Ahmad Izzuddin
"Pribadi stoic bisa hidup tenang dan bahagia saat kenyataan tidak sesuai harapan, bahkan saat kebebasannya direnggut orang lain".
Stoicism merupakan filosofi yang mengajarkan manusia bisa hidup dengan ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan sepenuhnya. Konsep ini dilahirkan dari rahim pemikiran Zeno of Citium yang hidup pada tahun 336 SM dan wafat pada tahun 265 SM, atau 2.288 tahun yang lalu setelah terinspirasi pemikiran Socrates. Pasca meninggalnya Zeno, ajaran stoicism dilanjutkan oleh mantan budak yang bernama Epictitus zaman Romawi, kemudian dilanjutkan oleh Seneca seorang politikus dan dilanjutkan lagi oleh Marcus Aurelius seorang Kaisar Romawi yang namanya harum karena kesederhanaan dan kebijaksanaannya.
Stoicism telah mengubah cara pandang manusia. Banyak orang tua yang bersyukur ketika baru mengetahui, mempelajari, lalu bisa mengamalkan ajaran stoic, karena bisa membantunya hidup lebih damai dan bahagia. Banyak pula pemuda yang merasa beruntung ketika mengetahui lebih awal tentang ajaran stoic, karena merasa bisa menikmati hari ini dan lebih siap menjalani serta menghadapi setiap proses kehidupan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Anda mungkin tergolong orang yang bersyukur, bisa juga bagian dari orang yang beruntung.
Sebagian besar manusia beranggapan kebahagiaan sangat erat hubungannya dengan tercapainya semua keinginan atau semua berjalan sesuai dengan yang diharapkan, tidak adanya aral merintang, terhindar dari masalah, tidak ada perselisihan dengan orang lain, serta kenyataan yang hadir sesuai dengan harapan. Namun fakta menunjukkan jika tidak ada manusia yang terhindar dari salah satu di antara persoalan tersebut. Jalan yang kita lalui seringkali terjal, berkelok, tanjakan, bahkan turunan tajam dan licin. Jika Anda belum menjadi pribadi stoic, maka setiap menghadapi problem kehidupan Anda berada dalam posisi tekanan mental, mengeluh, mengumpat, marah, bahkan tidak jarang berada dalam gerbang keputus asaan.
Namun jika Anda sudah memiliki kepribadian stoic, Anda akan tetap bisa menikmati setiap proses kehidupan dengan tenang dan damai seperti gambaran dari Filsuf Stoic Seneca "Orang bijak puas dengan takdirnya, apapun itu, tanpa mengharapkan yang tidak dia miliki." Hal senada juga pernah disampaikan saudara terbaik yang menjadi panutan penulis ketika menghadapi problem kehidupan beliau mengucapkan kalimat indahnya "Pada titik dimana hidup saya terluka, saya hanya diam dan membatin 'oh ini terjadi lagi, oke, saya tidak punya energy untuk menangis karenanya', saya akan menikmati penderitaan ini karena dengan cara itu batin saya merasa bebas".
Manusia yang sering meratapi kehidupan dikarenakan mengganggap kebahagiaan itu bersumber dari luar dirinya, sehingga ketika kenyataan yang datang tidak sesuai dengan yang diharapkan hidupnya akan menderita. Sedangkan orang yang bijaksana dalam menyesuaikan diri dengan kenyataan yang tidak sesuai harapan memiliki pandangan jika kebahagiaan bersumber dari dalam dirinya sehingga hidupnya akan tetap tenang dan bahagia. Apapun yang datang dari luar dirinya dan bagaimanapun orang lain memperlakukannya tidak akan mempengaruhi mood, mentalnya tetap sehat, hidupnya tetap damai karena ia bisa mendatangkan kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri. Sebagaimana digambarkan seorang filsuf Socrates "Orang yang membuat segala sesuatu untuk kebahagiaan bergantung pada dirinya sendiri dan bukan pada orang lain, dia telah membuat rencana terbaik untuk hidup bahagia". Lalu, bagaimana cara menciptakan ketenangan dan kebahagiaan hidup dengan stoicism? Ada 4 ajaran Zeno yang harus kita pelajari, fahami, dan amalkan:
1) Dikotomi Kendali
Ide utama dan yang paling mendasar dalam filsafat stoicism adalah dikotomi kendali. Jika ingin berhasil dalam mengamalkannya, hal pertama yang harus kita lakukan dalam hidup ini adalah memetakkan apa saja yang bisa kita kendalikan dan apa saja yang tidak bisa kita kendalikan, betapa banyak yang ingin kita kendalikan dan pada hakikatnya sebagian besar tidak bisa kita kendalikan seperti kemacetan, panas, polusi, hujan, perilaku orang lain terhadap diri kita, masa depan, bahkan yang akan terjadi nanti tidak bisa kita kendalikan.
Setelah mengetahui mana saja yang bisa kita kendalikan, langkah selanjutnya fokuslah mengerjakan yang bisa kita kendalikan dan lepaskan yang tidak bisa kita kendalikan. Harus diakui bahwa yang bisa kita kendalikan hanyalah pikiran dan tindakan kita. Kita tidak dapat mengendalikan apa dan bagaimana sesuatu terjadi, namun yang bisa kita kendalikan adalah bagaimana cara kita bereaksi terhadap apa yang terjadi.