Lihat ke Halaman Asli

Langkah-Langkah Pertama Menuju Kebangkitan Nasional 1900-1927

Diperbarui: 1 Mei 2024   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejarah Awal

Kebangkitan nasional adalah masa di mana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang sebelumnya tidak pernah muncul selama masa penjajahan. Dalam masa ini muncul sekelompok masyarakat Indonesia yang menginginkan adanya perubahan karena penindasan dan penjajahan. Kebangkitan nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo.

Abad XX bukan hanya menjadi saksi penentuan wilayah Indonesia yang baru dan suatu pencadangan kebijakan penjajahan yang baru. Masalah-masalah dalam masyarakat Indonesia juga mengalami perubahan yang begitu besar sehingga, dalam masalah-masalah politik, budaya, dan agama, rakyat Indonesia menempuh jalan baru. Perubahan yang cepat terjadi di semua wilayah yang baru saja ditaklukkan oleh Belanda. Akan tetapi, dalam hal gerakan-gerakan anti-penjajahan dan pembaharuan yang mula-mula muncul pada masa ini, Jawa dan daerah Minangkabau di Sumatera menarik perhatian yang khusus. Perubahan-perubahan yang terjadi di sana sedemikian rupa sehingga sejarah Indonesia modern memasuki zaman baru dan memperoleh kosa kata baru.

Pelopor Perubahan 

Alasan-alasan yang mendorong Jawa dan Minangkabau menjadi pelopor dalam perubahan yang mendadak ini cukup jelas. Tingkatan kekacauan dan perubahan sosial di Jawa telah dijelaskan di dalam bab-bab terdahulu. Minangkabau telah mengalami pembaharuan Islam besar-besaran yang pertama di Indonesia di bawah kaum Padri, telah meng- alami perubahan-perubahan yang besar sejak dipaksakannya ke- kuasaan Belanda, dan memiliki tradisi untuk berhubungan secara aktif dengan dunia luar yang telah mempertemukannya dengan ide-ide baru. Ketika raja-raja Bali dan kaum ulama Aceh masih berjuang untuk mempertahankan tatanan yang lama dari upaya penaklukan penjajah, orang-orang Minangkabau dan rakyat Jawa telah meletakkan dasar-dasar bagi suatu tatanan baru.

Perkembangan-perkembangan pokok pada masa ini adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi dan dikenalnya de- finisi-definisi baru dan lebih canggih tentang identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, sedangkan definisi yang baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi analisis yang lebih mendalam tentang lingkung- an agama, sosial, politik, dan ekonomi. Pada tahun 1927 telah terbentuk suatu jenis kepemimpinan Indonesia yang baru dan suatu kesadaran diri yang baru, tetapi dengan akibat yang sangat mahal. Para pemimpin yang baru terlibat dalam pertentangan yang sengit satu sama lain, sedangkan kesadaran diri yang se- makin besar telah memecah belah kepemimpinan ini menurut garis-garis agama dan ideologi. Pihak Belanda mulai menjalankan tingkat penindasan baru untuk menanggapi perkembangan-per- kembangan tersebut. Periode ini tidak menunjukkan pemecahan masalah, tetapi benar-benar mengubah pandangan kepemimpinan Indonesia itu mengenai dirinya sendiri dan masa depannya.

Gagasan pembebasan bangsa Indonesia lewat pendidikan kaum priyayi didorong sejak awal oleh jurnal Bintang Hindia, diterbitkan pertama kali di Belanda pada tahun 1902. Jurnal ini dipimpin oleh seorang Minangkabau, sarjana keluaran sekolah Dokter-Jawa (sesudah tahun 1900 bernama STOVIA) di Weltev reden, pada saat itu suatu bagian pinggir kota Batavia, bernama Abdul Rivai (1. 1871) dan seorang Belanda yang kemudian me rasa bahwa gagasan-gagasan Rivai terlalu progresif. Bintang Hindia diedarkan di Indonesia dan dibaca amat luas oleh kalangan elite Indonesia sebelum penerbitannya berhenti pada tahun 1906.

Pada tahun 1907, Wahidin berkunjung ke STOVIA. Di sana, di salah satu lembaga terpenting yang menghasilkan priyayi rendah Jawa itu, dia mendapat tanggapan yang bersemangat dari murid-murid sekolah tersebut. Diambil keputusan untuk mem bentuk suatu organisasi pelajar guna memajukan kepentingan- kepentingan priyayi rendah Pada bulan Mei 1908, diselenggara kan suatu pertemuan yang melahirkan Budi Utomo. Nama Jawa ini (yang seharusnya dieja budi utama) diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh organisasi tersebut sebagai het schoone streven (ikhtiar yang indah). Tetapi menurut konotasi-konotasi bahasa Jawa yang beraneka ragam, nama itu juga mengandung arti cen dekiawan, watak, atau kebudayaan yang mulia. Pada pertemuan pertama itu, hadir para perwakilan mahasiswa dari STOVIA, OSVIA, sekolah-sekolah guru, serta sekolah-sekolah pertanian dan kedokteran hewan. Cabang-cabang Budi Utomo didirikan pada lembaga-lembaga pendidikan tersebut. Pada bulan Juli 1908, Budi Utomo sudah mempunyai anggota 650 orang. Mereka yang bu kan mahasiswa juga menggabungkan diri, sehingga pengaruh ma hasiswa mulai berkurang dan organisasi tersebut tumbuh menjadi partai priyayi rendah Jawa pada umumnya.

Munculnya Organisasi & Pengaruhnya

Budi Utomo pada dasarnya tetap merupakan suatu organisasi priyayi Jawa. Organisasi ini secara resmi menetapkan bahwa bi- dang perhatiannya meliputi penduduk Jawa dan Madura, dengan demikian, mencerminkan kesatuan administrasi kedua pulau itu dan mencakup masyarakat Sunda dan Madura yang kebudayaan- nya berkaitan erat dengan Jawa. Adalah bahasa Melayu, dan bu- kan bahasa Jawa, yang dipilih sebagai bahasa resmi Budi Utomo. Namun demikian, kalangan priyayi Jawa dan, sampai tingkat yang jauh lebih kecil, Sunda-lah yang menjadi pendukung inti Budi Utomo. Rasa keunggulan-budaya orang lawa cukup sering muncul ke permukaan, bahkan di Bandung ada cabang-cabang khusus untuk anggota-anggota orang lawa dan Sunda. Budi Utomo tidak pernah memperoleh landasan rakyat yang nyata di antara kelas- kelas bawah dan mencapai jumlah anggotaan tertinggi hanya 10.000 orang pada akhir tahun 1909. Organisasi ini pada dasar- nya juga merupakan lembaga yang mengutamakan kebudayaan dan pendidikan, seperti yang akan terlihat di bawah ini, ia jarang

memainkan peran politik yang aktif. Pada bulan Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Yogyakarta. Pada saat itu, Wahidin tinggal menjadi sesepuh saja dan bermunculan suara-suara baru untuk mengatur organisasi tersebut. Tjipto Mangunkusumo (1885- 1943), yang radikal dan juga seorang dokter, memimpin seke lompok minoritas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline