Lihat ke Halaman Asli

Silent Majority: Ditindas Penguasa atau Media?

Diperbarui: 18 Februari 2024   01:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dibuat dengan Bing

Tulisan ini berangkat dari pikiranku yang tergelitik mengenai suatu perdebatan di kanal YouTube Kompas TV mengenai 'Silent Majority'. Untuk video lengkapnya, bisa ditonton di sini.

Dalam diskusi ini, dihadirkan M. Qodari - Direktur Eksekutif Indo Barometer, Siti Zuhro – Peneliti Utama Politik BRIN, Rocky Gerung – Pengamat Politik, Alissa Wahid – Tokoh Gerakan Nurani Bangsa, dan Eep Saefulloh Fatah – CEO PolMark Indonesia.

Singkat cerita, perdebatan mengenai definisi silent majority ini mencuat begitu M. Qodari  mengatakan bahwa pendukung Prabowo-Gibran adalah rakyat silent majority, yang selama ini diam dan belum mengekspresikan pandangan mereka bahwa selama ini mereka mendapatkan act of terror dari pendukung pasangan capres-cawapres lain. Ia mencontohkan bahwa salah satu tindakan teror yang dilakukan oleh pendukung 01 dan 03 adalah mereka yang mengatakan bahwa mendukung pasangan 02 adalah tindakan tidak bermoral, tidak bisa dibenarkan, dan membuat pendukung 02 malas untuk menjelaskan.

Definisi silent majority ini kemudian dipertanyakan oleh Rossi, selaku pembawa acara. Rossi berpendapat bahwa definisi silent majority yang digunakan oleh M. Qodari merupakan definisi yang salah. Rossi menjelaskan bahwa silent majority adalah suara-suara dari mereka yang takut dengan kekuasaan. Ia pun menambahkan argumen untuk menyanggah definisi M. Qodari, bahwa jika suara mereka sejalan dengan Pemerintah, sejalan dengan kekuasaan, kenapa harus takut?

M. Qodari pun mendeskripsikan lebih detail bahwa silent majority tersebut kebanyakan berasal pendidikan rendah yang takut akan suara-suara intelektual semacam guru besar atau Rocky Gerung. Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa teror saat ini justru datang dari sesama warganet.

Kemudian Rocky Gerung pun menanggapi dengan mengatakan bahwa definisi yang mereka pakai (Rossi dan Rocky) adalah masyarakat yang diam tapi menghanyutkan. Sedangkan definisi yang dipakai M. Qodari adalah masyarakat yang diam tapi dihanyutkan oleh berbagai kecurangan seperti bansos menjelang pemilu dan propaganda satu putaran. Sedangkan bagi Eep, silent majority adalah bentuk perjuangan untuk melawan orang yang tidak menyenangkan dan sedang berkuasa. 

Sampai titik ini, baik Rossi, Rocky, dan Eep mendefinisikan silent majority berhubungan dengan ‘perlawanan’ terhadap penguasa. Sehingga definisi M. Qadari tidaklah tepat.

Istilah silent majority sendiri dipopulerkan oleh Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon. Kala itu ia meminta dukungan kepada silent majority dari masyarakat Amerika, yakni mereka yang tidak mendukung demonstrasi anti perang Vietnam atau bergabung dengan gerakan counterculture. 

"And so tonight—to you, the great silent majority of my fellow Americans—I ask for your support."

Nixon saat itu jelas-jelas merujuk kepada publik yang tidak vokal menyuarakan pendapat mereka karena tertutupi suara minoritas yang vokal di media.

Istilah silent majority sendiri pada awalnya berasal dari seorang penulis Romawi, Petronius, yang menggunakan istilah ini untuk merujuk kepada ‘mereka yang telah mati’; karena jumah orang mati lebih banyak daripada yang hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline