Sejak pencalonan Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi, oleh Megawati, sebagian orang sudah menganggap Jokowi layaknya presiden. Kemenangan seperti sudah di tangan. Padahal pileg saja belum dimulai, partai apa pemenangnya dan berapa persen kemenangannya, juga belum ketahuan. Belum lagi track record Jokowi di Jakarta yang belum teruji, apalagi mau memimpin Indonesia yang jauh lebih kompleks dari Jakarta. PDIP yang gagal pada Pemilu 2004 dan 2009 ternyata tidak sabar untuk memunculkan Jokowi sebagai capresnya, padahal sebagian kadernya masih menginginkan Megawati untuk tampil. Selain sebagai ketua umum, Megawati juga sebagai sosok yang paling sah mewarisi trah Soekarno yang selama ini menjadi ideologi PDIP. Tapi ternyata sebagian orang di PDIP lebih suka mendorong Jokowi yang belum genap dua tahun memimpin Jakarta untuk didaulatnya menjadi calon presiden (Capres).
Sebagai bangsa yang sudah menjalankan pemilu 3 kali, ada baiknya kita mengetahui capres yang diunggulkan ini. Untuk itu, berikut ulasan Vivanews terkait Jokowi dengan mengutip pada analisa Emrus Sihombing, Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan. Menurut Emrus Sihombing, Jokowi dinilainya sebagai calon yang lemah dalam pengelolaan politik, pertahanan dan keamanan.
"Sampai saat ini, Jokowi belum kelihatan menonjol dalam pengelolaan konflik dan dinamika politik dalam negeri, percaturan politik nasional, dan pengelolaan teritorial terkait dengan negara tetangga," ujar Emrus saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu 16 Maret 2014.
Bukan hanya itu, Emrus juga mengakui, pasangan Wakil Gubernur Ahok ini juga belum piawai dalam pengelolaan pertahanan dan keamanan, termasuk strategi dan manajemen alusista militer.
Sebelum diberikan mandat untuk maju menjadi calon presiden, Lembaga Survei Nasional (LSN) menyatakan, dalam waktu tiga bulan, kepuasan warga pada Jokowi merosot hingga 47,5 persen dalam survei yang dilakukan pada Januari 2014.
Dipa, peneliti LSN mengungkapkan, ada tiga alasan Jokowi dianggap tak layak menjadi presiden. Alasan terbanyak, kata dia, respoden menilai Jokowi harus membuktikan lebih dulu kinerjanya sebagai gubernur DKI Jakarta.
Jika ia berhasil, barulah masyarakat percaya Jokowi layak maju sebagai presiden 2019.
Kedua, responden menilai Jokowi masih dibutuhkan untuk membenahi Jakarta. Kemudian yang ketiga, responden menilai Jokowi belum cukup pengalaman untuk memimpin dalam skala nasional dan masih ada tokoh lain yang lebih pantas.
Terlebih, konsep pembangunan yang diusung Jokowi dianggap belum jelas. Semua itu, diakui Dipa, lantaran para responden tak yakin dengan kinerja Jokowi dapat menjadikan Indonesia lebih baik ketika terpilih sebagai presiden nantinya.
"Hanya 28,9 persen yang mengaku optimistis Jokowi bisa membuat Indonesia lebih baik," kata Dipa. Jadi untuk apa pilih Jokowi? Mudah-mudahan ini tidak memperpanjang kegagalan PDIP dalam memenangkan pemilu. (eh)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H