi Islam, istilah "distribusi" mengacu pada konsep komprehensif yang mencakup faktor-faktor seperti struktur kepemilikan, komponen produksi, dan sumber pendapatan. Karena hubungan yang erat antara distribusi dan tingkat kesejahteraan masyarakat, distribusi merupakan isu penting dalam Ekonomi Islam. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, distribusi adalah penyaluran (pembagian,pemgiriman) dari yang kelebihan kepada kekurangan ke beberapa orang atau kebeberapa tempat.
Kesejahteraan adalah keamanan, keselamatan, ketentraman, dan kesenangan hidup. Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yaitu: pemeliharaan agama (hifzhu al-dhin), pemeliharaan jiwa (al-nafs), pemeliharaan akal (al-'aql), pemeliharaan keturunan (al-nasl), dan harta (al-mal), Sedangkan mustahik adalah orang yang patut menerima zakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan mustahik adalah ketentraman dan kesenangan hidup yang diterima oleh orang yang berhak menerima zakat baik itu ketentraman dan kesenangan hidup secara lahir maupun batin.
Adapun bentuk dari penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu. Metode kualitatif deskriptif juga mempelajari norma-norma atau standar-standar, sehingga penelitian deksriptif ini juga dikatakan survey normative.
Potensi dan peran zakat ini diharapkan mampu untuk mengentaskan kemiskinan, yatim dan dhuafa merupakan masalah sosial yang perlu kita perhatikan dan selesaikan bersama. Karena mereka hidup dalam ekonomi yang lemah. Bantuan yang diberikan oleh donatur kepada mereka adalah dengan cara mengsejahterakan mereka sehingga mereka mampu untuk menopang kehidupan mereka menjadi lebih baik dan lebih mandiri lagi. Kaum dhuafa dan anak yatim berhak untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitar, karena mereka perlu solusi yang tepat untuk perkembangan hidup mereka terutama dalam bidang ekonomi.
Karna itu, Griya Yatim dan Dhuafa tidak hanya membantu mereka dalam bentuk ekonomi, namun juga dalam bentuk pendidikan, keterampilan dan sebagainya. Seperti usaha dalam pengembangan potensi dana zakat, infak, dan sedekah dalam modal usaha, keterampilan serta pemberdayaan, maka Griya Yatim dan Dhuafa telah membantu mereka seperti dalam bantuan modal usaha dan pemberdayaan yang mana bisa membuat mereka mempunyai bekal berupa pengalaman dan keterampilan yang bisa mereka gunakan dalam sehari-hari agar mereka bisa menggunakan bantuan yang telah diberikan untuk merubah hidupnya menjadi lebih baik.