Lihat ke Halaman Asli

HENDRA SUGIANTORO

Pena Profetik

Waktu untuk Anak

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tahun 2012 perlahan akan berakhir. Marilah kita bertanya, apakah anak kita memperoleh waktu yang berharga ketika bersama kita? Begitu beragam kesibukan kita sebagai orangtua. Kita yang setiap saat bekerja kerapkali kesulitan sekadar menanyakan perkembangan anak di sekolah.

Kita yang bekerja masuk pagi pulang sore acapkali abai mendampingi anak belajar atau memotivasi anak menuntut ilmu. Kita melulu berkutat mengurusi bisnis seolah-olah alpa ada kebutuhan emosional dan spiritual yang anak butuhkan. Kita beranggapan anak hanya perlu kecukupan uang. Sekadar memberikan kesempatan bagi anak berbagi rasa, kita pun lupa. Hari libur malah kerapkali tetap kita jejali dengan urusan yang tak bersentuhan langsung dengan anak.

Sejatinya anak kita memerlukan kehadiran kita. Ada rasa yang hendak dibagikan anak agar kita memahami dan ikut merasakannya. Memang ada yang mengatakan bahwa kualitas perjumpaan lebih penting ketimbang kuantitas perjumpaan, namun anak tetaplah anak. Anak kita mungkin bisa terbiasa dengan ketidakberadaan kita. Namun, secara naluriah, tutur Nur Faizah Rahmah (2011), anak pastilah akan lebih memilih untuk tetap bersama dengan kedua orangtuanya lebih lama ketimbang bersama orang lain.

Sebagai anugerah Tuhan, anak tak cukup hanya diberi makan, disekolahkan, dan dibesarkan. Kita dituntut mendidik anak. Anak membutuhkan kebersamaan dengan kita. Anak memerlukan perhatian, kasih sayang, kepedulian, penghargaan, empati, keteladanan, motivasi, dan semacamnya. Kita perlu mendidik anak kita dengan membersamai hari-harinya berproses dalam perkembangan dan pertumbuhan. Kehilangan waktu dan kesempatan untuk mendidik anak dengan benar melalui pembagian waktu yang cukup bagi anak, ujar Parlindungan Marpaung (2007), hanya akan membuahkan penyesalan di hari tua.

Pastinya kita dinantikan Tuhan untuk mendidik anak kita menjadi shalih atau shalihah. Mendidik anak kita adalah tanggung jawab kita, bukan tanggung jawab orang lain. Pertanggungjawaban kepada Tuhan. Wallahu a'lam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline