Lihat ke Halaman Asli

Mau Rakyat Sejahtera? Hentikan Liberalisme di Indonesia

Diperbarui: 16 Agustus 2016   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto : Bisnis.com

Beberapa waktu lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil kajiannya terkait angka kemiskinan di Indonesia. Kepala BPS Suryamin mengatakan, pada periode September 2014 jumlah penduduk miskin masih sekitar 27,73 juta jiwa‎ atau 10,96% dari penduduk Indonesia. Namun pada September 2015 mencapai 28,51 juta atau 11,13% dari total penduduk Indonesia. Artinya jumlah orang miskin di Indonesia bertambah sekitar 780 jiwa.

Suryamin menjelaskan krisis ekonomi global secara tidak langsung berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Artinya inflasi yang menyebabkan penurunan nilai mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) tidak diimbangi dengan suatu kebijakan yang mengangkat daya beli masyarakat, sementara harga bahan pokok terus meningkat yang disebabkan oleh inflasi tersebut. Selain angka kemiskinan yang bertambah, angka pengangguran dan kesenjangan sosial makin lebar. Hal ini diungkapkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mengatakan kesenjangan masyarakat desa dan kota di tahun 2015 kian tinggi.

Meski sudah mengambil beberapa kebijakan, termasuk paket kebijakan ekonomi dan tax amnesty, namun banyak kalangan menilai dampak kebijakan tersebut belum bisa dirasakan oleh rakyat kecil, salah satunya Ketua Umum DPP Perindo Hary Tanoesoedibjo. Ia mengatakan bahwa selama Indonesia hanya fokus pada pembangunan ekonomi makro, kemungkinan besar maka rakyat kecil tidak akan lepas dari belenggu kemiskinan dan perekonomian Indonesia berjalan di tempat.

Pria yang akrab disapa HT ini menilai, faktor lain yang menyebabkan rakyat kecil belum bisa sejahtera karena Indonesia cenderung mempraktikan ekonomi liberalisme, yang membuat kegiatan ekonomi hanya terpusat di beberapa daerah dan beberapa golongan. Ketika Indonesia mempertahankan kondisi ini, kapitalisme sebagai ujung tombak membangun ekonomi. Maka yang akan terjadi sampai kapanpun, kesenjangan akan tetap tercipta.

Meski sudah ada program pengembangan UMKM melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), dimana rakyat kecil diberikan modal untuk membuka usaha, tapi program ini sulit mencapai target jika masyarakat tidak dilindungi.

“Indonesia tak bisa terus menerapkan liberalisme. Membangun harus ada keberpihakan pada rakyat,” kata Hary Tanoe dalam acara Dialog Bersama Badan Kerjasama Gereja dan Lembaga Pelayanan Kristiani (BKSG-LPK) di Bandung.

Sebagaimana kita ketahuii sistem ekonomi liberal adalah sistem ekonomi yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih dan melakukan usaha sesuai keinginan dan keahliannya. Tokoh yang memopulerkan sistem ekonomi pasar adalah Adam Smith. Bukunya yang terkenal berjudul The Wealth of Nation.Adam Smith menyatakan bahwa “perekonomian akan berjalan dengan baik apabila pengaturannya diserahkan kepada mekanisme pasar atau mekanisme harga”.

Namun, yang menjadi permasalahannya adalah ketika rakyat kecil harus bersaing dengan pengusaha besar, maka hasilnya sudah bisa ditebak. Oleh karena itu, perlu ada regulasi yang mengatur dan melindungi rakyat kecil.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline