Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Jefri

berbagi untuk kehidupan bersama yang lebih baik

Melampaui Primordialisme

Diperbarui: 31 Juli 2018   20:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Primordialisme adalah suatu kondisi yang membuat manusia terpecah ke dalam bagian-bagian hirarki yang selalu menghadirkan sebuah pola kehidupan manusia secara terpisah-pisah, sehingga kondisi yang terbangun adalah ketercrabutan sebuah distingsi rasa kemanusiaan itu sendiri-ahmad jefri.

Dalam kondisi realitas sosial yang sangat beragam serta multikultur, umumnya struktur sosial lebih di dominasi oleh pengelompokan-pengelompokan suatu aksen perbedaan identitas baik, agama,budaya, suku, setatus sosial, dengan asumsi bahwa hubungan sosial dapat terbangun jika manusia memiliki kesamaan dalam bahasa,suku, budaya, agama, bahkan warna kulit yang sama, selebihnya manusia hanya mampu hidup dengan keterasingan kelompok satu dengan kelompok yang lain,

Keterasingan menghasilkan sebuah tembok perbedaan, yang mampu memberi udara segar bagi kebencian yang tumbuh dari benih-benih prasangka, serta fanatisme identitas, hal ini menyebabkan realitas kehidupan manusia yang sangat plural menjadi tercederai dengan sendirinya, dengan ini seseorang yang lahir dari kultur identitas sosial tertentu sangat sulit berempati dengan seseorang dari kultur identitas yang lain.

Jika ada kemungkinan ikatan hubungan sosial yang terjalin, hal itu hanya mampu menyentuh pertimbangan atas ego kepentingan diri, sulitnya keberadaan manusia untuk hidup berdampingan tanpa sekat perbedaan, hal ini menjadikan kehidupan itu sendiri seperti bom waktu, yang setiap saat dapat meledakakan konflik, berbicara tentang identitas sosial, Serta apa yang memungkinkan keberadaan identitas sosial di dapati manusia, secara epistimologis keadaan ini di hasilkan oleh cara manusia melekatkan setiap pengetahuan yang di dapatkannya melaui ruang dan waktu yang sangat terbatas, asumsi ini di dapati ketika ''cara manusia memberi makna atas kehidupanya sangatlah rapuh, manusia hanya mampu mencerap pengetahuan melalui ruang dan waktu mereka sendiri''.

Manusia adalah mahluk yang di bentuk melalui ruang dan waktu yang mereka miliki, kita adalah produk dari setiap, ideologi, budaya,suku, bahasa, kepercayaan (agama), dari ruang dan waktu yang kita miliki, keterbatasan ruang dan waktu yang manusia pijak dalam menyentuh dunia, melahirkan berbagai macam identitas yang sangat beragam, identitas lahir dari proses pengetahuan yang di peroleh melalui ruang dan waktu yang mengendap menjadi suatu kebenaranya tersendiri, dengan ini manusia amatlah sulit untuk bisa menerima kebenaran dari identitas manusia lain, karena manusia akan selalu mempertahankan setatus kebenaranya sendiri, tanpa bisa merelativkan kebenaran manusia lain.

Hadirnya primordialisme adalah penolakan terhadap pluralitas itu sendiri, primordialisme mencoba membagi manusia dalam bentuk kumpulan potongan yang kecil-kecil, sehingga yang terjadi kemudian adalah realitas kehidupan sosial selalu di bumbui konflik yang di latar belakangi perbedaan identitas, hal ini timbul di dalam suasana kehidupan sosial yang mengudara dengan situasi persepsi negatif, seperti yang sudah saya jelaskan di atas, secara obyektif kita bisa melihat, ketika kehidupan manusia di kota-kota besar, di mana di dalamnya di isi oleh beragamnya latar belakang identitas sosial, akan tetapi yang terjadi adalah suasana kehidupan dengan berbagai macam tingkat hirarki secara berkelompok, seseorang yang memiliki kepercayaan (agama.A) Hanya mampu meletakan rasa solidaritasnya terhadap kepercayaan (agama) yang sama (A), seseorang yang lahir dari suku, budaya, bahasa.A, hanya mampu berinteraksi dan memiliki keterbukaan dengan suku yang sama,

Begitu juga seterusnya,seseorang yang lahir dari derajat sosial tertentu hanya mampu berbaur dan bergaul dengan sesamanya, yang memiliki tingkatan status sosial yang sama, semua memiliki kotak kehidupanya sendiri, dan setiap sikap empati, solidaritas, tenggang rasa hanya di dengungkan untuk mereka yang mempunyai identitas sosial yang sama,  primordialisme terjadi tidak hanya di ruang mikro sosial (lingkungan tempat tinggal), tetapi mencapai makrososial (politik),

Hal ini dapat di buktikan bahwa sistem politik kita kental akan aroma ''politik identitas'', dalam setiap pemilihan umum yang terjadi, hanya mereka yang memiliki latar belakang yang sama, baik agama,buadaya,suku, dapat mendulang suara tertinggi, hal ini tanpa di dukung oleh kredibilitas seorang pemimpin yang memiliki kinerja baik, sementara bagi mereka yang lahir dari latar belakang berbeda memiliki tingkat pemilihan yang sangat rendah, meski kredibilitas kinerjanya sangat baik, untuk itu sistem demokrasi yang kita anut hanya menjadi sebuah pepesan kosong, karena tak pernah mampu menyentuh esensi sejati dalam demokrasi itu sendiri.

Bahaya primordialisme ketika bercampur dengan politik di sistem pemerintahan kita, bayangkan ketika pemimpin negara ini,maupun para wakil kita (DPR) hanya di isi oleh suara mayoritas, yaitu orang-orang dari latar belakang identitas sosial yang sama, semua ini hanya akan merusak integrasi negara ini sebagai sebuah bangsa yang memiliki berbagai macam, budaya, suku, bahasa, kepercayaan (agama) Sehingga setiap kebijakan yang di ambil selalu di dorong atas kepentingan golongan mayoritas yang memiliki suara terbanyak, di sisi lain sistem hukum maupun lembaga publik, sangat bersikap diskriminatif terhadap kelompok dari golongan minoritas, hal demikian sangat mencederai arti berdemokrasi kita dalam berdirinya sebuah negara kesatuan republik indonesia (NKRI), di sisi yang lain ''kebhinekaan'' kita hanya menjadi simbol yang tak pernah menjalankan fungsinya.

Kehadiran primordialisme menawarkan berbagai macam bentuk kecenderungan kehidupan sosial yang bergerak ke arah berbagai macam latar belakang konflik sosial, primordialisme menciptakan sikap tertutup dan mengisolasi dirinya untuk terbuka dan berempati terhadap realitas kehidupan umat manusia yang sangat kaya ini, oleh itu timbulah sikap diskriminatif terhadap warga dari golongan tertentu, rasialisme terhadap kelompok dari RAS tertentu, Fanatisme identitas merasa kelompoknya adalah yang paling benar, sehingga melakukan kejahatan terhadap kelompok identitas yang berbeda, kontaminasi merasa enggan bergaul dengan manusia dari setatus sosial tertentu, karena dirinya takut di cemar/ di kotori oleh mereka yang mempunyai tingkat kehidupan sosial yang berbeda, konservatisme yaitu, menjaga nilai-nilai tradisi sehingga membuat kelompoknya hidup secara tertutup, etnosentrime, merasa kebudayaan kelompoknya adalah yang paling unggul di banding kebudayaan kelompok lain.

 -MELAMPAUI PRIMORDIALISME

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline