Dalam sebuah statemen cukup keren disebutkan, (Fainna hasantil abrr sayyi'tul muqarrabin). Sungguh, amal-amal baik orang-orang saleh setara dengan laku-laku buruk kaum muqarrabin (golongan manusia yang memiliki kedekatan spesial dengan Allah). Kalam ini tidak berarti bahwa kaum muqarrabin melakukan keburukan sebagaimana bunyi teksnya.
Melainkan, stateman di atas hanya tentang perbandingan kualitas amal. Bahwa, amal kaum muqarrabin jauh lebih berkualitas daripada amal orang-orang saleh. Sampai-sampai, kedua amal tersebut tak dapat disetarakan. Bagai langit dan bumi. Seperti perbandingan antara baik dan buruk.
Dalam setiap peran spiritual, kaum muqarrabin selalu menempati tempat teratas dari yang lain. Hal ini, karena makrifat mereka terhadap hakikat ilahiah yang sangat mendalam serta moralitas-moralitas terpuji yang mampu mereka jalani dengan sempurna. Dan, ini pula alasan mengapa mereka disebut "muqarrabin."
Terkait makrifat yang mendalam dan kemampuan menjalankan pelbagai akhlak terpuji tersebut, dapat tercermin dari bagaimana mereka menjalankan nilai-nilai dalam asmaul husna sesuai kadar kapasitas kemanusiaan mereka.
Imam Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) menulis satu pasal khusus tentang ini dalam al-Maqshidul Asna fi Syarhi Ma'ani Asma'il Husna (halaman 45) yang berjudul al-Fashl ar-Rabi' fi Bayani Anna Kamalal 'Abdi wa Sa'adatahu fi at-Takhalluq bi Akhlaqillahi Ta'ala wa at-Tahalli bi Ma'ani Shifatihi wa Asma'ihi bi Qadri Ma Yutashawwaru fi Haqqihi (Pasal Keempat: Kesempurnaan dan Kebahagiaan Sejati Seorang Hamba Terpusat Pada Kemampuan Meneladani Nilai Moralitas Terpuji Allah dan Kemampuan Berhias Diri dengan Nilai-nilai dalam Pelbagai Sifat dan Nama-nama Allah Sesuai Kadar Kapasitas Kemanusiaannya).
Asmaul Husna dalam Rahasia Kaum Muqarrabin
Pada pasal tersebut, al-Ghazali menyebut tiga keistimewaan atau rahasia kaum muqarrabin dalam menjalankan nilai-nilai asmaul husna dalam setiap nafas spiritual mereka.
Pertama, memahami asmaul husna secara mukasyafah dan musyahadah
Di hadapan kaum muqarrabin, asmaul husna tidak hanya sebatas daftar nama yang dibaca rutin sebagai wiridan, bukan pula sebagai kajian yang hanya mengurai makna, menjadi asupan gizi intelektual, bahkan sebagai pemahaman yang diyakini betul kebenarannya pun tidak. Tetapi lebih dari itu semua. Kaum muqarrabin benar-benar mengenal hakikat asmaul husna secara mukasyafah dan musyahadah.
Mukasyafah dan musyahadah merupakan kondisi spiritual di mana segala sesuatu yang tak kasat indra, terbaca jelas oleh batin kaum muqarrabin. Mereka menyaksikan secara nyata bagaimana sifat-sifat dan nama-nama itu melekat dalam diri Allah subhanahu wa ta'ala. Al-Ghazali mengatakan:
Artinya, "Kaum muqarrabin menyaksikan sendiri bagaimana Allah bersifat dengan asmaul husna secara jelas dan nyata. Kondisi ini persis seperti keyakinan yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang. Batinnya menyaksikan secara nyata terhadap apa yang ia yakini itu."