[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Buku cerita anak-anak dua bahasa terbilang langka di Indonesia. Padahal, buku semacam ini, kata Perwakilan Asia Foundation untuk Indonesia Sandra Hamid menjadi salah satu bagian menumbuhkembangkan minat baca. Pearson Plc asal Inggris bersama Asia Foundation dan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) menyumbang 100.000 buku untuk anak-anak dan keluarga Indonesia melalui program kampanye melek aksara berjudul Booktime pada Rabu (27/8/2014). (Kompas.com/Primus)"][/caption] Sebenarnya pertanyaan ini muncul sudah lama, cuma selama ini saya pendam, akhirnya karena tidak tahan saya tulis saja. Saya ga ngerti kenapa narrative text diajarkan di SMA, berkali-kali pula muncul dalam kurikulum, seberapa pentingkah? Dalam kehidupan sehari-hari, menurut saya jarang sekali kita tiba-tiba mendengar orang bercerita dongeng seperti Snow White atau Rapunzel atau Beauty and the Beast, dalam bahasa Inggris apalagi. Dibandingkan dengan teks lain seperti explanation atau discussion, narrative text jarang sekali muncul. Explanation text misalnya muncul ketika siswa belajar sebuah proses ilmiah dari buku text atau ketika belajar dari internet. Banyak yang bisa didapat, seperti proses ekosistem, atau proses terjadinya hujan, atau proses terbentuknya batuan, atau daur hidup. Begitu pula discussion text, sama. Sedangkan narrative text, kebutuhannya apa? Kapan kita butuh cerita tentang Sangkuriang atau Roro Jongrang dalam bahasa Inggris? Saya rasa kebutuhan itu sangat langka. Kapan kita tiba-tiba harus mendengarkan cerita Snow Queen dalam kehidupan nyata? Atau Sleepin Beauty? Kapan kebutuhan itu datang? Paling pas belajar bahasa Inggris, ketika seorang guru atau siswa bercerita di depan kelas. Tetapi pada kenyataan kehidupan, saya yakin jarang sekali terjadi. Tetapi sekali lagi kenapa? Saya mencoba mencari tahu kenapa. Yaitu dengan menelaah tujuan dari belajar narrative text. Yang pertama narrative text bertujuan untuk menghibur kita, to amuse atau to entertain. Mungkin dengan cerita orang diharapkan dapat terhibur. Memang bukan hanya cerita rakyat atau dongeng tetapi cerita lainnya yang lucu-lucu. Akan tetapi jika narrative menjadi lucu bukannya itu spoof? (teks yang punya akhiran lucu itu) dengan kata lain sudah beda genre. Ga narrative lagi. Dari sudut pandang ini saya tidak mendapatkan jawaban. Bagaimana untuk menonton film. Ya film bagi saya memang menghibur, tetapi film tidak identik dengan narrative, hanya mungkin film-film Disney yang menyajikan cerita dongenglah yang bisa menampilkan contoh narrative, biasanya ada narratornya yang muncul dari awal sampai akhir seperti film Maleficent yang jalan ceritanya dari awal sampai akhir dikawal oleh narrator. Tujuan selanjutnya adalah untuk memberikan pesan moral kepada para pendengar. Mungkin ini masuk akal karena anak kecil dan anak remaja butuh pesan moral. Akan tetapi bagaimana dengan siswa SMA, apakah sepenting itukah? Bukankah sudah bosan dengar cerita itu-itu terus? Apakah pesan moral melalui cerita dalam bentuk narrative text bisa berfungsi? Bukankah yang diceritakan dalam narrative text itu umumnya cerita-cerita Barat? Kecuali kalau kita ingin bercerita tentang Malin Kundang kepada orang Inggris misalnya. Mungkin ok tapi kapan kita ketemu orang Inggris? Bagaimana jika narrative text untuk belajar past tense? Bagi saya belajar past tense, belajar grammar saja, banyak cara selain dengan narrative text, terlalu jauh dan terlalu dibuat-buat. Dari tujuan di atas saya tidak bisa mendapatkan alasan seberapa pentingnya pembelajaran narrative text di SMA. Usulan saya, mending dihapus saja pembelajaran narrative text di SMA, jadi siswa di benar-benar belajar sesuai kebutuhan. Terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H