Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fadli Fauzan

Universitas Padjadjaran

Melihat Tantangan Etika Birokrasi: Realitas Pelanggaran dalam Sistem Birokrasi Indonesia

Diperbarui: 21 Desember 2023   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pendahuluan

Birokrasi memiliki peran sentral dalam mencapai visi dan misi sebuah negara dan menjadi tulang punggung administrasi pemerintahan yang menentukan arah maju atau mundurnya suatu bangsa. Birokrasi diharapkan dapat efektif melaksanakan rencana negara dan kebijakan publik, serta menjadi aktor utama dalam penyelenggaraan pemerintahan. Suwandi (dalam Sundary, 2013) menekankan bahwa birokrasi ideal harus menghubungkan kepentingan negara dan masyarakat dengan komitmen pelayanan yang terus meningkat, terutama di tengah tuntutan kritis dan global dari masyarakat.

Namun, di Indonesia, birokrasi mengalami krisis kepercayaan karena masalah etika, moral, akhlak, perilaku, dan sikap para birokrat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Menurunnya kepercayaan ini disebabkan oleh kasus-kasus pidana, seperti tindak korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), yang melibatkan banyak birokrat, dapat menyebabkan keterpurukan birokrasi di Indonesia. Meskipun dikenakan sanksi seperti hukuman kurungan dan denda, tampaknya tidak membuat mereka jera, bahkan terlihat tidak malu untuk mengulangi perbuatan tidak terpuji. Oleh karena itu, pejabat perlu memahami pentingnya etika dan moral, serta menyadari bahwa implementasi etika dalam birokrasi menjadi kunci untuk memberantas pelanggaran etika.

Etika menjadi landasan bagi perilaku dan tindakan seorang pejabat pemerintahan. Ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah seringkali mencuatkan perbincangan mengenai nilai dan standar etika yang diterapkan oleh pejabat. Etika pemerintahan menjadi sorotan serius di tengah masyarakat, terutama dalam upaya menciptakan lembaga pemerintahan yang bersih dan sehat. Oleh karena itu, tantangan besar bagi pemerintah Indonesia adalah menguatkan etika dan integritas birokrasi, sebagai langkah krusial untuk memberantas pelanggaran etika yang telah merugikan kepercayaan masyarakat.

Pembahasan

Etika berasal dari bahasa Yunani "ethos" merujuk pada karakter, watak, kesusilaan atau adat istiadat. Dalam konteks perilaku manusia, etika merupakan ajaran untuk dapat membedakan yang benar dan salah. Pengertian etika dibatasi dengan dasar nilai moral menyangkut apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, baik atau tidak baik, pantas atau tidak pantas pada perilaku manusia. Oleh karena itu etika berkaitan dengan nilai individu, kelompok maupun masyarakat tentang tata cara hidup yang dirasa baik serta berlangsung dari generasi ke generasi melalui pewarisan sistem nilai (Sedarmayanti dan Nurliawati, 2012). 

Sedangkan Birokrasi berasal dari kata bureau yang berarti meja tulis dan kratos yang berarti pemerintahan, maka birokrasi secara etimologi adalah sekumpulan orang yang bekerja di balik meja pada bidang pemerintahan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan birokrasi sebagai sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Peran birokrasi sebagai pelaksana dari kebijakan atau sebagai penyelenggara pemerintahan merupakan alat untuk mempermudah jalannya penerapan kebijakan pemerintah dalam upaya melayani kepentingan publik. 

Selanjutnya Darwin (1999) mengartikan Etika Birokrasi sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi. Dengan mengacu pada pendapat ini, maka etika mempunyai fungsi sebagai pedoman, acuan, referensi bagi birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya dalam birokrasi sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi dinilai baik atau buruk, tidak tercela dan terpuji.

Leys berpendapat bahwa: "Seseorang administrator dianggap etis apabila ia menguji dan mempertahankan standar-standar yang digunakan dalam pembuatan keputusan, dan tidak mendasarkan keputusannya semata-mata pada kebiasaan dan tradisi yang sudah ada". Selanjutnya, Anderson menambahkan suatu poin baru bahwa: "standar-standar yang digunakan sebagai dasar keputusan tersebut sedapat mungkin merefleksikan nilai-nilai dasar dari masyarakat yang dilayani". Berikutnya, Golembiewski mengingatkan dan menambah elemen baru yakni: "standar etika tersebut mungkin berubah dari waktu-ke waktu dan karena itu administrator harus mampu memahami perkembangan standar-standar perilaku tersebut dan bertindak sesuai dengan standar tersebut" (Keban dalam Podungge, 2013).

Tantangan Etika Birokrasi di Indonesia

Tuntutan terwujudnya birokrasi yang beretika, berintegritas, serta bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) mendesak untuk direalisasikan. Namun,upaya menegakkan etika dan integritas birokrasi masih menghadapi banyak tantangan. Keinginan untuk memenuhi kepentingan pribadi sering kali merongrong integritas birokrasi, memicu pelanggaran etika yang merugikan masyarakat. Pelanggaran etika inilah yang menjadi tantangan utama birokrasi yang harus segera dituntaskan agar birokrasi di Indonesia tidak mengalami keterpurukan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline