Lihat ke Halaman Asli

Golput Bukan Solusi Untuk Pemilu

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Golput bukan solusi untuk pemilu

Pemilu yang akan di laksanakan tanggal 9 April 2014 yang bertepatan pada hari Rabu ini, akan diselenggarakan pemilu calon legislative atau yang biasa dikenal Caleg yang terdiri dari masing-masing partai, dari DPRD hingga DPR. Dari 1 partai terdapat 8 sampai 12 caleg, yang akan dipilih, dan juga terdapat 12 partai dalam pemilu kali ini, dimana masing-masing partainya yaitu PDIP,Golkar,Hanura,Demokrat,PPP,PKB,PBB,PAN,GERINDRA,PKS,NasDem,dan terakhir adalah PKP.

Dimana masing-masing anggota keluarga yang sudah berumur 17 tahun berhak mengeluarkan aspirasi dalam memilih salah satu pemimpin wilayah, syarat dari memilih salah satunya memiliki KTP, dan bertempat tinggal sesuai dengan yang tertera di KTP. Dari pencoblosan di bagi oleh panitia penyelenggaraan pemilu berupa surat undangan yang sekiranya berukuran A5, untuk mengeluarkan aspirasinya, cumin sangat disayangkan, dari 1 keluarga ada saja 1 orang yang tidak mendapat 1 kartu undangan, contoh dari keluarga kami, 3 orang yang sudah berhak mencoblos, yaitu saya, ibu saya, dan ayah saya, dan ternyata yang mendapat undangan hanyalah saya dan ibu saya, dan ternyata kepala keluarganya sendiri tidak dapat undangan dari pihak panitia setempat, dan akhirnya beliau tidak mengeluarkan hak yang sebenarnya harus digunakan dengan baik, sebaiknya kita melapor kepada panitia setempat penytelenggaraan pemilu agar kita berhak mengeluaarkan suara.

Tidak hanya itu GolPut juga banyak terjadi di kalangan perantau seperti mahasiswa atau mahasswi perantau, sebut saja si A , beliau tidak mengeluarkan Hak suaranya dengan beralasan, jauh dari rumah asal, atau tidak tau TPS terdekat, TPS mana yang harus didatanginya, karena kurangnya sosialisasi dari masyarakat tentang keberadaan TPS. Oleh karena itu Pemerintah haruslah sangat memperhatikan rakyatnya dalam menertibkan atau mengkontrol kegiatan berikut, Jika benar terjadi mahasiswa-mahasiswa perantau yang tidak mengeluarkan suaranya dalam Pemilu legislative ini, coba bayangkan, apabila mahasiswa0mahasiwi tidak mengeluarkan suaranya dalam pemilihan presiden yang akan diselenggarakan pada bulan juni nanti, takutnya pemilihan hak suara di salah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan akhirnya rakyat sendirlah yang merasakan akibatnya, dari tindakan GolPut tersebut. Golput juga menjadi alas an bagi rakyat yang tidak mengenal calon-calon legislatifnya. Karena kurangnya sosialisasi dari Caleg.kita membahas Golput dari kalangan mahasiswa-mahasiwi bagi perantau, teman saying yang berinisial B, beliau adalah mahasiswa perantau yang berasal dari jambi dan sekarang dia berstatus mahasiswa di salah satu perguruan swasta di Jakarta, beliau tinggal di Bogor. Dan beliau sakin ingin mengeluarkan Hak suara, beliau pergi ke TPS terdekat, beliau melengkapi surat-surat yang di butuhkan panitia sebagai syarat pencoblosan hak suara, KTP sudah di Fotocopy, dengan langkah gagahnya beliau bergegas menuju TPS terdekat dan setelah menemui pihak panitia Pemilihan suara, beliau di tolak dengan alas an tempat tinggal di KTP tidak sesuai dengan tempat tinggal yang berada, dan akhirnya denga raut wajah yang menyesal beliau tidak mengeluarkan hak suaranya, sebegitu susahnya negri ini dalam hal menyampaikan atau mengeluarkan Hak Suara. Sedangkan kewajiban sudah di penuhi.

Seiring majunya demokrasi Indonesia, angka golput terus bertambahdan mengalami peningkatansetiap tahunnya. Golput yang pada mulanya adalah gerakan protesyang berdiri sendiri dikalanganmasyarakat yang kritis. Kini telah menjelma menyatukedalam berbagai gerakanyang bertujuan memperbaikidan mencari alternatifdalam rangka penyempurnaan system politikindonesia yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi universal.

Golput juga tidak bisa membuat era perpolitikan di Indonesia menjadi lebih bai, pasalnya sebanyak apapun masyarakatyang golput tidak akanmempengaruhi jalannyapemerintahan. Masyarakat harus sadarbahwa golput bisa juga menjadi ancaman.

Dalam setiap pelaksanaan Pemilu tingkat partisipasi masyarakatsecara nasional terus mengalami penurunan, terbukti tahun 1999 tingkat masyarakat yang berpartisipasisekitar 80% kemudian pada 2004 menjadi 70% dan pada tahun 2009 turun lagi hingga di bawah 70%. Turunnya presentasi partisipasi masarakat tersebut dipengaruhi beberapa hal seperti kesadaran politikdan tingkat kepercayaankepada pemerintah yang jugaterus merosot yang dalam hal ini adalah kesadaran akan hak mengeluarkan suarasebagai warga negarauntuk ikut menentukan kebijakanpembangunan kedepan, dimana saat ini kesadaran itu sudah menurun drastis.

Disadari ataupun tidak hiruk-piruk politik Indonesia menjelang pemilu selalu membawa dampak negative bagi kepercayaan masyarakat pada partai politik, ditambah akumulasi kekecewaan atas sikap partai politik yang cenderung mengabaikan aspirasi pemilihnya serta sikap dan tingkah laku para politisi yang mengecewakanrakyat. Akumulasi kekecewaan ini tentunya mengakibatkan terdegradasinya kepercayaan masyarakat pada partai politikbahkan perpolitikan itu sendiri. Kondisi ini makin di perparah dengan ulah banyaknya oknum partai yang terjerat kasus pidana korupsi. Tak hanya itu saja, ditengah gencangnya pemerintahandan partai politik untuk memulihkan citranya dimata rakyatada sebagian golongan yang justru membangun kampanye negative untuk mendiskreditkan pemerintahdan partai politik dengan tujuan mengacaukan pikiran pemilih hingga pada akhirnya memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.

Pandangan terhadap partai politik saat pemilu tidak hanya dilakukan saat pemilu saja namunpada setiap waktu dan kesempatan, bahkan dalam skala local sekalipun melalui pemilukadadisetiap daerah. Kita bsa melihat dengan jelas kampanye dari sebagian kalangan yang menyerukan ketidak percayaan pada partai politik ditengah apatisnya para pemilih. Berdasarkan penilaian itu saja kita sudah bisa memprediksiapa yang akan terjadi bila hal it uterus berjalan dan dilakukan.hal itu sudah pasti akan tingkat partisipasi partai politik yang rendah dan pada akhirnya pemimpin-pemimpin yang berkualitas rendah dan rendah legimentasi.

Hal yang perlu dicermati juga disini adalah bahwa sesungguhnya yang akan dirugikan dan yang terkena dampak paling besar atas rendahnya partisipasi politikadalah pemilih itu sendiri yang notabenenya adalah rakyat. Secara defacto memang legimentasi akan sangat rendah namun disii lain tindakan tidak ikut mrmilih (golput) telah melegalkan untuk diduduki oleh legislator yang seharusnya tidak memenuhi syarat minimal perolehan suara, fenomena semacam inilah yang harus diwaspadai danmenjadi perhatian kita bersama, dimana sisi kursi akibat kurangnya jumlah suara yang masuk akan kembali diperebutkan partai politik melalui perhitungan tahap kedua, ketiga dan seterusnya yang ada akhirnya kursi yang kosong akan tetap diisi oleh kader partai politik yang memperoleh suara minim sekalipun.

Dan intinya sisa kursi yang seyogyanya adalah suara mereka yang tak memilih dialihkan dan dkonversikan keseluruh partai yang lolos keparlemen dan dibagi secara proporsional menurut perolehan suara masing-masing partai politi. Jadi jika kita tidak memilih maka system akan memilihkan dengan paksa sebuah pilihan untuk kita, dan yang pasti pilihan itu tidak pernah terbayangkan oleh pemilih itu sendiri sungguh ironis. Perlu diketahui juga bahwa pembagian jatah sisa kursi akibat rendahnya partisipasi pemilih akan semakin terakumulasi dengan kursi ditinggalkan oleh peserta yang tak lolos ke parlemen akibat penetapan ambang batas. Dengan kata lain partai politik yang lolos keparlemen akan semakin banyak memperoleh kursi gratis tanpa bersusah payah berjuang dalam kancah politik sehingga dalam perjuangannya akan berdampak psikologis pada anggota dewan tersebut.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline