Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Izzuddin

saya adalah seorang mahasiswa

Perlindungan Populasi Sipil: Tantangan dan Peluang HHI dan R2P Dalam Konflik Ethiopia di wilayah Tigray

Diperbarui: 4 Desember 2024   07:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Krisis Tigray di Ethiopia

Dalam hubungan internasional, konsep R2P atau yang biasa disebut dengan Responsibility to Protect agar menekankan bahwa setiap orang ataupun negara bertanggung jawab untuk melindungi manusia dari kejahatan berat seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, penyucian etnis, dan kejahatan perang. Pada tahun 2001, laporan Komisi Internasional untuk Intervensi dan Kedaulatan Negara-Negara (ICISS) telah memperkenalkan ide R2P di ranah internasional. Pada Pertemuan Puncak Kepala Negara dan Pemerintahan ditahun 2005, komunitas internasional menerimanya dengan R2P mengatakan bahwatanggung jawab utama setiap negara adalah melindungi penduduknya dari ancaman kejahatan internasional agar tetap merasa aman, damai dan tentram. Akan tetapi jika suatu negara tidak dapat atau tidak bisa melakukan tanggung jawab secara baik dan benar maka akan diserahkan kepada komunitas internasional termasuk melalui intervensi militer untuk melindungi kemanusiaan. R2P telah melakukan kerjasamanya dengan organisasi lain untuk menciptakakan hubungan yang global dalam ranah perlindungan hak asasi manusia,organiasasi tersebut adalah Human Rights Watch, International Crisis Group, Oxfam International dan organisasi lainnya.

Ethiopia adalah negara yang berada di Tanduk Afrika dan menjadi perhatian dunia.Yang menjadikan Ethiopia menjadi perhatian dunia di karenakan adanya ketegangan etnisdan persaingan kekuasaan di antara berbagai kelompok yang menjadikan banyak dimensi danmenimbulkan konflik baru. Salah satu konflik terbesar yang ada di Ethiopia terjadi di wilayah Tigray. Adanya perlawanan antara pemerintah Ethiopia dengan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF). Melalui konflik ini telah menyebabkan kerusakan kemanusiaan yangsignifikan, seperti kelaparan, pengungsian massal, dan laporan pelanggaran hak asasi manusia oleh kelompok bersenjata. Dengan eskalasi konflik, terdapat kekhawatiran tentang kemungkinan genosida. Selain itu, melalui prinsip R2P dapat mendorong intervensi internasional yang masih menjadi perbincangan di Ethiopia.

Konflik di Tigray berakar dari sejarah panjang ketegangan politik dan etnis di Ethiopia. Setelah Perdana Menteri Abiy Ahmed mengambil alih kekuasaan pada 2018, ia memulai reformasi politik besar-besaran, termasuk upaya untuk mengurangi dominasi TPLF dalam pemerintahan federal. Ketegangan meningkat ketika TPLF menolak penundaan pemilu nasional akibat pandemi COVID-19 pada 2020, yang kemudian memicu eskalasi militer. Dalam waktu singkat, konflik ini menyebar ke wilayah lain seperti Amhara dan Afar, memperburuk situasi kemanusiaan.

Dampak konflik yang terjadi terhadap warga sipil sangat mengerikan. Ribuan orang tewas, dan lebih dari dua juta orang dipaksa mengungsi. Banyak yang tinggal di kamp pengungsian yang padat dan tidak memiliki akses memadai ke makanan, air bersih, atau layanan kesehatan. Anak-anak menjadi korban yang paling rentan, kehilangan akses ke pendidikan dan menghadapi risiko kelaparan.

Selain itu, laporan tentang kekerasan berbasis gender, termasuk pemerkosaan massal, menunjukkan bagaimana populasi sipil, terutama perempuan dan anak perempuan, menjadi sasaran dalam konflik ini. Pelanggaran hak asasi manusia ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan perlindungan internasional dan tanggapan yang efektif.

Dalam hal ini HHI fokus pada menyediakan bantuan kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya selama krisis kemanusiaan. HHI telah diterapkan oleh berbagai organisasi internasional seperti Palang Merah, UNHCR, dan WHO. Namun, akses ke wilayah konflik sering kali terhambat oleh hambatan logistik dan politik. Pasokan bantuan seringkali tidak mencapai wilayah yang paling membutuhkan karena blokade atau kurangnya keamanan.

R2P adalah doktrin internasional yang menyatakan bahwa negara memiliki tanggung jawab utama untuk melindungi populasinya dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Jika sebuah negara gagal melakukannya, komunitas internasional memiliki kewajiban untuk campur tangan, termasuk melalui intervensi militer jika diperlukan. Dalam kasus Ethiopia, meskipun ada bukti pelanggaran berat, penerapan R2P menghadapi tantangan besar karena sensitivitas politik dan kedaulatan negara.


terdapat beberapa tantangan utama dalam melindungi populasi sipil di Ethiopia, meskipun prinsip HHI dan R2P sudah diakui secara luas, diantaranya:

  • Akses terbatas ke wilayah konflik

Banyak wilayah yang paling terdampak berada di zona konflik aktif, membuat organisasi kemanusiaan sulit menjangkau mereka yang membutuhkan. Selain itu, blokade militer yang diterapkan oleh pemerintah atau kelompok bersenjata sering kali memperburuk situasi.

  • ketegangan Geopolitik

Konflik Ethiopia telah menarik perhatian internasional, dengan beberapa negara mendukung pihak-pihak tertentu. Kepentingan politik dan ekonomi ini sering kali menghalangi upaya kolektif untuk melindungi warga sipil secara efektif.

  • kurangnya pendanaan

Respon kemanusiaan membutuhkan dana besar. Namun, banyak organisasi internasional melaporkan kekurangan dana yang signifikan, yang membatasi kemampuan mereka untuk memberikan bantuan dalam skala besar.

  • Ketidakseimbangan antara kedaulatan negara dan intervensi internasional
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline