Pada perjalanannya, kita bisa melihat sosok Puan Maharani sebagai menteri yang menunjukkan performa kerja luar biasa. Tidak hanya dalam konteks nasional saja, tapi Puan Maharani juga terlibat dalam agenda-agenda Internasional. Artinya Puan Maharani, dalam hal ini, mempunyai mentalitas kepemimpinan yang teruji, terutama ketika dengan tanpa canggung, ia bisa menguasai panggung untuk menyampaikan ide dan gagasannya.
Beberapa forum dan panggung Internasional telah dicicipi Puan Maharani untuk menggaungkan dan mengaktualisasikan gagasan, ide, serta kontribusinya dalam membangun dan menyelesaikan isu-isu kemanusiaan, sosial, dan kebudayaan. Sebut saja seperti ketika Puan Maharani menjadi keynote speaker pada Jeju Forum for Peace and Prosperity 2017 di Korea dan menyampaikan tentang pentingnya menjadikan pemuda sebagai akselerator pembangunan.
Ketika ikut mendampingi Wakil Presiden pada Forum Perserikatan Bangsa-Bansa (PBB), tanpa ragu Puan Maharani menyampaikan tentang pencapaian Indonesia dalam menanggulangi permasalah anak, termasuk juga dukungannya untuk pemulihan Karibia. Begitu juga dengan inisiatifnya untuk menanggulangi persoalan sistem pangan dunia sebagai upaya antisipatif atas persoalan pangan dunia melalui Forum Pangan Asia Pasifik yang bekerjasama dengan Eat Foundation. Puan Maharani, secara koordinatif juga menjadi "komandan" bantuan kemanusiaan untuk Rohingya.
Hal itu berlanjut ketika Puan Maharani ikut mendampingi Presiden Jokowi pada konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN ke-31 di Filipina. Sebagai Ketua Pilar Budaya ASEAN di Indonesia, Puan Maharani telah mengangkat ASEAN Declaration on Culture of Prevention yang merupakan deklarasi lintas pilar dan lintes sektor di ASEAN untuk diadopsi oleh para Kepala Negara ASEAN. Deklarasi ini bertujuan selain untuk mempromosikan budaya sekaligus ajakan untuk menjaga dan mempertahankan kekayaan budaya secara berkesinambungan.
"Deklarasi ini merupakan inisiatif pilar sosial budaya ASEAN untuk mempromosikan budaya dialog lintas agama dan lintas budaya" tegas Puan Maharani.
Seperti diketahui, Declaration on Culture of Prevention ini merupakan salah satu dari 11 (sebelas) deklarasi pilar sosial budaya ASEAN, yang kick-offnya telah dilaksanakan di Jombang pada akhir Oktober 2017 dan dihadiri oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. Deklarasi ini sekaligus sebagai upaya untuk menunjukkan kepada masyarakat ASEAN, khususnya, dan dunia pada umumnya bagaimana Indonesia mampu menjaga dan melestarikan kebudayaan bangsa sebagai identitas nasional.
Kuantitas tidaklah menjadi persoalan, sebab yang terpenting adalah keinginan (goodwill) untuk bersatu dan mempertahankan kebudayaan. Semangat semacam inilah yang ingin ditularkan kepada, terutama kepada para Kepala Negara yang hadir pada saat itu.
Sebenarnya, isu-isu sosial-budaya bukanlah hal baru bagi Puan Maharani. Posisinya sebagai menteri yang bersinggungan langsung dengan urusan kemanusiaan dan kebudayaan membuatnya akrab dengan isu-isu sosial-budaya. Kepedulian terhadap kebudayaan itu diekspresikan Puan Maharani melalui dukungan dan apresiasi atas festival dan karnaval kesenian di daerah-daerah, penggunaan batik sebagai pakaian sehari-hari, pembangunan karakter bangsa yang berkepribadian budaya, penanaman revolusi mental melalui penjagaan nilai-nilai luhur Pancasila, serta kebijakan atau program kebudayaan lain.
Sehingga tidak aneh ketika dalam forum Internasional sekelas KTT ASEAN, Puan Maharani bisa "berbicara" banyak dan ikut mewarnai suasana forum berdasarkan pengalaman dan kerja yang telah dilakukan dalam bidang kebudayaan. Declaration on Culture of Prevention ini juga sebagai representasi dari kemampuan Puan Maharani berperan dalam sekop Internasional, sebagaimana kerap kali telah dibuktikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H