Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Haiqel

š¯“¼š¯“®š¯“­š¯“Ŗš¯“·š¯“° š¯“½š¯“²š¯“­š¯“¾š¯“»

Perppu Cipta Kerja: Wajah Demokrasi Era Jokowi

Diperbarui: 8 Juni 2024 Ā  18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: megapolitan.kompas.com

Masih dalam suasana perayaan Natal dan tahun baru, pemerintah secara mendadak mengumumkan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Cipta Kerja yang sebelumnya diputuskan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Apa lagi sih ini?

Sekilas mengingat ke belakang, berbagai demonstrasi dilakukan dalam upaya penolakan atas disusunnya hingga disahkannya berbagai produk hukum yang cacat bagi rakyat, salah satunya UU Cipta Kerja. Menanggapi hal ini, Presiden Jokowi justru "lari" dengan mempersilakan pihak yang tidak setuju untuk uji materi atauĀ judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Setelah berbagai upaya judicial reviewĀ dilakukan, maka pada akhirnya MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945, dan memberikan waktu dua tahun untuk memperbaiki UU tersebut. Lagi-lagi, untuk menjawab permasalahan ini, Jokowi kembali "lari" dengan menerbitkan Perpu atas UU inkonstitusional bersyarat tersebut, bukan memperbaiki UU sebagaimana yang diamanatkan MK.

Tak sebatas itu, pemerintahan Jokowi juga semakin menampakkan sisi keotoriterannya. Salah satu poin yang diamanatkan MK adalah memperbaiki UU baru yang memerhatikan meaningful participation atau secara singkat dapat diartikan dilibatkannya dan didengarkannya aspirasi masyarakat. Alih-alih melaksanakan meaningful participation, pemerintah justru membungkam aspirasi masyarakat umum seperti yang diamanatkan dengan menerbitkan Perpu tersebut.

Alasan yang digunakan untuk diterbitkannya Perpu ini pun terkesan mengada-ada. Alasan mendesak yakni meningkatnya inflasi dan ancaman stagflasi, hingga efek perang Rusia-Ukraina serta beberapa hal lainnya menjadi alibi yang terkesan asal ada saja.

Sudah tak terhitung seberapa banyak tingkah lucu dan kesewenang-wenangan yang dilakukan pemerintah. Budaya "cuci tangan" dengan memerintahkan rakyat untuk judicial review ke MK adalah momok yang menggambarkan tebal telinganya pemerintahan saat ini. Tak malu dicap inkonstitusional, mereka justru semakin bertingkah dengan menerbitkan Perpu atas kepentingan pengusaha, menggambarkan ke mana keberpihakan pemerintah saat ini.

Diterbitkannya Perpu ini secara mendadak dan dalam suasana liburan pun menggambarkan budaya "pemerintah kagetan" era Jokowi dan budaya "pemerintah kaburan" dari penolakan masyarakat dengan mensiasati menerbitkan Perpu ini pada masa liburan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline