Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fauzi

Menulis apasaja, Berharap ada nilai manfaat dan membawa keberkahan. Khususnya, untuk mengikat Ingatan yang mulai sering Lupa.

Bertetangga, Belajar pada Bocah Ini

Diperbarui: 9 September 2017   03:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Bagi kebanyakan orang, mungkin, Gambar diatas adalah gambar biasa saja. Tapi, bagiku gambar diatas adalah pemandangan luar biasa. Kenapa? Marilah kita lihat dengan pandangan yang sedikit agak berbeda.

Meskipun 3 anak ini semua memakai Kerudung (Jilbab:Red), sesungguhnya sama sekali tidak mewakili dan merepresentasikan bahwa mereka semua adalah muslimah. dalam arti tidak sama-sama satu aliran, apalagi satu suku dan beragama yang sama .

Gadis cilik yang paling kiri, baju warna merah adalah bocah keturunan campuran, antara Timur Leste - Jawa, bernama Alycia. Dia memakai kerudung, semata-mata, ingin tampil sama, dengan 2 kawan lainnya yang kebetulan sama-sama memakai Kerudung.

Demi dapat kerudung, Alycia menangis dan merengek pada sang Ibu dan ayah yang kebetulan non-muslim, yang pastinya tidak punya kerudung. 

Tapi, takdir kali ini berpihak pada Alycia. Sang tante (kami menyebutnya demikian, juragan warung nasi di perumahan dimana kami tinggal bertetangga) meminjamkan kerudungnya, yang sontak menghentikan tangis Alycia yang melengking kencang.

Gadis kecil Kedua, ditengah, adalah gadis cilik campuran, Jawa-Betawi, orangtuanya menamainya si Bening. Putri tercinta Mbah Gondrong, seorang muslim "kejawen" yang taat yang berprofesi sebagai keamanan lingkungan tingkat RW di perumahan. 

sementara, paling kanan adalah Putriku, Azkiya Fauzi. Anak kedua dari 3 bersaudara, lahir di Jember, Jawa Timur. 

Pola hubungan pertemanan ketiga gadis kecil ini, harusnya menjadi contoh untuk kita para orangtua. Untuk saling bergandengan tangan, tanpa melihat status sosial, kepangkatan, bahkan perbedaan agama sekalipun. Mereka tulus dan tanpa motif apapun dalam menjalin hubungan.

Tanpa bermaksud menggurui, Bahasa bertetangga adalah bahasa saling memahami, saling menjaga dan saling tenggang rasa, bahkan saling bergandengria, seperti gambar mereka bertiga, yang jauh dari rekayasa dan hoax.

Khusus buat saudaraku seiman, Pesan kanjeng Nabi jelas bahwa sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada tetangganya. Bisa dibayangkan jika kita senantiasa memegang nasihat baik dari kanjeng Nabi diatas. Betapa tentramnya hidup bertetangga, betapa indah dan sejuknya, kita saling bisa menjaga, untuk berlomba menjadi yang terbaik bagi tetangga dan sesama.

Anak-anak tidak mungkin paham soal Jilbab dan tentu buta soal etika dan adab bertetangga. Mereka hanya memahami, bagaimana Indahnya mencari dan menemukan persamaan, kemudian menjaganya hingga akhirnya bergandeng tangan. Meskipun kadang berantem, tapi tak akan pernah lama, bakal kembali lagi ayem dan tentrem. Jauh dari dendam dan motivasi untuk saling menjatuhkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline