Lihat ke Halaman Asli

ahmad fanani

Alumni Pascasarjana Institut Agama Islam Tribakti Kediri

Renungan Kematian

Diperbarui: 20 Februari 2021   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumsel.tribunnews.com

 Beberapa hari belakangan ini di Negara Indonesia, Negara yang sangat kita cintai sedang terjadi banyak sekali polemik, mulai dari pandemi yang belum juga teratasi , masyarakat yang kehilangan mata pencaharian akibat pandemi, banyak rakyat yang terus menerus menunggu bantuan yang tak kunjung ada kepastian bahkan salah sasaran dalam pemberian bantuan , para pelaku dalam dunia pendidikan tak luput juga dari polemik yang terjadi saat ini, meninggalnya para ulama-ulama penjaga agama.

Banyaknya isu-isu hoax yang ada di media-media sosial terkait polemik yang ada di Negara kita saat ini. Ada banyak sekali pihak yang saling serang menyerang untuk berebut benar bahkan sampai melupakan sisi kemanusian mereka. Entah siapa yang salah siapa yang benar yang pastinya keadilan harus tetap ditegakkan dengan tetap memandang sisi kemanusian. Karena disitu ada keadilan disitulah hukum Tuhan.

Ditengah gencar-gencarnya polemik yang terjadi saat ini, kita sebagai umat muslim di ingatkan oleh Allah Swt untuk senantiasa mengingat akan adanya kematian dan hari pembalasan, sebagaimana pepatah orang jawa "urep mung mampir ngombe" dalam Al-Qur'an surat al-Baqarah 181 Allah berfirman :

Artinya : "Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakanya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)."

Ayat ini jelas mengisyaratkan kepada kita untuk senantiasa menjaga prilaku kita kepada siapapun, lebih-lebih kepada sesama manusia karena setiap apa yang kita perbuat pasti akan menerima balasanya.

Dalam tafsir Al-Misbah (jilid 1,halaman 728), kata ( ) tsumma yang berarti kemudian, mengisyaratkan adanya waktu yang relatif lama antara kematian dan pembalasan, waktu tersebut adalah waktu keberadaan dialam barzakh dan perhitungan yang dirasakan begitu panjang, khususnya oleh mereka yang bergelimang dosa. Lalu masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah mereka kerjakan, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya, yakni dirugikan, bahkan yang beramal akan sangat diuntungkan oleh kemurahan Allah Swt.

Hujjatul Islam al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali menulis dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin juz 4, beliau mengatakan : "Bahwa sesungguhnya nyeri dan sakit yang maha berat diwaktu sakaratul maut itu, tidak ada seorangpun yang tahu dan mengerti dengan sebenarnya, kecuali mereka yang sudah pernah merasakannya sendiri, yang belum pernah merasakan mati, maka mereka itu akan mengerti dengan dua cara :

Pertama, dengan cara membanding-bandingkan dengan sakit yang pernah atau sudah dirasakan, yang sering menjangkit pada dirinya. Sebab semua anggota yang tidak bernyawa itu tidak dapat merasakan sakit, tetapi selama anggota itu masih bernyawa pasti dapat merasakan sakit. Adapun yang merasakan sakit adalah ruhnya (nyawanya). Contohnya : bilamana anggota ini terbakar, rasa sakitnya dapat menjalar ke darah, daging, tulang, dan semua bagian-bagian badan. Sehingga rasa sakit itu menyentuh nyawa (ruh) yang berhubungan dengan anggota yang luka atau terbakar. Alangkah sakitnya dan alangkah nyerinya kalau sakit-sakit tadi langsung mengena (menyerang) ruhnya.

Kedua, dengan cara memperhatikan tingkah laku dan keadaan orang-orang yang sedang naza', bagaimana susah payah dan beratnya ? sebab naza' itu adalah sakit yang langsung mengena pada ruh, yang menyerang ke seluruh bagian-bagian ruh yang merata tersebar diseluruh anggota badan. Meliputi : daging, tulang, darah, urat nadi, urat syaraf, ruas-ruas anggota, kulit pangkal rambut dan lain-lain. Oleh karenanya, bilamana ruh itu dicabut maka semua anggota badan tanpa terkecuali merasa sakit dan lemas tak berdaya dan semua anggota badan hilang kekuatanya. Kekuatan hilang, lisan terbungkam, suara lenyap, akal tertutup, kesadaran melayang, kehendaknya ingin berteriak-teriak minta tolong, namun tidak mampu. Ingin mengurangi rasa nyeri dengan merintih namun tak kuasa, sehingga dada terasa sesak, tenggorokan terasa glorok-glorok, biji mata membalik keatas sampai diatas kelopak mata, dua bibir kaku membeku, lidah memendek sampai pangkalnya, mulutnya terbuka lebar menganga, jari-jari menekuk kejang, dua buah testis naik ke atas, oleh karenanya para ulama' berkata :"sungguh maut itu lebih sakit daripada ditebas dengan pedang, diiris dengan gergaji dan dipotong dengan gunting."

Kemudian semua angoota mulai berangsur-angsur mati. Pertama telapak kakinya mulai dingin, kemudian terus naik, sehingga betisnya menjadi dingin, disusul pahanya menjadi dingin, terus naik keatas sampai tenggorokan. Di waktu ruh telah sampai di tenggorokan, melihat dunia dan ahli dunia menjadi terputus, alam ghaib mulai tampak dan alam nyata menjadi gelap tertutup , pintu taubat terkunci rapat. Tinggal penyesalanlah yang muncul.

Betapa sangat mengerikannya proses menuju kematian, jika sesorang senantiasa mengigat akan hadirnya kematian maka dia akan selalu siap untuk menghadapinya. Sehingga merasa ringan dalam berbakti kepada Allah Swt, dan merasa takut untuk melakukan penyelewengan dan kemaksiatan dan dia akan selalu berdzikir kepada Allah dengan lisan dan hatinya, sehingga dzikir kepada Allah menjadi gerak reflek lisan dan hatinya. Bilamana Malaikat Izrail datang sewaktu-waktu melaksanakan tugas mencabut nyawanya, dengan mudah lisan dan hatinya mengatakan : La Ilaha Illallah , karena kalimat La Ilaha Illallah itu adalah terbiasa menjadi gerak refleknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline