Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Haiqel

𝓼𝓮𝓭𝓪𝓷𝓰 𝓽𝓲𝓭𝓾𝓻

Menggugat Kontribusi Momok Korupsi Firli Bahuri

Diperbarui: 25 November 2023   00:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagai petir di siang bolong, namun petir itu sangatlah menyilaukan mata karena menggelegar di pekatnya kegelapan. Petir itu menggelegar di dinginnya angin malam, berlokasi di Polda Metro Jaya. Malam itu, Firli Bahuri, sang Ketua KPK yang masih aktif hingga saat ini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi, hadiah, atau janji.

Setelah begitu banyak drama politis dan yuridis yang dipertontonkan, akhirnya tiba akhir dari Firli Bahuri. Mangkir berkali-kali dari pemeriksaan, bermain peran menjadi korban, pada akhirnya berhenti juga seluruh kegamangan. Tetap menghormati asas praduga tak bersalah, namun dirinya sudah terlanjur bersalah.

Kontroversi dirinya tak mencuat begitu saja. Teringat betul bermula dari konflik internal KPK atas tes wawasan kebangsaan di masa kepemimpinannya yang membuat puluhan penyidik dan karyawan KPK tersingkir dari instansi produk reformasi tersebut. Kontroversi lanjutan tak berhenti bergulir hingga bermuara pada satu kontroversi besar lainnya, yakni Ketua KPK VS Kapolri.

Citra KPK yang tak henti-hentinya merosot diperparah dengan derap langkah Firli yang kian menjadi momok. Menganggap dirinya tak kotor, Firli mengungkap dirinya sedang diserang koruptor. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui, kasus korupsi di lingkungan Kementan tersebut pada akhirnya menyeret sang panglima pemberantasan juga.

Bila sebagian orang mencium bau amis atas penetapan tersangka ini karena Deputi yang diberhentikan Firli, Irjen Karyoto, adalah pimpinan instansi yang "mentersangkakan" Firli, menurut saya justru sebaliknya. Perseteruan tersebut bukanlah sebuah konspirasi balas dendam, melainkan kondisi busuk yang tak boleh lagi dipendam.

Keburukan seperti ini tak boleh dipertahankan, apalagi diberi pupuk agar terus berkembang. Sebuah ironi berjuta lapis, bagaimana bisa panglima pemberantasan korupsi justru terlibat korupsi? Mencoreng wajah KPK yang memang sudah semakin hitam, meninggalkan luka busuk yang entah kapan bisa keringnya.

Bagai tak pernah belajar dari situasi yang ada, entah apa maksudnya, namun blunder-blunder tak berhenti diproduksi baik oleh sang panglima maupun para kolega. Di hari-hari yang tersemat statusnya sebagai tersangka, dirinya cukup kuat menahan malu untuk bekerja di kantor antirasuah. Sebuah ironi setinggi awan, ibarat seorang vegetarian yang bekerja di rumah pemotongan hewan.

Sang kolega, Alexander Marwata, dengan begitu gagah mengatakan bahwa dirinya tak malu atas kejadian yang menimpa Firli. Bahkan, dirinya mengkerdilkan opini publik atas citra KPK. Sebuah opini yang seharusnya hanya ada di sinetron, yang pada akhirnya terpaksa diperbaiki Nurul Ghufron. Untuk siapa saja di luar sana yang mengkerdilkan opini publik, ingatlah Vox Populi Vox Dei.

Sungguh sebuah situasi yang tak dapat dipercaya akibat terlalu dagelan. Bila rasa malu pun tak diberikan, lantas apalagi yang harus diharapkan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline