TGH Athar Izzuddin, atau yang akrab disapa masyarakat Lombok dengan Datok Athar, adalah seorang ulama besar, kharismatik, supel, berwibawa, keramat dan banyak muhibbin di tanah Lombok, NTB.
Tepat pada hari sabtu tanggal 02 April 2022 M, yang bertepatan dengan 30 Sya'ban 1443 H, Datok Athar Izzuddin menghadap Allah subhanahu wa ta'ala. Kabar duka itu membanjiri berbagai WA Grup. Saya sendiri mendapat kabar itu dari salah seorang sahabat saya di Desa Bebidas, Lombok Timur yang merupakan orang dekat keluarga Datok Athar.
Empat hari menjelang wafatnya, tepat pada hari selasa (29-03-22), kami bersama rombongan ziarah menemani guru kami ust. Sukandi Arifin, diberi kesempatan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala untuk bertemu dengan beliau, sowan dan meminta nasehat kepadanya.
Saat itu, sesampai kami di tempat Datok Athar, saya pribadi kaget dan membatin, "Masa keturunan orang besar, cicit Tuan Guru Umar Kelayu, tinggal di tempat seperti ini?," batin saya sedikit heran. Kemudian saya memberanikan diri untuk bertanya memastikan ke teman yang membawa kami ke situ.
"Ini kita ke rumah siapa?" Bisik saya sambil sedikit membungkuk. "Ini rumah Datok Athar, salah satu keturunan Tuam Guru Umar Kelayu," kata teman saya berbisik lebih serius. Namun, saya tetap belum puas, kenapa beliau ko memilih di tempat ini?
Saya bocorin sedikit, bahwa beberapa bulan terakhir ini, Datok Athar Izzuddin tinggal di sebuah rumah kecil. Bahkan, beliau istirahat di sebuah kamar yang hanya menampung satu kasur dan beberapa lemari kecil. Di sana, beliau tampak ditemani oleh seorang istri, dan kerap dikunjungi putra-putrinya.
Bagi saya, pasti ada satu alasan kuat mengapa sampai seorang kiai besar yang berpengaruh di tempat itu menjalani masa akhirnya biasa saja; dari fasilitas tempat istirahat, pelayanan yang tidak terlalu mewah, dst. Padahal, beliau punya buuaanyak santri, pondok pesantren yang diasuhnya besar. Itulah yang menggelisahkan saya selama duduk di sana. Sampai akhirnya saya mendapat jawaban dari salah seorang putrinya.
Ia bercerita kepada kami, "Saya pernah nanya ke beliau (Datok Athar), kenapa kok bertekad pindah ke sini, padahal di sana (di kediaman beliau yang berdampingan dengan pondok) kan masih sangat lebih layak huni?," tanya putrinya. Dan, Datok Athar menjawab, "Nggak, sekarang sudah waktunya mengasingkan diri. Kalau masih ada orang yang butuh saya, biar mereka ke sini saja", kata beliau dalam riwayat cerita salah seorang putrinya.
Selama kami duduk tepat di hadapan tempat tidur beliau, sambil berbaring ia bercerita tentang kisahnya bersama KHR. Ach. Fawaid As'ad Sukorejo (Pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Ketiga). Penting diketahui, bahwa keduanya sama-sama pernah mengaji kepada Syekh Muhammad Zain Bawean, di mana Syekh Muhammad Zain Bawean merupakan murid langsung dari Tuan Guru Umar Kelayu, ketika masih di Makkah al-Mukarromah.
Suatu ketika, Tuan Guru Athar pernah ziarah ke Sukorejo. Secara kebetulan, ia melihat sahabat lamanya, Kiai Fawaid As'ad tengah berjalan gangah dikelilingi para santrinya yang tertunduk hormat. Melihat fenomena itu, Tuan Guru Athar dengan penampilan biasa-biasa saja, memanggil sahabatnya dengan lantang, "Fawaid, woy,, Fawaid," serunya sampai membuat yang lain mengalihkan pandangan.