Lihat ke Halaman Asli

ahmad hassan

Freelancer

Anonim (2/3)

Diperbarui: 19 Maret 2022   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(obarrete.com)

Pagi itu terdengar suara telepon berdering di sebuah rumah. Mama yang bersiap-siap akan berangkat, terpaksa mengangkat telepon itu terlebih dahulu. Mendengar pernyataan dari lawan bicara, sontak raut wajah Mama berubah. Ia hanya mendengarkan saja tanpa banyak berkata-kata. Sebelum mengakhiri percakapan itu, ia bersedia untuk melakukan apa yang diminta oleh si penelepon.

Mama kembali tak habis pikir. Sang anak kini berulah lagi. Menurut laporan pihak sekolah, ia disebut beberapa hari tidak masuk sekolah tanpa kabar berita. Sebagai buntutnya, kini Mama dipanggil ke sekolah untuk dimintai keterangan dan kejelasan lebih lanjut.

Angan Mama langsung melayang ke beberapa waktu lalu saat nilai sang anak sempat jeblok. Saat itu, sang anak ternyata diketahui sibuk dengan urusan bandnya. Mendapati hal itu, dengan tenang dan santai Mama coba menyelesaikan dengan caranya sendiri. Ia merasa tidak keberatan dengan kegiatan anaknya tapi ia minta agar sang anak tetap fokus dan lebih mengutamakan pendidikan.

Untuk meyakinkan si anak, Mama kemudian menjanjikan sebuah motor sport jika ia mampu masuk ke SMA negeri favorit. Ternyata ide itu terbukti efektif di kemudian hari dan mampu menyelesaikan masalah tersebut. Hal itu seakan semakin memperkuat anggapan dan alasan yang diambil Mama selama ini.

Karakter Mama seperti itu sebenarnya tidak lepas dari faktor keluarganya. Ia dibesarkan di keluarga yang kaya dan terpandang. Ayahnya seorang pengusaha di bidang properti dan konstruksi. Ibunya juga ikut membantu bisnis sang suami. Dari kecil Mama sudah terbiasa hidup enak. Semua keperluannya terpenuhi dengan mudah tanpa kesulitan berarti. Mama dan adik perempuannya yang terpaut usia lima tahun praktis hidup bak anak sultan yang tinggal di sebuah istana.

Dengan seluruh kemapanan dan kenyamanan hidup itu, tak heran jika segala sesuatu selalu dikaitkan dengan materi. Dalam pandangan materialistis, materi dipandang sebagai kekuatan yang mampu menjawab dan menyelesaikan setiap masalah yang muncul dalam kehidupan. Pandangan seperti itu tertanam dan melekat kuat dalam dirinya sejak kecil. Seiring waktu sikap seperti itu menjadi suatu hal yang biasa ketika ia sudah dewasa dan berkeluarga.

Saat menjadi orangtua, pola pengasuhan yang diterapkan ke anaknya juga tidak jauh-jauh dari materi. Begitupun untuk masalah kali ini. Mama tetap konsisten dengan cara pandangnya itu. Baginya, tidak perlu kesal apalagi marah ke si anak karena hal itu tidak akan banyak membantu. Yang terpenting baginya adalah tindakan yang diambil. Mama sudah membuktikan dan merasa percaya diri jika langkah yang ditempuhnya sejauh ini sudah tepat dan berhasil.

Setelah mendatangi sekolah pagi itu, Mama langsung pulang dan menunda keperluannya hari itu. Tanpa menyalahkan apalagi memberi hukuman, Mama menyampaikan maksudnya ke si anak. Lagi-lagi Mama menawarkan solusi yang materialistis. Tak tanggung-tanggung, sebuah mobil akan diberikan jika si anak berhasil diterima di perguruan tinggi negeri ternama. Bak orang mancing, kail dan umpan sudah ditaruh. Selanjutnya tinggal menunggu hasilnya seraya berharap rencana itu dapat berjalan sesuai dengan harapan.

......

Sejak pemanggilan sekolah itu, sang anak mengendorkan sedikit aktivitas ngebandnya. Meski tidak dilarang Mama, ia menyadari ngeband memang sangat menyita waktu, perhatian, dan tenaga. Ia beruntung Mama tetap sabar memperlakukannya dan malah mengiminginya dengan hadiah yang fantastis dan menggiurkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline