Kulit keriputnya memendam cerita perjalanan melintasi waktu antara musim kemarau dan penghujan, guratan-guratan wajahnya mengisahkan ketakberdayaannya tenggelam dalam lautan kepedihan. Rautnya seakan mengungkapkan penyesalan akan keberadaannya dibumi yang baginya sejak kecil selalu saja gersang. Orang-orang lalu-lalang acuh tanpa iba sepercikpun diwajah mereka, sebab mereka juga berada pada garis kegetiran.
Mbah Naryo, lelaki renta yang tidak punya pekerjaan tetap, mampu membeli rumah besar peninggalan almarhum H. Umar, mantan lurah desa, yang saat ini rumah tersebut sudah menjadi milik H. Ali, anak semata wayang almarhum H. Umar, yang sekarang sudah mempunyai rumah besar di samping masjid desa sebelah. Rumah besar peninggalan almarhum H. Umar tersebut sangatlah strategis, sebab berada di sebelah balai desa. Apalagi di depan balai desa akan didirikan sekolah, yang nantinya pasti akan ramai. Sehingga H. Ali menawarkan dengan harga Rp 250.000.000, dan harga tersebut tidak dapat ditawar lagi, dan rencananya uang hasil penjualan rumah tersebut akan dijadikan modal buka usaha ternak ayam petelur.
Sebenarnya warga desa banyak yang ingin membeli rumah tersebut, akan tetapi karena harganya mahal, tidak ada yang berani menawar rumah tersebut.
Mendadak warga desa gempar, setelah mendengar kabar bahwa rumah peninggalan H. Umar sudah terjual, dibeli Mbah Naryo. Warga desa seakan tidak percaya, mereka bertanya-tanya perihal uang asal uang yang digunakan Mbah Naryo untuk membeli rumah tersebut. Padahal, melihat keseharian Mbah Naryo yang serba pas-pasan tidaklah mungkin bisa membeli rumah tersebut.
Kasak-kusuk di antara warga tersebut kebanyakan beranggapan bahwa Mbah Naryo melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pesugihan, ada yang menganggap Mbah Naryo punya Tuyul, ada yang menganggap punya ilmu babi ngepet, bahkan ada yang menganggap Mbah Naryo sudah melakukan perjanjian dengan iblis.
***
"Kamu kira Mbah Naryo punya tuyul?" tanya Pak Munip, ketua RW, saat menanggapi omongan salah satu warganya yang sedang merumpi di pos ronda.
"Pastinya seperti itu pak, kalau tidak seperti itu, dapat uangnya dari mana pak? Mbah Naryo kerjanya kan cuma kalau ada yang menyuruhnya, kalau tidak ada yang menyuruh dan meminta tolong kepadanya, Mbah naryo juga tidak bekerja!" jawab Pak Bejo, yang saat itu ronda bersama Pak sarmin, dan Pak Ngatijan.
"Kalau tidak seperti itu, Mbah Naryo itu juga bisa saja punya ilmu pesugihan, uang sebanyak itu tidak mungkin bisa dimiliki Mbah Naryo dalam waktu sekejap. Lha wong,tidak punya pekerjaan tetap, mana mungkin bisa punya uang sebanyak itu?" tambah Pak Sarmin.
"Apa yang kalian ungkapkan memang ada benarnya, tapi kalian menuduh tanpa ada bukti, bisa-bisa kalian dianggap memfitnah!" Pak Munif menanggapi
"lha terus apa kita diam saja Pak RW? Melihat hal yang di luar kewajaran kita?" ujar Pak Ngatijan serius.
"Begini saja, saya yang nanti akan menyelidiki dari mana asal muasal uang yang didapat oleh Mbah Naryo, kalian tenang saja!" Pak Munif menenangkan.