"Bangun. Sebab pagi terlalu berharga tuk kita lalui dengan tertidur..." -Banda Neira
Secuil cuplikan lagu Banda Neira itu memang pas untuk kita renungi. Bagi orang yang menjalani rutinitas sehari-hari dengan bekerja, pagi akan sangat membosankan di hari kerja. Apalagi kalau paginya adalah Hari Senin.
Bagi mahasiswa atau pelajar yang sedang study, akan sangat enggan untuk bangun ketika ada jadwal kelas pagi. Bagi yang pernah mengalami menjadi jobseeker lebih-lebih. Pagi begitu membosankan karena setiap lamaran yang kita rasa sudah banyak yang disebar, tetapi belum kunjung mendapatkan titik cerah.
Seringkali saya pun mengeluh dengan rutinitas yang dijalani ketika harus bangun pagi dengan rasa masih ingin tidur. Apalagi kalau cuaca di luar hujan. Tapi, saya dan mungkin banyak orang di luar sana seketika langsung sadar dan berpikir bahwa lebih baik kita bersyukur dengan apa yang tengah kita miliki hari ini.
Kalau kita hanya memikirkan apa yang ingin kita dapatkan (artinya, keingingan-keinginan kita saja), itu tidak ada batasnya. Rutinitas memang kerap kali membuat kita lupa bersyukur dengan hari-hari kita. Target pekerjaan menutup pandangan kita tentang bersyukur. Mau menyalahkan keadaan pun tidak bisa karena kita berada di dalam lingkungan keadaan tersebut.
Terlebih lagi, aura di lingkungan kita pun bisa berpengaruh terhadap kebersyukuran kita. Kalau di sekeliling kita orang-orangnya cenderung banyak mengeluh-ini seringkali terjadi tanpa disadari- maka kita juga akan mengeluh. Saya juga berpikir, bagaimana kalau saya saja yang menjadi pusat aura tersebut.
Artinya, ketika kebanyakan orang memunculkan aura negatif, kenapa tidak saya saja yang memunculkan aura positif. Sesederhana itu. Tetapi, yang terjadi lebih sering saya yang tenggelam ke dalam aura negatif itu. Dibutuhkan lebih dari sekedar keinginan jika mau berubah. Harus ada tindakan yang konsisten untuk perubahan yang lebih baik.
Orang terbiasa mengeluh tentang jam kerja pagi yang tidak boleh terlambat. Bahkan, lebih baik terlambat dan membayar denda atau dapat hukuman daripada harus bangun pagi-pagi saja. Belum habis di situ, karena bangunnya dengan malas-malasan dan harus berangkat pagi, tidak sempat sarapan. Kedoknya adalah, "Saya tidak terbiasa sarapan". Tapi, jam 9 pagi sudah mengeluh lapar. Sama saja bohong.
Masih ada lagi keluhannya. Ketika lapar datang, bingung mau makan apa. Makan ini bosan, makan itu bosan. Jadi, waktu untuk berpikir mau makan apa lebih lama daripaada ketika seorang penjual makanan menerima orderan, memasaknya, sampai dikirim ke pembeli oleh ojek online dengan fasilitas pesan-antar makanan. Pertanyannya, semanja itukah generasi saat ini?
Bukan hanya yang muda, yang tua pun demikian. Padahal, segala macam alat dan teknologi yang dibuat saat ini adalah untuk mempermudah dan melengkapi kebutuhan manusia. Seharusnya manusia akan lebih sederhana dan lebih cepat dalam memutuskan/menyelesaikan pekerjaan. Tapi, kenapa malah justru ada banyak orang yang kesulitan sendiri? Jawabannya adalah karena manusia mudah terlena dan malas.