Pemilihan umum (pemilu) semakin dekat, Indonesia saat ini tengah berhadapan dengan berbagai persiapan pencalonan presiden dan wakil presiden periode tahun 2024 hingga 2029. Tentu saja, masyarakat memiliki peran yang penting dalam partisipasi untuk menyalurkan dan memberikan hak suarannya.
Tahun ini pemilu akan semakin menarik karena kontestasi kali ini dihadapkan dengan 3 (tiga) pasang pasangan calon, berbeda dari tahun 2014 dan 2019 yang hanya dihadapkan dengan 2 (dua) pasangan calon. Yang pasti, dukungan masyarakat akan terbagi menjadi 3 (tiga).
Seseorang yang telah memiliki pilihan dukungan, akan terus mengikuti perkembangan yang sedang dilalui oleh pasangan calon yang didukungnya. Seseorang tersebut bahkan akan memberikan berbagai pujian, pembelaan, dan sanjungan kepada pasangan calon yang didukungnya.
Terlebih, kefanatikan seseorang terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden yang didukungnya terus menerus membuatnya tidak ingin terlepas dari pemberitaan mengenai sosok yang sedang di dukungnya.
Bukan hanya sekedar dukungan, kefanatikan ini akan membuat seseorang menganggap bahwa suasana pemilu ini sudah benar-benar menjadi bagian dari sisi kehidupannya.
Sehari saja tanpa pemberitaan sosok yang didukungnya di gelaran pemilu, rasanya seperti ada yang kurang dan mengganjal dalam hidupnya. Terpecahnya masyarakat menjadi 3 (tiga) dukungan memberikan efek yang begitu mendalam bagi masing-masing pendukungnya untuk memperjuangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan segala cara.
Tidak menampik kemungkinan bahwa perbedaan dukungan itu memang menciptakan perpecahan di kalangan masyarakat. Saling serang argumentasi, saling membuat narasi kebencian, menghina fisik dan mental, bahkan hingga menghina faktor kesehatan.
Tentu sebagai pendukung, seseorang tidak terima dengan apa yang sedang diberitakan sehingga seseorang tersebut akan berupaya untuk membela mati-matian sosok yang didukungnya.
Kekhawatiran dan obsesi yang terus-menerus datang dalam benak seseorang pendukung terhadap sosok pasangan calon presiden dan wakil presiden yang didukungya, hingga menyebabkan munculnya gangguan kesehatan mental yang menyebar ke semua bidang kehidupannya. Kecemasan dan perilaku stress akan muncul sebagai gangguan mental di masa-masa menjelang pemilihan umum, salah satunya adalah Election Stress Disorder.
Election Stress Disorder adalah ketegangan dan kekhawatiran seseorang terhadap situasi pemilihan umum yang sedang terjadi, sehingga memunculkan kecemasan diri yang dipicu oleh berbagai peristiwa selama proses pemilihan umum. Kecemasan tersebut memicu perasaan yang campur aduk dengan segala isu, insiden, perpecahan, serta pemberitaan yang terus bermunculan mengenai sosok yang akan didukung.
Meskipun bukan merupakan penyakit resmi dalam dunia kesehatan mental, namun gangguan Election Stress Disorder telah menunjukkan bahwa politik pada dasarnya adalah sumber stress yang kronis dalam diri manusia, sehingga tidak mengherankan bagi para pakar kesehatan mental menganggap bahwa pemilu adalah salah satu hal penyebab yang dapat memicu munculnya kecemasan kronis.