Wajibkah wanita memakai 'jilbab'?
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada … dst. (QS 24: 31)
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 33: 59)
Kedua ayat tersebut biasa dijadikan dasar dalam mewajibkan wanita untuk menutup bagian kepala, rambut, leher, dan bagian sekitar wilayah dada (sekwilda) wanita. Di samping itu, di publik yang terdapat banyak orang tak dikenal (bukan mahram dan bukan suami sah) tidak boleh bagian tubuh wanita terlihat kecuali muka dan telapak tangan.
Pertanyaannya, apakah di dalam kitab suci terinci secara detil bagian tubuh apa saja yang harus ditutupi? Atau sebenarnya kitab suci hanya memberikan garis-garis besar panduan bagaimana sebaiknya wanita berpakaian?
Bisakah ditarik pesan substansi berdasarkan konteksnya dan bukan pesan lahiriah dari bentuk tekstualnya?
Dengan keterbatasan ruang yang tersedia, tulisan singkat ini berusaha menjawab persoalan yang tidak sederhana tersebut.
Kita perlu lebih spesifik terkait dengan definisi hijab dan jilbab. Poin yang mau saya sampaikan adalah: Memakai hijab/kerudung/jilbab dengan pengertian berpakaian dengan kriteria tertentu dan menutupi semua bagian tubuh wanita kecuali muka dan telapak tangan adalah bisa wajib dan tidak wajib dengan beberapa alasan.
Dalam QS 24: 31 penutup kepala atau bahasa arabnya ‘khumur’ tunggalnya 'khimar' itu adalah tutup kepala sejenis kerudung/selendang tradisi zaman Arab dahulu. Mereka biasanya menutup bagian kepala dan menjulurkan (selendang)nya ke punggung, sementara sebagian besar wilayah dadanya terbuka (lihat mayoritas tafsir di ummahatuttafasiir, salah satunya Tafsir Ibn Katsir).
Lalu bunyi ayat itu adalah supaya menjulurkan tutup kepala yang ada di punggung ke depan (bukan ke belakang) supaya dadanya yang lebih dapat perhatian untuk ditutupi.
Tambahan menutup semuanya kecuali muka adalah penafsiran para ulama berdasarkan beberapa sumber hadits dan beberapa penafsir. Secara eksplisit dalam Al-Quran Tuhan tidak pernah menyuruh wanita menutup bagian-bagian tertentu dari tubuh wanita apalagi sampai detil menyuruh menutup rambut, leher, telinga, betis, dll.
Yang jelas adalah perintah 'yadhribna bikhumurihinna 'ala juyubihinna', kata 'juyub' jamak dari 'jayb' artinya kantong, atau saku, karena posisi saku itu di dada (pakaian Arab dan sebagian besar pakaian berbagai budaya juga demikian), maka maksud 'juyub' adalah bagian dada wanita(lihat mayoritas tafsir di ummahatuttafasiir, salah satunya Tafsir Ibn Katsir). Ini yang menurut saya jelas dari Al-Quran, yaitu benang merahnya adalah menjaga kesopanan dalam berpakaian, tidak menampakkan bagian tersebut dan bagian privat lainnya di publik. Ayat ini pun sebaiknya tidak dipahami secara parsial, karena anjuran tentang cara berpenampilan ini didahului oleh perilaku untuk saling menahan pandangan dan mengendalikan diri.
Lalu sejauh mana bagian lainnya (leher ke atas, lengan, dan kaki) harus ditutup adalah masalah fiqh dan tergantung situasi dan kondisi sesuai ijtihad para ulama. Benang merah ayat ini adalah kewajiban untuk menjaga 'kesopanan' atau 'modesty' dalam berpakain, jadi tidak harus menutup bagian kepala. Dan standar modesty itu bisa berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya.
Dalam QS 33: 59 perintah mengenakan baju kurung yang langsung bisa menutupi sebagian besar tubuh wanita secara praktis (jilbab tunggal, jalabib jamak) adalah karena sebab keamanan. Pada waktu itu perempuan yang keluar malam untuk menunaikan hajat alam (baca: buang air kecil/besar) di tempat yang jauh dari rumah akan mengalami gangguan dari orang-orang jahat. Oleh karena itu mereka diperintahkan untuk mengenakan baju kurung ini supaya tidak diganggu, karena ini adalah sebagai penanda bahwa wanita berkain (jilbab) yang menjulur ke seluruh tubuh menandakan bahwa mereka adalah wanita merdeka, dan bukan budak belian (lihat mayoritas tafsir di ummahatuttafasiir, salah satunya Tafsir Ibn Katsir).
Orang-orang jahat ini tidak mengganggu orang yang mengenakan jenis pakaian ini. Jadi diperintahkannya jenis pakaian ini adalah konteksnya ketika sistem keamanan masyarakat belum baik, dan ada kemungkinan wanita terancam keselamatannya.
Jadi illat hukum diberlakukannya ini kontekstual, spesifik, dan lokal pada saat itu atau pada saat sekarang atau pada saat di masa mendatang ketika aturan ini dipandang perlu untuk diterapkan.
Ketika keadaan dan penegakan hukum sudah sistematis dan wanita sudah dihormati statusnya, maka penutupan seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan bisa tidak diberlakukan.
Walalupun demikian tetap dengan acuan bahwa sensualitas dan vulgaritas perlu dihindari dan tetap menjaga kesopanan (QS 24: 31), supaya wanita tetap terhormat dan terjaga keamanannya (QS 33: 59).
Saya coba ringkaskan pandangan beberapa ulama:
Hamka (Tafsir Al-Azhar) menutup kecuali muka dan telapak tangan lebih baik, disarankan;
Quraish Shihad (Tafris Al-Misbah) Ulama berbeda pendapat sejauh mana harus ditutup;
Muhammad Ashmawi & Tahir ibn Ashur, Bagiain dari kultur/budaya tertentu;
Gamal Al-Banna Quran tidak menjelaskan kepastian rinci;
Mustafa Muhammad Rashed bukan islami/tidak wajib/kekeliruan faham/yang dimaksud QS 24: 31 adalah menutup bagian dada dengan baik, bukan menutup bagian kepala.
Sekian dan terima kasih.
Salam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H