Mengikuti Penjelasan Menteri Pendidikan, kebudayaan Riset dan Tekhnologi, Bapak Nadiem Makarim pada Chanel YouTube resminya Kemendikbud Ristek yang telah tayang 4 hari yang lalu, cukup menarik.
Disebutkan, bahwa kurikulum Merdeka sesungguhnya adalah Episode ke-15 lanjutan daripada episode-eposode sebelumnya.
Soal Kurikulum misalnya, pak Menteri memberi penjelasan yang pada Intinya sifatnya optional. Artinya, kurikulum yang sebelumnya berlaku seperti Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, Prototipe tetap bisa dipraktekkan di semua sekolah. Tergantung kesiapan masing-masing sekolah disesuaikan dengan kebutuhan.
Dan, yang paling menarik adalah bahwa kurikulum Merdeka sebetulnya merupakan Penyempurnaan dari Kurikulum Darurat dan Prototipe (entahlah, karena saya bukan guru dan pendidik di sekolah Formal, maka teknisnya semacam apa kita tidak tahu persis).
Namun, paling tidak dari Penjelasan pak Mentri dapat disimpulkan secara sederhana (tanpa bermaksud menyederhanakan Sistem dan Proses pembelajaran yang rumit secara sistem) bahwa dalam Kurikulum Merdeka inilah yang sebetulnya ditunggu dan yang menjadi Kebutuhan baik Guru (pendidik), Sekolah maupun siswa (Peserta didik).
Saya pribadi punya pengalaman sebagai pendidik di sebuah sekolah SMK swasta Unggulan di salah satu Kota di Jawa Barat. Karena saya orang yang merdeka, maka dalam praktek pembelajaran, saya menggunakan pendekatan bebas, merdeka dan disiplin.
Fokus pada materi, menyederhanakan dan membebaskan Peserta didik untuk dapat improvisasi dengan tujuan utama memahami materi ajar dan bahkan mempraktekkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Focus Kurikulum Merdeka (setidaknya yang dapat saya tangkap dari Penjelasan pak Mentri) adalah pada pemahaman yang sederhana, utuh dan mendalam pada materi Ajar, bukan banyak dan luasnya materi, sehingga akhirnya tidak ada satupun yang bisa dipahami.
Memberikan ruang yang bebas dan merdeka bagi Pendidik (guru) dan peserta didik (Murid) untuk lebih kreatif dan mengembangkan minat sekaligus bakatnya. Sehingga peserta didik tidak kehilangan jati dirinya.
Kurikulum Merdeka, maupun kerikulum "tidak merdeka", bagaimanapun konsepnya tergantung pada Kepala Sekolah dan guru. Karena kebijakan kelembagaan dimanapun, adalah tergantung pemimpin dan gaya kepemimpinannya.